Ceramah Master Cheng Yen: Bersama-sama Menciptakan Berkah untuk Mendatangkan Kebaikan
Saya sering berkata bahwa saya bersyukur kepada diri sendiri karena telah menjalin banyak jodoh Dharma di masa lampau. Karena itu, saya sangat bersyukur. Apa pun yang ingin saya lakukan, kalian semua mendukung dengan penuh semangat. Pengadaan vaksin kali ini juga bermula dari seruan kecil saya yang disambut dengan penuh semangat. Jadi, saya sangat bersyukur.
Kita melihat banyak orang yang bertekad untuk membantu. Semua orang saling membimbing dan mendampingi. Semua orang yakin bahwa cinta kasih harus diwujudkan bersama. Inilah yang disebut kebajikan bersama. Cinta kasih dan niat baik dari semua orang membawa energi kebaikan yang positif. Energi kebaikan dan keharmonisan ini dapat meredam energi penyakit.
Pandemi kali ini juga bagaikan sebuah energi. Karena itu, kita semua hendaknya mengerahkan cinta kasih dan hati yang penuh keyakinan yang tulus untuk menghimpun energi kebaikan dan meredam energi penyakit.
Ibarat seguci air yang keruh, jika terus dialiri oleh air yang jernih, air keruh itu akan perlahan-lahan meluber dan keluar dari gelas sehingga yang tersisa hanyalah air jernih. Jika terus dialiri oleh air yang jernih, air dalam guci itu akan berubah menjadi air jernih dan dapat digunakan. Demikian pula, orang baik harus terus mendampingi orang-orang yang masih tersesat.
“Tiga tahun yang lalu, saya terkena kanker usus besar. Saat itu, kanker itu sudah mencapai stadium akhir. Saya menjalani lima puluh kali kemoterapi. Kehidupan saya terasa bagaikan perumapaan Rumah yang Terbakar, seperti anak-anak bodoh yang terus mencari kesenangan. Sepanjang hari, saya hanya bersenang-senang. Berhubung keluarga saya juga tidak begitu harmonis, saat saya bekerja di Taipei, saya terus bersenang-senang,” kata Zeng Wei-min relawan Tzu Chi.
“Sesungguhnya, belasan tahun lalu, ibu saya mengikuti pementasan Syair Pertobatan Air Samadhi di Taipei. Beliau, adik saya, dan paman saya adalah anggota Tzu Cheng dan komite Tzu Chi. Saat berpartisipasi dalam pementasan itu, mereka berharap saya juga dapat bergabung dengan Tzu Chi. Bisa dikatakan bahwa saat itu, Master telah menyiapkan kereta rusa, kereta kuda, kereta lembu, bahkan ambulans dan mobil pemadam kebakaran untuk saya, tetapi saya tetap tidak kunjung sadar dan terus mencari kesenangan. Karena itu, saya melewatkan kesempatan belasan tahun lalu sehingga kehidupan saya makin terjerumus dan harus menderita,” lanjutnya.
“Dalam kehidupan ini, saya tersesatkan oleh ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Jadi, kini saya sangat memperhatikan setiap kalimat yang Master tuliskan. Saya berusaha mengendalikan ketamakan, kebencian, dan kebodohan saya dengan sila, samadhi, dan kebijaksanaan. Sila mencegah saya membangkitkan niat buruk. Samadhi membuat pikiran saya tidak kacau dalam kondisi apa pun. Kebijaksanaan mengubah pandangan saya terhadap kondisi yang dihadapi. Saat kondisi sesuai harapan, saya harus banyak bersyukur. Saat kondisi tidak sesuai harapan, saya harus banyak bertobat,” pungkasnya.
Saya sering berpesan untuk mengubah diri sendiri. Saat pandangan kita berubah, kita dapat melakukan praktik nyata dan menginspirasi orang lain sehingga orang lain dapat memercayai kita. Kita dapat menjadi teladan bagi orang lain. Orang lain dapat melihat bahwa diri kita saat ini sudah berbeda dari diri kita di masa lalu.
Tabiat buruk masa lalu kita, seperti gemar memaki orang, kini sudah berubah menjadi kebiasaan mengucap syukur. Orang yang gemar memaki orang lain akan dijauhi dan dihindari oleh orang lain. Orang lain akan menghindar darinya agar tidak mendengar makiannya.
Kehidupan orang yang dijauhi orang lain seperti ini sungguh tidak bermakna. Jika kita sendiri menyadari bahwa kita pernah memiliki tabiat buruk seperti itu sehingga dijauhi oleh banyak orang, kini kita harus mengubah diri kita sendiri menjadi orang yang dikasihi dan disenangi semua orang.
Untuk itu, kita harus terlebih dahulu membina diri kita. Kita harus mengasihi setiap orang yang kita temui. Kita harus mengasihi orang lain serta bertutur kata baik dan lembut terhadap orang lain. Dengan demikian, orang-orang akan senang mendengarnya.
Selain mendengar kita bertutur kata baik, orang lain juga melihat kita berbuat baik. Mereka akhirnya akan percaya bahwa kita adalah orang baik. Dengan demikian, mereka mau mendekat dan percaya kepada kita. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang bernilai, patut dipercaya orang lain, dan patut menjadi teladan. Inilah pelatihan diri yang sesungguhnya.
Melatih diri berarti membuang kebiasaan buruk masa lalu kita. Inilah yang disebut melatih diri. Anda tidak harus meninggalkan keduniawian. Anda tetap bisa mengubah diri sendiri. Jika dahulu Anda membuat orang lain menghindari Anda, kini Anda memperbaiki diri sehingga orang lain bersedia mendekat, memercayai perkataan Anda, dan bersedia untuk berbuat baik bersama Anda. Jadi, kita harus memeriksa kehidupan kita sendiri. Inilah kehidupan yang bernilai bagi kita.
Dahulu, kita mungkin pernah memiliki kesalahan. Saat menengadah, kita bertobat. Saat menunduk, kita bersyukur. "Tiga inci di atas kepala ada dewa." Setiap siang hari, bukankah kita selalu berdoa bersama dan berharap doa kita menjangkau para dewa serta para Buddha dan Bodhisatwa? Inilah ketulusan kita.
Energi ketulusan dari setiap orang membawa energi kebaikan yang positif. Saat setiap orang berhati baik, bertobat, dan berdoa bagi ketenteraman dunia, ini akan membawa energi kebaikan. Gelombang energi ini disebut kebaikan dan keberuntungan.
Kalian semua yang duduk di hadapan saya saat ini adalah Bodhisatwa. Kalian dapat melihat saya dan rupang Yang Mahasadar Di Alam Semesta di belakang saya. Saya sendiri juga sedang mempelajari Jalan Bodhisatwa. Karena itu, di belakang saya ada Buddha yang mengingatkan kita untuk membangkitkan hakikat kebuddhaan.
Dari kehidupan ke kehidupan, kita memiliki tujuan yang sama, yakni Jalan Bodhisatwa. Jalan Bodhisatwa ini, kini membangun tekad dan ikrar untuk membukanya.
Bodhisatwa sekalian, Bodhisatwa ada di dunia, Bodhisatwa ada di tengah keluarga kita. Selain diri sendiri memahami kebenaran, kita juga harus berbagi dengan anggota keluarga di rumah. Selain diri sendiri memasuki Jalan Bodhisatwa, kita juga mengajak anggota keluarga kita untuk bersama-sama menapaki Jalan Bodhisatwa.
Kita semua harus tahu bahwa tidak ada orang yang dapat menciptakan berkah untuk kita. Buddha berkata bahwa setiap orang Diri sendiri yang berlatih, diri sendiri yang menuai hasilnya. Kita juga sering berkata bahwa siapa yang menanam, dialah yang akan menuai. Tanpa menanam, kita tidak akan menuai. Tanpa melatih diri, kita tidak akan mendapat hasilnya. Sama seperti makan, siapa yang makan, dialah yang akan kenyang. Jadi, kita semua harus memahami prinsip kebenaran ini. Inilah yang disebut prinsip kebenaran.
Ajaran Buddha sangat dalam, tetapi juga sangat sederhana. Dalam hubungan antarmanusia, kita harus menghargai jalinan jodoh. Selain menghargai jalinan jodoh, kita juga harus menghargai waktu. Bodhisatwa dunia harus lebih banyak digalang. Ini semua juga demi diri kita sendiri.
Menggalang Bodhisatwa berarti banyak menjalin jodoh baik agar kelak di kehidupan mendatang, kita dapat membimbing semua makhluk. Jadi, saat ini kita harus lebih giat menggalang Bodhisatwa dunia. Ini demi jiwa kebijaksanaan kita sendiri.
Saya berharap setiap orang dapat menciptakan berkah bagi kehidupan sekarang dan bagi jiwa kebijaksanaan di kehidupan mendatang. Saat ini, kita harus sungguh-sungguh bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong.
Bersama-sama menciptakan berkah untuk mendatangkan kebaikan
Melatih diri sendiri atas dasar cinta kasih
Membina keluhuran dan akhlak dengan meneladan
Bodhisatwa Menjalin jodoh baik demi membimbing semua makhluk
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Januari 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 24 Januari 2022