Ceramah Master Cheng Yen: Bersama-sama Menjalankan Kebajikan dengan Satu Hati


Bodhisatwa sekalian, tahun baru akan segera tiba. Satu tahun yang telah dilalui telah memberi kita masa-masa yang tenteram dan penuh berkah. Karena itu, kita harus senantiasa bersyukur. Dahulu, insan Tzu Chi selalu berkata, "Saya sangat sibuk, kegiatan di komunitas sangat banyak."

Dalam masa pandemi kali ini, saya berpesan agar kita berhenti, mendengar, dan melihat. Kegiatan di luar kita hentikan sejenak. Namun, aktivitas penting harus berjalan seperti biasa. Semua orang hendaknya saling menyemangati dalam mendengar Dharma.

“Saya dilantik pada tahun 2005. Setelah dilantik, saya memikul tanggung jawab sebagai fungsionaris. Saya pernah bertemu banyak kesulitan dan rintangan. Suatu ketika, saya pernah sangat sedih dan terluka. Selama tiga bulan atau setengah tahun, saya tidak ingin berkegiatan lagi. Hingga tahun lalu, saat mengikuti kegiatan bedah buku, saya membaca tentang "Perumpamaan Anak Miskin" yang berisi tentang ikrar Bodhisatwa untuk mencari jalan Buddha dan membimbing semua makhluk dengan tekun dan penuh kesabaran. Ini membuat hati saya tiba-tiba terbuka,” kata Lin Chun-wei relawan Tzu Chi.

“Saya merasa kegiatan bedah buku ini sangat bermanfaat dan penting bagi saya. Dharma sungguh penting. Saat itu juga saya berkata kepada diri sendiri, ‘Mengapa saya tidak tekun mendengar Dharma lebih awal beberapa tahun? Dengan begitu, saya tidak akan semarah waktu itu dan menjadi gila sesaat.’ Dharma harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat bertemu rintangan atau masalah, saya sungguh menderita dan sedih. Namun, setelah membaca beberapa buku, perlahan-lahan saya mulai mencerna isinya dan menyerapnya ke dalam hati,” lanjut Lin Chun-wei relawan Tzu Chi.

“Saya lalu berpikir, ‘Pantas saja Master terus berkata bahwa jika ada Dharma, pasti ada jalan keluar. Jika tidak ada Dharma, tidak ada jalan keluar.’ Kita harus terlebih dahulu memberi manfaat bagi diri sendiri, mengamati diri sendiri, dan melatih diri sendiri, bukan terus-menerus melihat dan menghakimi orang lain,” pungkasnya.


Saya merasa bahwa saat seseorang bergabung dengan Tzu Chi atas bimbingan orang lain, dia terlebih dahulu mengikuti orang itu. Dia akhirnya tersentuh dan merasa senang. Setelah dilantik, dia harus memikul tanggung jawab. Saat itu, saat menghadapi penderitaan, berhubung sudah dilantik, kita harus menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan menjadikan tekad Guru sebagai tekad sendiri.

Kita harus terjun ke tengah masyarakat demi semua makhluk yang menderita. Kita harus mendengarkan dengan sepenuh hati dan memahami kebutuhan mereka. Kemudian, kita berdiskusi dengan tim untuk mempertimbangkan bentuk bantuan yang sesuai.

Meski ada perbedaan pendapat, jika dapat bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong, semua yang kita lakukan sesuai dengan tujuan dan tidak akan menyimpang. Inilah yang saya katakan sebagai semangat untaian bacang.

Untaian bacang itu terdiri dari utas demi utas tali. Setiap tali itu adalah bagian dari sistem yang satu. Setiap utas tali itu mewakili anggota komite dan Tzu Cheng yang memiliki tanggung jawab untuk membuat orang-orang yang belum memahami Tzu Chi di masyarakat agar memahami Tzu Chi.

Di tengah masyarakat, banyak hal yang harus kita tangani. Ini dilambangkan dengan butiran beras yang berceceran. Kita harus menyatukan semuanya. Tanpa menggunakan cara yang tepat, butiran beras itu tidak akan dapat menyatu.


Jadi, kita harus menggunakan kekuatan yang dilambangkan oleh daun bambu. Daun bambu ini tidak serta-merta dapat digunakan. Daun bambu ini harus terlebih dahulu dicuci dan dibersihkan. Kita juga harus merendamnya dengan air panas agar daun itu menjadi lebih lunak. Kita juga harus menggunting dan merapikannya.

Dibutuhkan beberapa langkah untuk membuat bacang. Kita memasukkan beras dan isian ke dalam daun bambu. Kita juga harus memiliki keterampilan untuk melipat daun itu menjadi pembungkus yang berbentuk limas segitiga dengan empat sudut. Kita harus memiliki keterampilan itu.

Kemudian, beberapa utas tali disatukan untuk membentuk untaian yang memiliki simpul yang dapat digantungkan pada batang bambu. Bungkusan bacang dapat diikat dengan rapi di sana. Bukankah ini mengandung Dharma? Jadi, dalam mempelajari Dharma, hal yang benar ataupun yang salah tetap mengandung Dharma. Kita harus meneladan hal yang baik dan mengambil pelajaran dari hal yang tidak baik.

Di masa lalu, kegelapan batin dan ketamakan telah menutupi batin kita selapis demi selapis. Inilah yang disebut noda batin. Dengan adanya noda batin ini, saat mendengar suatu ucapan, meski ucapan itu adalah ucapan yang baik, tetapi kita dapat menafsirkannya sebagai sindiran. Saat orang lain memuji kita dengan berkata, "Kamu sungguh luar biasa," kita malah berkata, "Jangan menjatuhkan saya seperti itu." Ada orang yang seperti itu.

Sepatah ucapan yang baik, dengan persepsi yang berbeda, mereka artikan berbeda sebagai sesuatu yang melukai. Ini berarti diri sendirilah yang mencelakai diri sendiri, bukan orang lain yang mencelakai kita. Kita dapat membuat kehidupan ini menjadi sederhana. Jangan berpikir secara berlebihan dan jangan bersikap terlalu perhitungan.


Jadi, saya sering berkata kepada semua orang bahwa pada kehidupan kali ini, saya sungguh bersyukur kepada diri sendiri. Saya juga menyampaikan kepada diri saya sendiri bahwa pada kehidupan kali ini, saya tidak menyesal.

Saya juga memuji diri sendiri karena pada kehidupan ini, saya tidak bertikai dengan orang. Bagaimanapun perlakuan orang lain terhadap saya, saya tetap bersyukur dan berterima kasih. Barangkali ada hal yang belum saya lakukan dan orang itu mengingatkan saya. Mungkin ada hal yang belum saya lakukan dan dia terlebih dahulu mengingatkan saya agar saya lebih memperhatikan hal itu. Karena itu, saya selalu bersyukur. Dengan demikian, hati saya sangat tenteram dan damai. Saya pun dapat memikirkan lebih banyak hal.

Dahulu, saya sering lupa berapa usia saya. Belakangan ini, saat berjalan oleng sedikit, saya bergumam, "Saya sudah berusia 80 tahun lebih." Saat pikiran ini muncul, saya segera mengingatkan diri sendiri untuk menitipkan 50 tahun pada bank usia. Saya kemudian kembali berpikir, "Saya baru berusia 30-an tahun. Ini adalah usia produktif. Sekaranglah saatnya untuk melakukan banyak hal." Jadi, beginilah cara saya melapangkan hati.

Masih banyak hal yang harus kita temui. Jadi, kita harus belajar. Pada "usia tiga puluhan tahun" ini, sekaranglah saatnya bagi kita untuk menentukan arah kehidupan kita agar kita dapat melangkah dengan benar dan mantap. Dengan arah yang benar, barulah kita dapat menelusuri jalan ini. Inilah makna dari "berdiri mantap pada usia 30 tahun".    

Mengemban misi untuk melenyapkan penderitaan
Bersama-sama menjalankan kebajikan dengan satu hati
Mewujudkan semangat untaian bacang demi mewariskan Dharma
Senantiasa mempraktikkan hati Buddha dan tekad Guru

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 13 November 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 15 November 2021
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -