Ceramah Master Cheng Yen: Bersemangat dalam Ikrar dan Praktik
Entah dimulai dari kapan, kegelapan batin manusia terakumulasi perlahan-lahan. Karma kolektif juga terus terakumulasi selama ratusan atau ribuan tahun. Seiring berjalannya waktu, buah karma kolektif semakin dekat. Pada masa Buddha, Beliau mengatakan tentang dunia yang dipenuhi Lima Kekeruhan. Sebenarnya, lebih dari 2.000 tahun sudah berlalu sejak masa Buddha.
Kini kita melihat dan mengalami ketidakkekalan. Kita juga melihat bencana alam terus terjadi. Kita dapat terus merasakannya. Kita juga melihat di dunia ini, banyak pohon yang ditebangi dan tanah yang dirusak demi meningkatkan perekonomian. Demi kemajuan teknologi, laut tercemar dan hutan menjadi gundul. Pikirkanlah, bagaimana bumi tidak rusak?
Saya sering berkata bahwa semakin kita menginginkan kemudahan hidup dalam keseharian, perusakan bumi semakin parah. Dalam keseharian kita, bukankah di mana-mana kita selalu menikmati hasil perusakan bumi yang dilakukan pada masa lalu? Kemudahan hidup yang kita nikmati merupakan hasil dari perusakan bumi.
Bumi telah dirusak demi kenikmatan sesaat. Jika ini terus terjadi, akan menumbuhkan karma kolektif yang berujung pada bencana besar. Kebakaran hutan yang terjadi di Australia sudah berlangsung selama 4 bulan lebih dan masih terus berlangsung. Di sana, abu dan asap kebakaran sudah memengaruhi negara lain karena Bumi kita berotasi.
Akibat bumi yang terus berotasi, polusi dari langit yang tercemar juga dapat dirasakan oleh negara lain. Kapan abu dan asap tebal ini akan menipis? Ini sangatlah sulit.
Kita melihat banyak bencana akibat ketidakselarasan empat unsur di dunia. Di dunia ini, setiap orang dari kita harus meningkatkan kewaspadaan, mawas diri dan tulus, serta berdoa semoga dunia dapat tenteram dan bebas dari bencana. Ini semua bergantung pada kita semua.
Noda dan kegelapan batin harus senantiasa dilenyapkan dan kekuatan cinta kasih harus senantiasa disimpan dalam hati. Kita harus saling bersyukur dan mendoakan. Saya sering mendengar perkataan, “Semoga Master selalu berada di dunia.” Kenyataannya, hanya roda Dharma yang dapat selalu berada di dunia. Tanpa Dharma, kita hanya menjalani hidup di dunia.
Di dunia ini jika kita hidup hanya demi bertahan hidup, apa makna kehidupan kita? Kita hidup di dunia demi memutar roda Dharma. Seperti yang biasa saya katakan, bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja. Meski terdiri atas beberapa kata yang sama, tetapi kalimat dan maknanya berbeda jauh.
Saat bekerja untuk hidup, kita merasa tidak berdaya. Sebaliknya, saat hidup untuk bekerja, kita merasa antusias karena kita sendirilah yang bertekad untuk melakukan sesuatu dan memilih arah tujuan kita. Seseorang bertekad dan berikrar karena keinginannya sendiri. Demikianlah kita mendirikan tekad dan ikrar. Kita memilih arah tujuan kita sendiri sehingga kita bersumbangsih dengan antusias. Inilah nilai kehidupan.
Jika kita tidak memiliki pilihan dan terpaksa melakukan sesuatu yang tidak disukai demi bertahan hidup, kita akan merasa tidak berdaya. Jadi, saya sangat berharap setiap orang dapat berwelas asih dan membawa manfaat bagi orang lain serta senantiasa memutar roda Dharma. Ini karena Budhha datang ke dunia demi satu tujuan mulia, yakni mengajarkan praktik Bodhisatwa.
Praktik Bodhisatwa ialah terjun ke tengah masyarakat dengan welas asih dan membawa manfaat bagi orang lain. Inilah cara kita memutar roda Dharma. Semangat Bodhisatwa harus ada di dalam hati setiap orang. Untuk itu, dibutuhkan kesatuan arah tujuan dari semua orang untuk saling mengasihi dalam bersumbangsih. Inilah ajaran Buddha humanistik.
Bodhisatwa sekalian, saya ingin menyampaikan selamat kepada kalian yang telah mendirikan tekad dan ikrar agung. Berhubung telah memasuki pintu ajaran Buddha, kita harus mewariskan silsilah Dharma Jing Si. Ajaran Jing Si berarti memiliki pemikiran yang benar. Jing Si ialah samadhi atau keteguhan dan keheningan pikiran.
Sebenarnya, samadhi dipraktikkan aktivitas sehari-hari, seperti saat kita minum atau makan. Samadhi adalah melatih pikiran untuk mengarah pada pengetahuan benar, pandangan benar, tindakan benar, pola hidup benar, dan sebagainya. Jalan Mulia Beruas Delapan
adalah arah hidup kita. Dalam mempelajari ajaran Buddha, Buddha adalah Yang Mahasadar di Alam Semesta yang menuntun kita untuk berjalan di jalan yang benar.
Di jagat raya ini, bumi berputar pada orbitnya yang presisi dan tidak dapat menyimpang sedikit pun. Bumi harus berevolusi pada orbitnya dengan arah yang benar agar semua makhluk di atasnya bisa tenteram. Begitu juga dengan manusia. Di jagat raya yang luas ini, Bumi juga menaati hukumnya. Manusia juga harus menaati hukum atau prinsipnya serta menjalani kewajiban masing-masing.
Dengan menjaga ketetapan hati, barulah kita dapat memiliki arah yang sama. Saya harap setiap orang dapat mengikuti prinsip seperti ini. Dengan begitu, dunia dapat tenteram dan Bumi dapat berevolusi pada orbitnya dengan lancar.
Menjadikan bencana akibat perusakan bumi sebagai peringatan
Mengembangkan samadhi dan perhatian benar dalam aktivitas sehari-hari
Mendirikan tekad dan ikrar untuk terjun ke tengah masyarakat
Bersatu hati dalam Jalan Bodhisatwa dan memutar roda Dharma
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 Februari
2020
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina,
Stella
Ditayangkan tanggal 4 Februari 2020