Ceramah Master Cheng Yen: Bersikap Penuh Hormat dan Menjunjung Prinsip Kebenaran


Beberapa hari ini, saya melakukan telekonferensi dengan insan Tzu Chi dari berbagai negara. Di Singapura dan Malaysia, para relawan menjalankan misi pendidikan dan misi Tzu Chi lainnya secara menyeluruh. Mereka tidak pernah absen dari misi amal. Di Filipina, Thailand, dan Indonesia, sejak tahun lalu, para relawan kita terus menyiapkan paket sembako dan membagikannya ke daerah yang berbeda setiap bulan untuk warga yang terdampak Covid-19.

Ini terus dilakukan selama berbulan-bulan. Saat mencurahkan cinta kasih, mereka tetap mematuhi protokol kesehatan. Dengan hati penuh rasa hormat dan cinta kasih yang murni tanpa pamrih, mereka menampilkan tata krama lewat tindakan. Saat memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, mereka selalu penuh tata krama dan mematuhi protokol kesehatan.


Demikianlah para relawan kita mempraktikkan Dharma dan Sila. Meski harus bekerja keras di bawah terik matahari hingga bermandi peluh, para relawan kita tetap turun langsung untuk mengangkat barang bantuan. Mereka juga tetap menjaga jarak fisik. Setelah melangkah maju dan meletakkan barang bantuan, mereka pun mundur kembali demi menjaga jarak. Kemudian, mereka membungkukkan badan secara serentak kepada penerima bantuan.

Ini sungguh tidak mudah. Saya sungguh memuji mereka. Bersama cinta kasih yang indah, mereka bersumbangsih tanpa pamrih. Mereka telah menciptakan energi kebaikan dan keharmonisan di dunia ini.

Bukankah ini yang disebut bertobat? Bukankah ini yang disebut bersyukur?

Bertobat bukan sekadar ucapan, tetapi butuh tindakan nyata, yakni bersumbangsih tanpa pamrih dengan penuh cinta kasih dan tata krama. Dengan demikian, kita akan memiliki masyarakat dan dunia yang indah.

Saya berharap setiap orang dapat memetik pelajaran besar dari pandemi ini. Saya yakin orang-orang yang berdisiplin telah memetik pelajaran besar dari pandemi ini. Dahulu, batin mereka mungkin bagai kuda liar yang tidak terkendali. Namun, kini mereka telah menaklukkannya. Mereka mulai berdisiplin karena telah memetik pelajaran besar dari pandemi ini. Saya sangat gembira melihatnya.


Kita juga melihat Chile, karena letak geografisnya berada di belahan bumi Selatan, kini Chile berada pada musim dingin sehingga, cuaca di sana sangat dingin. Namun kondisi pandemi di sana juga sangat serius. Negara yang berbentuk panjang secara geografis ini membentang lebih dari empat ribu Kilometer dari Utara ke Selatan.

Negara ini (Chile) sangatlah panjang. Relawan di sana tidaklah banyak, sedangkan warga kurang mampu sangat banyak. Ditambah dengan musim dingin dan pandemi, insan Tzu Chi harus mengerahkan segenap hati dan tenaga untuk bersumbangsih.

Mereka sangat bekerja keras. Namun, para relawan kita tidak gentar dan telah bersumbangsih bertahun-tahun disana. Meski relawan di sana tidak banyak, tetapi selama bertahun-tahun mereka bersungguh hati mencurahkan perhatian dan bersumbangsih bagi orang yang menderita.

Memandang ke seluruh dunia, orang yang membutuhkan bantuan sangatlah banyak. Saat ini, marilah kita menenangkan pikiran, mengendalikan nafsu keinginan dan memikirkan berkah yang kita miliki di dunia ini. Kita yang dipenuhi berkah hendaklah bersumbangsih. Berdana bukan hanya hak orang berada. Di Mozambik, Afrika, para relawan kita juga bisa memahami ajaran saya (Ajaran Jing Si) lewat terjemahan. Orang kurang mampu juga ingin bersumbangsih semampu mereka.

Di Metichura ada banyak warga yang tidak punya tempat tidur dan harus tidur di atas tanah. Karena itu para relawan berkumpul disini untuk bersama-sama membuat tikar. Kemudian, kami akan mengantarkan tikar-tikar ini kepada warga kurang mampu di komunitas.  Bisa dilihat bahwa proses pembuatan tikar tidaklah mudah,” kata Stella, relawan Tzu Chi.

“Ada banyak warga lansia yang tidak punya uang untuk membeli tikar dan tidak bisa membuatnya sendiri. Karena itu saya mengajari anak-anak membuat tikar. Mereka juga mengajak teman-teman mereka untuk belajar bersama,” ungkap Fernando, relawan.

“Saya sudah bertahun-tahun bisa membuat tikar. Kali ini, saya berjalan kaki menempuh jarak yang sangat jauh dari rumah saya demi datang ke sini untuk membuat tikar bersama. Berhubung tikar-tikar ini akan diberikan kepada warga lansia, saya ingin turut berkontribusi,” ujar Zeca, relawan.

“Selembar tikar bisa digunakan untuk tiga orang. Kelak kami akan membuat lebih banyak tikar agar dapat menolong lebih banyak lansia dan keluarga kurang mampu,” tutur Manuel, relawan.



Inilah cinta kasih dan keyakinan batin. Mereka bisa berbagi dengan orang lain meski diri sendiri juga kekurangan. Kita mengajari mereka bertani dengan memanfaatkan lahan yang ada. Mereka berdisiplin dan sangat patuh.

Berhubung saya berkata bahwa kita harus menanggalkan alas kaki sebelum memasuki ladang pelatihan, maka merekapun melakukannya meski ladang pelatihan mereka hanyalah lahan kosong. Mereka menyusun alas kaki mereka dengan rapih sebelum memasuki ladang pelatihan yang Agung.

Demikianlah mereka mempraktikkan tata krama saat mempelajari Kata Renungan Jing Si. Mereka mendengarkan dengan sepenuh hati. Lihatlah, mereka duduk dengan tertib, tidak kalah dari kalian yang berada di sini. Ini merupakan pelajaran besar. Saya juga terinspirasi oleh mereka. Bagaimana bisa saya tidak menghormati dan menyayangi mereka? Saya sungguh menyayangi mereka. Dalam telekonfrensi beberapa hari ini, saya juga berkata bahwa saya menyayangi mereka dari lubuk hati saya.

Bodhisatwa sekalian, kita harus belajar menyayangi satu sama lain. Mereka memiliki tata krama, cinta kasih, dan kebajikan. Orang yang memiliki kebajikan, tata krama, dan cinta kasih adalah orang yang patut dihormati.

Jadi, mari kita lebih bersungguh hati setiap waktu. Mereka semua merupakan vegetaris. Lihatlah, dengan kesungguhan hati, lahan yang tadinya tidak bermanfaat dapat dimanfaatkan hingga memperoleh hasil panen yang berlimpah. Betapa menakjubkan dan bahagianya mereka. Mereka sungguh menggemaskan dan patut disayangi.

Bodhisatwa sekalian, terima kasih. Berhubung kita telah menapaki Jalan Bodhisatwa, maka orang-orang di belakang kita dapat terus mengikuti jejak langkah kita. Hal yang patut disyukuri sangatlah banyak. Saya mendoakan kalian semua. Mari kita lebih bersungguh hati.

Menampilkan tata krama lewat tindakan dan mematuhi aturan
Mendengar, meyakini, menyerap, dan mempraktikkan Dharma
Memetik pelajaran besar dari pandemi dan mengendalikan nafsu keinginan
Menaklukkan "kuda liar" dalam batin sendiri dan mewujudkan keharmonisan
 
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 1 Juli 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 3 Juli 2021
Tiga faktor utama untuk menyehatkan batin adalah: bersikap optimis, penuh pengertian, dan memiliki cinta kasih.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -