Ceramah Master Cheng Yen: Bersumbangsih sebagai Bodhisatwa dan Mempraktikkan Dharma
“Sekitar tahun 2015, kita mulai memperhatikan para pengungsi. Di Serbia, kita telah mencurahkan perhatian selama 7 hingga 8 tahun. Hingga kini, kita tetap menyediakan sarapan. Berhubung Serbia merupakan negara persinggahan, jumlah pengungsi di sana tidak menentu. Meski demikian, kita tetap menyediakan sarapan bagi pengungsi setiap hari. Di antara semua lembaga nonpemerintah di sana, hanya Tzu Chi yang terus-menerus memperhatikan para pengungsi yang datang dan pergi,” kata Chen Shu-wei relawan Tzu Chi Jerman.
“Saat musim dingin tiba, mereka membutuhkan pakaian musim dingin. Karena itu, kita juga menyediakan pakaian musim dingin dan selimut bagi mereka. Kita menjangkau para pengungsi secara berkala. Kita pun telah memiliki relawan lokal di sana. Jadi, saat menghadapi masalah, mereka akan menghubungi kami dan kami akan membimbing mereka,” lanjut Chen Shu-wei.
Tzu Chi memang tidak memandang perbedaan agama. Yang terpenting, kita harus membuat orang-orang tahu dan makin memahami Tzu Chi. Dengan demikian, kesempatan untuk menolong sesama mungkin akan makin banyak. Berbagilah tentang Tzu Chi dengan setiap orang yang ditemui. Berhubung kehidupan tidaklah kekal, kita hendaknya menggenggam setiap hari yang ada dan menjalin jodoh baik dengan orang-orang. Demikianlah kita menabur benih.
“Jalinan jodoh kita di Polandia berawal dari para pengungsi. Para relawan dan staf Tzu Chi Jerman dan Tzu Chi Amerika Serikat bekerja sama dengan harmonis sehingga dapat menjalankan misi Tzu Chi dengan sangat baik di Polandia kali ini. Tzu Chi memperoleh pengakuan dari orang-orang di sana. Berhubung hati para pengungsi masih tidak tenang, kami menggunakan berbagai cara untuk memperhatikan dan menenangkan hati mereka. Masa depan para pengungsi tidak menentu. Jadi, mencurahkan perhatian pada mereka memiliki tingkat kesulitan tertentu. Meski demikian, kita tetap berusaha untuk melakukannya dengan kesungguhan hati. Kini, kita menjangkau empat titik di Polandia, yaitu Lublin, Opole, Warsawa, dan Poznan. Kini, hanya di Polandia-lah kita memiliki status lembaga internasional nonpemerintah,” kata Chen Shu-wei relawan Tzu Chi Jerman.
Saat warga setempat melihat dan mengenal insan Tzu Chi, mereka akan mulai terinspirasi. Sumbangsih nyata kita membuat warga setempat terinspirasi untuk menapaki jalan yang sama. Jika tidak melangkah, kita tidak akan meninggalkan jejak. Kita hanya tahu sepanjang apa jalan ini, tetapi tidak pernah menapakinya.
Lihatlah kerajinan tangan di atas meja ini. Kedua kaki ini mengingatkan kita bahwa dengan tahu berpuas diri, kita akan senantiasa bahagia. Jika tidak menapaki jalan kebenaran, kita tidak akan tahu bahwa kita adalah orang yang dipenuhi berkah. Jika kaki kita tidak melangkah, tidak akan ada jejak yang tertinggal. Karena itu, Relawan sekalian, saat memiliki jalinan jodoh baik, kita harus berinteraksi dengan orang-orang dan bersumbangsih secara nyata. Tanpa interaksi dan sumbangsih nyata, berarti kita hanya menyandang nama insan Tzu Chi.
Sungguh, kita harus melakukan praktik nyata. Buddha juga mengajarkan demikian. Tanpa tindakan nyata, berarti kita hanya menyandang nama umat Buddha, tetapi tidak menyerap Dharma ataupun menjalin jodoh baik. Kita menabur benih, tetapi tidak menjalin jodoh baik. Kita mendengar Dharma, tetapi tidak menyerapnya. Jadi, mari kita menggenggam waktu dan jalinan jodoh.
“Kami para relawan di sini memohon Master untuk memberikan arahan pada kami. Dalam 30 tahun mendatang, bagaimana hendaknya kami berjalan dan bersumbangsih? Bolehkah Master kembali mendoakan kami?” kata Huang Qi-zhen relawan Tzu Chi Amerika Serikat.
Dalam 30 tahun mendatang, mulailah langkah kalian seperti yang kalian lakukan 30 tahun yang lalu. Mulailah langkah kalian dengan tekad dan motivasi yang sama seperti saat itu. Saat itu, jumlah relawan di sana tidaklah banyak. Kini, 30 tahun kemudian, meski perkembangannya tidak terlalu besar, tetapi benih-benih sekarang jauh lebih banyak daripada benih-benih dahulu. Jika relawan sekarang dapat memiliki tekad seperti relawan pada 30 tahun lalu dan menjalankan tekad, mereka dapat mengerahkan kekuatan puluhan kali lipat lebih besar.
Dahulu, para relawan kita sangat tekun, bersemangat, dan sungguh-sungguh. Kita bukan tekun dan sungguh-sungguh memohon berkah, melainkan menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita menapaki Jalan Bodhisatwa dengan cinta kasih berkesadaran. Kalian telah 30 tahun menjalankan Tzu Chi. Saat ini, kalian harus kembali pada tekad awal dan memulai segalanya dari awal. Dharma bersifat abadi. Dharma sejati hanya ada satu. Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Saya sering berkata demikian.
Buddha membabarkan Dharma pada lebih dari 2.000 tahun yang lalu. Saat itu, Buddha baru mencapai pencerahan. Buddha merasa bahwa untuk menolong orang-orang, Beliau harus membangkitkan jiwa kebijaksanaan mereka. Untuk membangkitkan kebijaksanaan orang-orang, Beliau harus berbagi kebenaran sejati dengan mereka. Karena itulah, Buddha membabarkan Dharma. Jadi, Buddha pun mulai membabarkan Dharma.
Seseorang paham atau tidak bergantung pada dirinya menerima Dharma atau tidak. Jika menerima Dharma yang dibabarkan oleh Buddha, dia akan memahami Dharma dan bersedia mempraktikkannya. Buddha berkata bahwa pada hakikatnya, hati, Buddha, dan semua makhluk tiada perbedaan. Buddha juga melatih diri dari tataran awam. Jika bersedia melatih diri, semua makhluk bisa mencapai kebuddhaan. Jadi, hakikat semua makhluk setara dengan Buddha. Hati, Buddha, dan semua makhluk tiada perbedaan.
Dharma sangatlah murni dan sederhana. Tabiat buruk diri sendirilah yang menjauhkan kita dari hakikat kebuddhaan. Sifat hakiki kita terus tercemar oleh selapis demi selapis kegelapan batin. Contohnya, saat mata saya memandang ke sana, jika saya menghalangi pandangan saya dengan kedua tangan atau salah satu tangan saya, saya tidak bisa melihat apa yang ada di sana. Tangan siapakah yang menghalangi pandangan kita? Diri sendiri. Sayalah yang menghalangi pandangan diri sendiri. Jadi, saya tidak bisa melihat layar di hadapan saya, hanya bisa melihat telapak tangan saya. Keduanya dilandasi oleh prinsip yang sama.
Buddha membabarkan Dharma dengan berbagai perumpamaan karena orang-orang tidak benar-benar mengerti. Kini, saya juga menggunakan perumpamaan yang sederhana dan jelas ini. Jadi, saya sangat berharap para insan Tzu Chi dapat membuka hati dan melapangkan hati hingga seluas alam semesta. Untuk memahami hal-hal yang terjadi di seluruh dunia, kita harus melakukan praktik nyata. Dengan demikian, barulah Tzu Chi bisa tersebar luas. Jadi, di Tzu Chi, kita selalu melakukan praktik nyata.
Insan Tzu Chi merupakan Bodhisatwa dunia. Dengan adanya orang yang menderita, barulah Bodhisatwa dunia dibutuhkan. Tanpa bencana dan penderitaan, Bodhisatwa dunia tidak dibutuhkan. Jadi, dalam menjalankan Tzu Chi, kita berharap dapat mengembangkan nilai kehidupan dengan menolong sesama. Inilah yang membuat kita disebut Bodhisatwa. Jika tidak, kita hanyalah makhluk awam.
Membawa manfaat bagi semua makhluk dengan cinta kasih yang tidak membeda-bedakan
Menggenggam jalinan jodoh untuk mempraktikkan Dharma
Membangkitkan tekad untuk mengatasi rintangan
Bersumbangsih sebagai Bodhisatwa dengan cinta kasih berkesadaran
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 11 Desember 2023
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 13 Desember 2023