Ceramah Master Cheng Yen: Bersumbangsih Tanpa Pamrih bagai Tabib Agung
“Kami bersumpah. Saat memasuki dunia medis, saya sungguh-sungguh berjanji untuk mendedikasikan diri guna melayani umat manusia; memberikan rasa hormat dan syukur kepada guru-guru saya; menekuni bidang medis dengan hati nurani dan martabat saya; menjadikan kesehatan pasien sebagai prioritas. Saya akan menghormati rahasia yang dipercayakan pada saya, bahkan setelah pasien meninggal dunia. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga kehormatan dan tradisi yang mulia dalam bidang medis,” tutur murid-murid kedokteran ketika mengucapkan sumpah dokter.
“Saya akan memperlakukan rekan kerja bagai saudara sendiri. Saya tidak akan membiarkan agama, kewarganegaraan, suku, politik, kedudukan sosial, dan lain-lain memengaruhi tanggung jawab saya terhadap pasien saya. Saya akan mempertahankan rasa hormat tertinggi terhadap kehidupan manusia dimulai dari janin. Meski di bawah ancaman, saya tidak akan menggunakan pengetahuan medis saya untuk melanggar prinsip kebenaran. Saya sungguh-sungguh mengucapkan sumpah ini dengan kehormatan saya sebagai jaminannya,” lanjut para murid.
Kita melihat sekelompok calon dokter. Insan Tzu Chi menyebutnya “Tabib Agung”. Empat tahun berlalu dengan cepat. Mereka akan bersiap-siap menjadi dokter magang dan mempelajari pengobatan klinis. Saudara sekalian, misi Tabib Agung bagaikan Buddha dan Bodhisatwa. Hati Buddha bagaikan hati orang tua. Makhluk yang telah mencapai pencerahan tertinggi disebut sebagai Buddha.
Buddha adalah makhluk berkesadaran. Banyak orang yang tidak tahu arah tujuan mereka, tetapi makhluk berkesadaran memahami kebenaran tentang lahir dan mati. Kalian, para calon dokter, paling sering berhadapan dengan kelahiran dan kematian. Melihat banyak murid kedokteran mengikuti kelas anatomi, saya sangat tersentuh.
Setiap kali mendengar tentang kelas anatomi yang menggunakan jasa Silent Mentor, saya merasa sangat tidak tega karena mereka merupakan murid saya yang baik. Mereka semua pernah bersumbangsih di Tzu Chi demi kepentingan masyarakat. Mereka bahkan mendonorkan tubuh mereka. Jadi, kalian harus bersungguh hati.
Silent Mentor pertama kita adalah Relawan Li He-zhen yang mengidap kanker. Dokter berkata bahwa waktunya hanya tersisa tiga bulan. Karena itu, dia ingin kembali ke Hualien. Selain agar bisa lebih dekat dengan saya, tujuan utamanya adalah mendonorkan tubuhnya. Betapa beraninya dirinya. Saya berkata pada seorang dosen di Universitas Tzu Chi, Jing Yuan, “Jing Yuan, kamu tahu bagaimana kondisi Relawan Li.”
“Aturlah agar murid-murid bisa berbincang-bincang dengannya selagi dia bisa berbicara.”
“Meski dia ingin menjadi Silent Mentor, tetapi kini dia masih bisa berbincang-bincang dengan murid-murid.”
Jadi, Jing Yuan mengatur pertemuan mereka. Relawan Li dikelilingi oleh murid-murid dan berbincang-bincang dengan mereka. Pada murid-murid angkatan pertama Universitas Tzu Chi, dia berkata, “Kalian boleh menyayat tubuh saya ribuan hingga puluhan ribu kali, tetapi jangan sekali pun kalian salah menyayat tubuh pasien.”
Dia mengembangkan nilai hidupnya dengan mendonorkan tubuhnya. Dia merupakan Silent Mentor pertama kita. Dia berbincang-bincang dengan murid-murid dengan tulus. Relawan Li dapat menghadapi kelahiran dan kematian dengan tenang karena telah memahami ajaran Buddha dan tahu bahwa setiap orang akan mengalami fase lahir, tua, sakit, dan akhirnya mati.
Saudara sekalian, berhubung akan menjadi dokter, kalian mungkin akan menyambut kelahiran seorang bayi atau merawat pasien yang sudah lansia. Namun, tidak semua pasien adalah lansia. Setiap orang bisa jatuh sakit atau terluka. Siapa pun pasien kalian, kalian harus menghormati kehidupan.
Kini, saya memiliki seorang murid lansia yang telah berusia 102 tahun. Dia merupakan anggota TIMA. Kini tubuhnya masih sangat sehat dan dia juga berpartisipasi dalam baksos. Dia sangat menghormati kehidupan. Dia berkata, “Saya sangat menghargai pengalaman saya selama 70 tahun lebih ini.”
“Saya akan menggunakan pengalaman saya untuk membawa manfaat bagi orang-orang.”
Calon dokter sekalian, dia merupakan teladan bagi kalian. Dia menjalani hidupnya dengan berani serta merupakan dokter yang baik dan menghormati kehidupan. Saudara sekalian, saya sungguh-sungguh memberi tahu kalian bahwa yang terpenting adalah menghormati kehidupan. Saya juga mengucapkan selamat kepada para orang tua murid. Anak-anak kalian telah tumbuh dewasa. Yang menjadi arah tujuan mereka adalah bidang medis.
Saya sangat bersyukur kepada para dosen, profesor, dan rektor kita yang membangun tradisi sekolah dengan baik. Para profesor kita juga mendedikasikan diri dengan segenap hati dan tenaga. Saya juga bersyukur kepada Ibu dan Ayah Tzu Chi. Mereka merupakan insan Tzu Chi yang mengasihi murid-murid dengan tulus. Mereka merupakan anggota Asosiasi Ayah Ibu Yi De.
Para Ayah dan Ibu Tzu Chi mengasihi murid-murid kita dengan tulus. Intinya, kita semua berharap kelak murid-murid kita dapat menghormati dan menyelamatkan kehidupan. Saat menghadapi penderitaan akibat lahir, tua, sakit, dan mati, kalian harus memegang teguh prinsip ini. Ini merupakan misi kalian.
Kalian bertekad untuk menjadi dokter di masa mendatang demi menyelamatkan kehidupan. Sebagai dokter, kalian akan sering melihat fase lahir, tua, sakit, dan mati. Menghadapi pasien dalam fase apa pun, kalian harus menghormatinya dan bersumbangsih dengan cinta kasih. Semoga kalian semua dapat mengasihi dan melindungi semua makhluk dengan hati Buddha serta memperhatikan dan mendampingi mereka dengan hati Bodhisattva.
Untuk itu, kalian harus terjun ke tengah masyarakat. Inilah harapan terbesar saya hari ini. Saya bersyukur kepada para orang tua yang mengantarkan anak mereka ke Hualien untuk menuntaskan pendidikan. Tentu saja, saya juga berharap mereka dapat dilatih dengan baik di RS Tzu Chi sebelum menjalankan praktik medis di luar. Para kakak kelas mereka kini telah memperoleh pencapaian gemilang di bidang medis. Saya bersyukur pada orang tua murid, profesor, dosen, serta Ayah dan Ibu Tzu Chi. Saya bersyukur pada semuanya. Saya bersyukur dan mendoakan kalian semua.
Saat menggunakan stetoskop, kalian harus mendengar dengan teliti dan mendiagnosis dengan tepat. Ini merupakan tanggung jawab besar. Saya menggantungkan stetoskop di leher kalian dan menepuk pundak kalian dengan ringan dengan harapan kalian dapat memikul tanggung jawab atas semua makhluk. Inilah harapan saya terhadap kalian.
Mendonorkan tubuh menjadi Silent Mentor dengan berani dan tulus
Bersumbangsih tanpa pamrih bagai Tabib Agung
Menjadikan dokter senior sebagai teladan untuk menumbuhkan cinta kasih
Menjadi Bodhisattva di tengah masyarakat untuk melindungi semua makhluk
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 19 Oktober 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 21 Oktober 2018
Editor: Stefanny Doddy