Ceramah Master Cheng Yen: Bertindak secara Nyata untuk Menghalau Bencana
“Saya tinggal di dekat sini dan pernah menerima bantuan dari Tzu Chi. Kini jam operasi semua toko dibatasi. Semua orang mengalami kesulitan. Saya ingin berterima kasih sekali lagi atas bantuan Tzu Chi bagi Paraiso,” kata Manoel relawan komunitas.
“Saya adalah relawan dari Itapevi. Saya datang meminta bantuan Tzu Chi karena kami membutuhkan masker dan sarung tangan. Saya datang ke sini karena saya tahu bahwa di saat seperti ini, hanya Tzu Chi yang bisa memberikan bantuan,” kata Maria relawan komunitas.
“Ada warga keturunan Tionghoa yang menyumbangkan keranjang makanan. Kita memberikannya kepada warga kurang mampu di komunitas agar selama COVID-19 mewabah, kondisi mereka tidak semakin buruk karena kelaparan,” kata Chen Shou-yong Ketua Kantor Penghubung Tzu Chi Brasil
Bodhisatwa dunia menjalankan misi amal selangkah demi selangkah dengan mantap. Meski Brasil sangat jauh dari Taiwan, tetapi para relawan di sana juga menjalankan misi dengan kesatuan hati dan tekad. Mereka tidak menyimpang sedikit pun. Contohnya di Ciudad del Este, Paraguay.
Akibat wabah COVID-19, orang-orang di sana juga harus berdiam di rumah dan menjaga jarak fisik. Pada saat seperti ini, warga kurang mampu dan lansia sebatang kara sungguh sangat membutuhkan bantuan. Insan Tzu Chi tetap tidak berhenti untuk bersumbangsih.
“Saya berterima kasih kepada Tzu Chi atas bahan masakan yang diberikan pada kami. Kami akan bersiteguh membuka dapur umum dan menjangkau setiap keluarga kurang mampu. Sekali lagi, terima kasih atas bantuan kalian,” kata Antonia pengurus dapur umum gereja.
“Makanan ini datang pada waktu yang tepat. Saya sangat berterima kasih kepada relawan Tzu Chi. Saya mewakili komunitas untuk mengucapkan jutaan terima kasih pada kalian,” kata salah seorang warga.
Saat mereka tidak berdaya, insan Tzu Chi datang pada waktu yang tepat untuk memberikan bantuan yang sangat mereka butuhkan. Mereka sangat bersyukur dan tersentuh. Saya juga sangat tersentuh melihatnya.
Semua insan Tzu Chi bersumbangsih dengan kesungguhan hati dan cinta kasih yang sama. Mereka memberikan bantuan tanpa memandang perbedaan agama. Para biarawati juga membutuhkan bantuan.
Saya pernah memberi tahu relawan kita bahwa saat ini, setiap orang merasa takut dan khawatir. Di saat seperti ini, orang-orang membutuhkan sandaran batin. Para pemuka agama, seperti biarawati, pendeta, dan pastor, dapat menenangkan hati para umat. Jadi, dokter mengobati penyakit fisik, sedangkan pemuka agama menenteramkan batin orang-orang. Jadi, kita harus memprioritaskan pemuka agama yang dapat menenangkan hati para umat.
Saya berkata pada staf divisi kerohanian kita bahwa kita harus memiliki prioritas. Berhubung barang bantuan kita terbatas, kita harus memprioritaskan yang lebih membutuhkan. Inilah yang harus kita lakukan kali ini.
Perebakan wabah COVID-19 berkaitan erat dengan kebersihan lingkungan. Jadi, kelestarian dan kebersihan lingkungan sangatlah penting. Satu-satunya cara untuk mengakhiri wabah ini ialah bervegetaris. Kita harus melakukannya. Kita bukan hanya harus mengasihi diri sendiri, tetapi juga harus mengasihi hewan, tumbuhan, gunung, sungai, dan bumi.
Kita terus mengimbau orang-orang untuk tidak menernakkan hewan lagi. Biarkan mereka hidup dan mati secara alami. Karena kekuatan karma, mereka terlahir di alam binatang. Ini tidak bisa diubah. Janganlah kita mengganggu kehidupan mereka. Hewan memiliki habibat sendiri. Di tubuh mereka terdapat bakteri. Begitu pula dengan tubuh manusia. Jadi, kita hendaknya tidak mengganggu kehidupan hewan. Jika tidak, bakteri di tubuh hewan bisa menempel pada manusia. Jika kita tidak mengganggu kehidupan hewan, hidup kita juga akan damai dan aman.
Di gunung terdapat hutan dan pohon. Kita menikmati manfaat dari lingkungan seperti ini. Saat turun hujan, pohon akan menyerap air hujan, baik daun, dahan, batang, maupun akarnya. Akar pohon melindungi tanah dan menjaga ketersediaan air yang mengalir ke dataran rendah sehingga orang-orang dapat hidup tenteram dan menikmati sumber daya air yang berlimpah. Namun, kini di berbagai wilayah, hujan tidak turun dan pohon-pohon ditebang. Bumi telah mengalami kerusakan. Bukankah ini karena aktivitas manusia?
Singkat kata, pola hidup manusia yang buruk dan pikiran manusia yang bergejolak telah menjangkau para makhluk langit. Karena itulah, kita harus bertobat kepada langit. Karma buruk yang diciptakan oleh manusia di bumi telah menjangkau para makhluk langit. Jadi, kita sungguh harus bertobat kepada langit. Berhubung langit diselimuti udara yang tercemar, maka hujan tidak turun pada waktunya dan terbentuk banyak topan. Sungguh, unsur alam sudah tidak selaras.
Selain itu, karena kekeringan, gesekan antara tanaman yang kering menimbulkan kebakaran hutan yang luas. Semua ini merupakan bencana alam yang terjadi akibat kekuatan karma buruk umat manusia. Karena itulah, kita menyebutnya karma buruk kolektif semua makhluk.
Bencana yang terjadi semakin banyak. Untuk menghalau bencana, kita harus menunjukkan ketulusan kita dengan mengasihi sesama manusia, hewan, dan bumi. Kita harus mengasihi semuanya. Kita harus melakukannya secara nyata.
Bodhisatwa sekalian, saya terus berusaha untuk mendedikasikan diri dan kehidupan saya. Berapa pun tenaga yang saya miliki, sebanyak itulah yang saya kerahkan. Semoga kalian bisa melakukan hal yang sama. Asalkan masih ada waktu dan kekuatan, kita harus bersama-sama bertekad dan berikrar untuk menggalakkan vegetarisme dan menginspirasi cinta kasih orang-orang. Ini harus kita lakukan sekarang tanpa ditunda. Mari kita lebih bersungguh hati.
Dengan
cinta kasih dan welas asih menolong orang-orang yang menderita
Menghalau
bencana dengan tulus bervegetaris
Berikrar
mendedikasikan diri dan kehidupan
Mengasihi semua makhluk dan alam semesta
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 08 Mei 2020