Ceramah Master Cheng Yen: Berwelas Asih terhadap Penderitaan di Jalan Bodhisatwa

“Ibu dan ibu mertua saya sangat baik. Mereka sangat gemar membantu orang lain. Saya mendapat didikan dan pengaruh dari mereka. Saya juga berusaha mengerahkan sedikit kekuatan untuk membantu orang yang kesulitan. Namun, saat itu saya tidak begitu berada. Saya harus berhemat. Kadang, saat ada orang yang hendak mengubah pakaian lengan panjang menjadi lengan pendek, saya mengambil kain sisanya untuk membuat sarung tangan dan masker,” kata Xu Li Xue-xiang, relawan Tzu Chi.

“Topi yang putri saya pakai saat melakukan daur ulang juga sudah berusia empat sampai lima puluh tahun. Saya berhemat sedikit demi sedikit untuk berdana. Mencari uang adalah minat saya; berdana adalah kebahagiaan saya,” tambah Xu Li Xue-xiang.

Kita melihat seorang relawan di Kaohsiung. Dia menabung sedikit demi sedikit. Dia juga harus susah payah membesarkan anaknya dengan mengandalkan kedua tangannya untuk membuat pakaian. Kini anaknya telah berkeluarga dan berkarier. Namun, dia sendiri tidak beristirahat.

Lihatlah, dia menabung sedikit demi sedikit. Dia juga telah menyumbangkan tiga Komisaris Kehormatan (3 x Rp500 juta).

“Dahulu, saya mencari uang untuk membesarkan anak,” kata Xu Li Xue-xiang.


Kini mereka sudah memiliki penghasilan tetap. Pekerjaan mereka juga cukup baik. Anak-anak juga sangat baik. Kehidupan mereka tidak ada masalah.

“Saya masih bisa bekerja untuk menghasilkan uang. Di usia 70-an tahun ini, saya masih membuat pakaian. Uang yang dihasilkan saya gunakan untuk berdana. Master berkata butiran beras bisa memenuhi lumbung; tetesan air bisa membentuk sungai. Saya menabung sedikit demi sedikit untuk membantu orang lain,” sambung Xu Li Xue-xiang.

Bodhisatwa dunia seperti ini sangat bahagia. Dia sibuk, tetapi bahagia. Dia bersumbangsih tanpa beban. Inilah batin yang damai dan bebas. Tubuh dan batinnya sangat damai tanpa beban. Kita tentu ingin menjadi seperti dirinya. Dalam keluarga besar Tzu Chi, dia sangat leluasa dan bisa melakukan yang ingin dia lakukan untuk membawa manfaat bagi semua makhluk.

Kehidupan kita mungkin tidak berkelimpahan, tetapi kita sangat tenang dan damai. Dapat senantiasa tenang dan damai merupakan kehidupan yang paling beruntung. Namun, seperti yang Buddha katakan, dunia penuh penderitaan. Penderitaan ini berasal dari ketidakselarasan batin manusia.

Penderitaan juga disebabkan oleh kondisi alam yang juga semakin kehilangan keselarasan. Ketidakselarasan alam disebabkan oleh akumulasi dari berbagai aktivitas manusia selama puluhan atau ratusan tahun. Selama seratus atau puluhan tahun belakangan ini, perusakan alam semakin cepat. Kita dapat merasakan kondisi ini.


Saat kita masih kecil, kerap terjadi ketidakstabilan di masyarakat serta kekurangan pangan atau barang kebutuhan. Selama puluhan tahun belakangan ini, kedamaian masyarakat membuat kehidupan stabil dan orang-orang dapat hidup berkecukupan. Kita pun lupa kondisi tidak stabil yang pernah dialami. Kita lupa rasanya kekurangan barang kebutuhan sehingga harus bergantung pada bantuan dari luar. Kita sudah melupakannya atau tidak mengetahuinya.

Kini warga masyarakat sangat konsumtif dan mudah membuang barang. Banyak orang yang selalu melihat ke atas dan sedikit yang mau melihat ke bawah atau memperhatikan orang-orang yang kurang mampu. Jika memandang lebih luas, kita mungkin dapat melihat orang-orang yang hidup bergantung dari sampah. Kita harus menempatkan diri pada posisi mereka.

Setiap kali melihat kondisi orang-orang yang tinggal di rumah yang kumuh seperti itu, saya selalu berpikir andaikan itu adalah saya, bagaimana saya bertahan hidup? Kita harus menempatkan diri pada posisi mereka. Di gang yang padat penduduk, ada lansia yang hidup sebatang kara dan sakit. Mereka hidup dikelilingi oleh sampah. Lingkungannya berjamur dan kotor. Jika itu adalah diri kita, bagaimana kita bertahan?

Jadi, melihat insan Tzu Chi, saya merasa kagum. Setiap orang bersedia masuk ke barisan Bodhisatwa untuk menghampiri orang-orang yang menderita. Mereka tidak takut kotor dan tidak takut kotoran. Mereka bahkan merangkul dan mengasihi orang-orang itu. Para relawan ini sungguh dapat merekatkan jarak antarmanusia.


Mereka juga turut merasakan penderitaan orang-orang yang kurang mampu sehingga berusaha mengubah lingkungan yang kumuh menjadi lingkungan yang diri sendiri dambakan. Mereka melenyapkan penderitaan dan membuat orang-orang hidup lebih damai.

Demikianlah insan Tzu Chi bersumbangsih dengan sukarela. Cinta kasih di dunia seperti ini bebas dari konsep pemberi, penerima, dan sesuatu yang diberi. Mereka bebas dari keakuan. Setinggi apa pun kedudukan mereka dan sebesar apa pun nama mereka, mereka mampu melepaskan semuanya. Tanpa melekat pada konsep pemberi dan penerima, mereka tidak membeda-bedakan orang yang dibantu, juga tidak menghiraukan apakah lingkungan yang mereka datangi berbau tak sedap atau kotor.

Mereka tidak membeda-bedakan. Saat memasuki lingkungan yang kotor, mereka menyingsingkan lengan baju dan membersihkannya bagaikan rumah sendiri sehingga menjadi bersih seperti yang didambakan oleh diri sendiri. Para relawan mengasihi sesama seperti diri sendiri dan turut berempati terhadap penderitaan orang lain. Inilah Bodhisatwa yang sesungguhnya.

Melihat orang lain menderita, mereka turut prihatin dan bertekad untuk menolong sehingga penerima bantuan dapat merasakan perasaan bahagia yang sama dengan mereka. Inilah empati dan welas asih. Inilah  Bodhisatwa dunia.

Manusia cenderung mengejar kenikmatan di masa damai
Tidak melupakan masa-masa sulit dan penuh penderitaan
Bersumbangsih tanpa keakuan atas dasar welas asih
Giat berhemat demi bersumbangsih bagi semua makhluk

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 9 Juni 2020           
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 11 Juni 2020
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -