Ceramah Master Cheng Yen: Bodhisatwa Membawa Harapan dan Berkah

Kita melihat sekelompok insan Tzu Chi Malaysia kembali ke Griya Jing Si dari Myanmar untuk memberikan laporan tentang misi yang telah mereka jalankan di Myanmar dalam empat kali perjalanan ke sana sejak bulan Mei. Setelah mendengarnya, saya memuji mereka dari lubuk hati saya. Setiap jejak langkah Bodhisatwa membawa harapan bagi orang-orang. Mereka menjangkau orang-orang di kawasan kumuh yang hidup dalam penderitaan yang tidak bisa kita bayangkan.

Karena adanya jalinan jodoh, mereka bisa mengetahui hal ini. Mereka terlebih dahulu melaporkan hal ini. Setelah mendapat dukungan dari saya, mereka pun menjalankan misi dengan penuh keyakinan. Mereka segera melakukan persiapan dan kembali pergi ke Myanmar. Mereka menjalankannya selangkah demi selangkah.

Saat tiba di Myanmar, mereka berusaha untuk mencari informasi yang lengkap. Mereka juga melakukan sedikit perbaikan. Meski demikian, kondisi tempat tinggal para penghuni tetap memprihatinkan. Agar kondisi tempat tinggal para penghuni dapat diperbaiki dalam waktu singkat, relawan kita mendirikan rumah rakitan sementara. Meski sederhana, tetapi kebersihan terjaga.


Kedua, mereka juga segera melakukan pemeriksaan tuberkulosis. Mereka memeriksa pasien satu per satu untuk memastikan ada yang terkena tuberkulosis yang tingkat menularnya tinggi atau tidak. Mereka harus memeriksa semuanya dengan cepat.

“Penghuni yang jatuh sakit tinggal di sini. Secara keseluruhan, ada lebih dari seribu orang. Di sebagian kamar pasien, pasien tuberkulosis dan pasien AIDS ditempatkan dalam satu kamar. Penghuni di sini terlalu banyak dan mereka berpindah ke mana-mana. Kita telah menyiapkan rencana pengobatan. Pertama-tama, kita harus mengendalikan penyakit menular,” tutur dr. Chen Ji-min, anggota TIMA.

“Daya tahan pasien yang terjangkit virus HIV sangat rendah. Salah satu yang berbahaya bagi mereka adalah tuberkulosis. Dengan bangunan yang ada sekarang, kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga jarak di antara kedua kelompok pasien ini,” terang dr. Yeh Ri-yi, Kepala departemen kedokteran keluarga Pusat Medis Tzu Chi Hualien.

Mereka perlu memperbaiki kondisi tempat tinggal, melakukan pemeriksaan, dan berbagai tugas lainnya. Saya memberi tahu mereka bahwa meski hidup pasien hanya tinggal sehari, kita juga harus mengerahkan segenap hati dan tenaga agar mereka bisa melihat surga di dunia. Meski hidup pasien hanya tinggal sehari, kita juga harus memberi mereka kesempatan untuk melihat cahaya terakhir dalam hidup mereka.


Kali ini, mereka melaporkan bahwa mereka telah memperbaiki kondisi tempat tinggal di sana dan mendirikan rumah rakitan sementara. Mereka memandikan seorang pasien dan membantunya pindah ke rumah rakitan yang cemerlang dan baru. Di sana, dia berbaring di atas ranjang dengan tubuh yang bersih dan lingkungan yang bebas debu. Dia sangat gembira dan bersyukur. Dalam hidupnya, dia tidak pernah mendapat perhatian seperti itu dan tidak pernah hidup di lingkungan yang begitu bersih. Karena itu, dia sangat gembira.

Keesokan harinya, pasien tersebut meninggal dunia. Saya sungguh tersentuh mendengar laporan mereka kali ini. Apa yang saya katakan pada mereka pada bulan Mei telah mereka wujudkan pada bulan Agustus. Meski hidupnya hanya tinggal sehari, mereka juga bisa memperlihatkan cahaya surgawi padanya. Karena itu, saya memuji mereka, “Kalian sungguh telah menggenggam waktu dan tidak menyia-nyiakan satu hari pun.” Saya sungguh sangat tersentuh dan bersyukur.

Dalam laporan kali ini, mereka membahas tentang pembangunan fasilitas medis permanen yang dilengkapi dengan dokter dan perawat. Kita berharap pemerintah dan warga setempat dapat turut berpartisipasi. Tentu saja, kita berharap dapat menciptakan lingkungan yang bersih dan cemerlang. Ini membutuhkan waktu yang sangat lama.

Bisakah tujuan kita tercapai? Bisakah semuanya berjalan sesuai rencana? Apakah para Bodhisatwa ini memiliki tekad yang teguh? Bisakah para relawan kita bersumbangsih dengan hati yang polos dan sukarela? Bisakah kita membimbing para penghuni di sana? Setiap jejak langkah Bodhisatwa hendaknya membawa harapan bagi orang-orang. Bisakah jejak langkah para relawan kita mengubah kekeruhan menjadi kemurnian? Bisakah para relawan kita menuntaskan misi seperti yang direncanakan setiap kali pergi ke sana? Bisakah para relawan kita menjangkau orang-orang yang menderita sekaligus melenyapkan penderitaan mereka? Ini bergantung pada sikap kita dalam mendengar Dharma.


Setelah mendengar dan menyerap Dharma ke dalam hati, kita harus mempraktikkannya lewat Enam Paramita. Setelah mendengar dan menyerap Dharma, kita harus mempraktikkannya secara nyata. Jangan hanya mendengar Dharma demi kepentingan pribadi. Kita harus terjun ke tengah masyarakat. Selain itu, saat terjun ke tengah masyarakat, apakah kita sungguh-sungguh bersumbangsih tanpa kerisauan, tanpa pamrih, tanpa kemelekatan, dan tanpa memikirkan kepentingan pribadi demi ketenteraman dan kebahagiaan semua makhluk? Bisakah kita melakukannya?

Untuk mempraktikkan Enam Paramita, kita harus rela bersumbangsih dengan segenap hati dan tenaga serta terus melangkah maju dengan keteguhan tekad. Bisakah kita melakukannya? Dengan ketekunan, semangat, dan sila, bisakah kita terjun ke tengah masyarakat tanpa terpengaruh oleh berbagai godaan duniawi? Apakah kita memiliki konsentrasi seperti itu? Dengan mempraktikkan Enam Paramita, berarti kita menapaki Jalan Bodhisatwa yang sesungguhnya.

Bersumbangsih tanpa henti dengan tekad Guru

Melenyapkan penderitaan tepat waktu sehingga orang-orang bisa melihat harapan

Jejak langkah Bodhisatwa mengubah kekeruhan menjadi kemurnian

Mendengar dan menyerap Dharma serta mempraktikkan Enam Paramita

 

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 29 September 2018

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina

Ditayangkan tanggal 1 Oktober 2018

Editor: Khusnul Kotimah

Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -