Ceramah Master Cheng Yen: Cahaya Kehidupan Menyinari Dunia
“Kita bisa memiliki makanan, pakaian, dan tempat tinggal berkat dedikasi masyarakat. Masyarakat telah membantu kita. Karena itu, kita berutang pada masyarakat. Bagaimana kita membalas kebaikan masyarakat? Anak cucu yang baik tidak membutuhkan uang kita. Jika kita memberi anak cucu kita uang, mereka mungkin akan semakin sukses, juga mungkin menjadi malas. Jika anak cucu kita tidak baik, semakin tidak boleh diberi uang karena mereka mungkin akan menghamburkannya. Saya berharap mereka dapat berbuat baik. Jika ada yang membutuhkan, kita harus memberi bantuan. Uang tidak menjadi masalah,” suara Eka Tjipta Widjaja, Pengusaha Indonesia.
Bapak Eka Tjipta Widjaja di Indonesia adalah orang kaya yang murah hati dan bajik. Beliau adalah orang yang kaya materi sekaligus kaya batin. Saya menerima kabar bahwa pada malam tanggal 26 Januari, beliau telah meninggal dunia pada usia 97 tahun. Kehidupannya sungguh berwarna dan bermakna. Selain itu, yang mengagumkan ialah beliau mengajari anak-anaknya dengan pandangan yang benar. Terlebih, beliau berpegang pada prinsip membawa manfaat bagi orang banyak lewat perusahaannya, bukan mengejar keuntungan pribadi atau hanya mengembangkan bisnisnya. Beliau menjalankan bisnisnya dengan prinsip membawa manfaat bagi masyarakat. Beliau memanfaatkan bisnisnya untuk melakukan kebaikan di dunia. Harapan terbesar beliau ialah anak-anaknya dapat mewarisi prinsip ini.
Pada tahun 1998, terjadi kerusuhan di Indonesia. Beliau bertanya pada saya apa yang harus beliau lakukan. Saya berkata bahwa hanya cinta kasih yang bisa melenyapkan bencana dan menyembuhkan orang-orang dari trauma. Jadi, beliau mulai mengajak orang-orang untuk mencurahkan cinta kasih. Beliau bukan hanya mengajak karyawannya untuk menolong orang yang menderita dan memperhatikan kehidupan masyarakat, tetapi juga menginspirasi pengusaha lain dengan berbagi tentang misi amal Tzu Chi. Beliau berbagi dengan pengusaha setempat tentang bagaimana Tzu Chi bersumbangsih bagi masyarakat.
Pada tahun 2002, Jakarta dilanda banjir besar. Saya meminta Bapak Eka Tjipta Widjaja dan beberapa relawan lainnya kembali ke Hualien. Saya memintanya untuk turut memberikan bantuan bencana. Pertama-tama, Kali Angke harus dibersihkan. Saya berharap beliau dapat terjun secara langsung. Beliau pun setuju. Mengenang saat itu, kontribusi Bapak Eka Tjipta Widjaja bagi Indonesia sungguh sangat besar. Dalam hati saya, beliau adalah senior yang sangat saya hormati. Beliau juga sangat mengasihi dan mendukung saya. Apa pun yang saya katakan, beliau selalu merasa bahwa itu bisa dilakukan dan harus dilakukan secara nyata. Beliau dan para relawan Tzu Chi selalu bekerja sama dengan harmonis.
Putranya, Franky Oesman Widjaja, pun telah bergabung dengan Tzu Chi dan menginspirasi lebih dari sejuta donatur. Selain menyediakan mata pencaharian bagi karyawan, Bapak Franky Oesman Widjaja juga membimbing mereka ke arah yang bajik. Inilah prinsip yang ayahnya ajarkan padanya. Uang yang dihasilkan harus digunakan untuk berbuat baik. Mereka berdua mendatangkan perubahan besar bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pada hari yang sama, seorang relawan di Afrika, Lü Wei, juga meninggal dunia. Dia juga merupakan murid saya yang hatinya sangat dekat dengan saya. Meski tidak bisa bergerak dengan leluasa, tetapi setiap kali ada kegiatan, dia selalu berpartisipasi. Meski sedang sakit dan tidak bisa berjalan dengan mantap, dia tetap mendedikasikan diri. Suatu kali, dia terjatuh dan semua orang sangat khawatir. Namun, dia sangat optimistis. Dia segera bangun dan berlari untuk menenangkan semua orang. Dia adalah seorang Bodhisatwa yang bersiteguh melakukan kebajikan dan menjadikan diri sendiri sebagai teladan. Di wilayah yang kekurangan itu, dia bertekad dan berikrar untuk menabur benih kebajikan.
“Kami mengasihi Master dan Master juga mengasihi kami. Di Afrika, kami mengasihi orang-orang yang Master kasihi,” kata relawan Tzu Chi Afrika.
Dia sungguh merupakan penyelamat di tengah masyarakat. Dia terus memikirkan saya. Terakhir kali, dia bermimpi bahwa saya memakaikan sebuah tasbih padanya. Saat dia melakukan kunjungan lintas negara untuk menyalurkan bantuan bencana dan memberikan bimbingan, tasbihnya hilang. Saat dia sedang sakit parah, dia bermimpi bahwa saya memakaikan tasbih padanya. Dengan penuh sukacita, dia terbangun dan kembali dipenuhi kekuatan. Setelah bersumbangsih beberapa hari, dia meninggal dunia dengan tenang. Dia mendedikasikan diri untuk menjadi penyelamat dalam kehidupan orang lain. Dengan penuh cinta kasih, dia menjadi penyelamat di tengah masyarakat.
Saya kembali kehilangan satu murid yang baik. Saya sungguh merasa sangat tidak rela, tetapi demikianlah hukum alam. Kita tidak bisa melawan hukum alam. Bapak Eka Tjipta Widjaja adalah orang kaya yang penuh berkah. Beliau dipenuhi berkah dan kekayaan serta panjang umur. Saya sungguh menghormati dan mengasihi beliau. Di wilayah yang kekurangan, Lü Wei yang merupakan orang biasa juga bisa melakukan kunjungan lintas negara serta dihormati dan dikasihi oleh semua orang. Meski baru berusia 60-an tahun, tetapi saat ajalnya tiba, dia hanya bisa mengikuti hukum alam.
Hidup ini tidaklah kekal. Tak peduli panjang atau pendek usia kita, selama kita memiliki arah yang benar, maka saat ajal kita tiba, kita bisa menerimanya dengan damai. Cahaya kehidupan mereka menyinari dunia. Sebatang lilin yang menyala dapat menyinari satu ruangan, bahkan bisa menyalakan lilin-lilin lainnya. Demikianlah kehidupan yang bermakna.
Mengenang senior yang kaya materi sekaligus murah hati dan bajik
Menjadi batu karang yang melindungi umat manusia
Orang kurang mampu yang kaya batinnya memiliki tekad yang teguh
Mendedikasikan diri dengan keyakinan, ikrar, dan tindakan nyata
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 30 Januari 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Li Lie, Marlina
Ditayangkan tanggal 1 Februari 2019
Editor: Yuliati