Ceramah Master Cheng Yen: Cinta Kasih Mengakar dan Menyebar ke Seluruh Afrika
“Relaks.
Gerakkan tubuh Anda.
Tadi saya masih khawatir Anda tidak
muat. Bagaimana perasaan Anda?” tanya seorang relawan tzu Chi.
“Saya sulit memercayainya. Saya
sungguh sulit memercayainya. Saya tidak pernah membayangkan ini
akan terjadi pada diri saya. Ini sangat baik bagi saya. Saya ingin
berterima kasih kepada relawan Tzu Chi.
Ini bukan hanya untuk saya, tetapi
juga untuk komunitas,”
kata Kakak Gladys.
“Baik saat baru bangun tidur maupun di malam hari, setiap kali melihat seragam ini, saya selalu mengingatkan diri bahwa masih ada hal yang harus saya lakukan. Dengan mengenakan seragam ini, hal yang harus saya lakukan meliputi membantu orang kurang mampu, membantu orang sakit, dan membantu semua orang yang membutuhkan,” kata Ci Le, relawan Tzu Chi.
Tayangan yang kita lihat adalah relawan di Afrika. Saya sungguh tidak tega melihatnya. Mereka sudah menjadi murid saya selama lebih dari 20 tahun. Lebih dari 20 tahun lalu, mereka mengemban misi Tzu Chi dengan bersusah payah. Karena kondisi fisik, mereka tidak leluasa untuk berjalan. Namun, selama ada niat, maka tidak ada hal yang sulit untuk dilakukan.
Mereka
selalu mendaki gunung dan bukit demi menjalankan misi Tzu Chi. Dahulu,
saat ingin turun gunung, mereka selalu membawa kardus dan
meluncur turun mengikuti jalan gunung. Kini
mereka tak dapat melakukannya lagi
karena kaki mereka sudah
tidak bertenaga.
“Suatu kali, kami mengunjungi seorang pasien penerima bantuan. Kami harus turun beberapa anak tangga. Saat kami ingin berjalan turun, nenek melihat saya dengan tatapan serba salah. Dia berkata, “Kakak Ya-chi, sekarang lutut saya sudah menua. Saya tidak mampu turun meski hanya beberapa anak tangga.”, “ kata Yuan Ya-qi, relawan Tzu Chi.
Lihatlah
betapa mereka bersusah payah. Mereka telah menempuh perjalanan yang jauh. Dari
Afrika Selatan, mereka melakukan perjalanan ke empat penjuru untuk
mengemban misi Tzu Chi. Kami ada sebuah tim relawan internasional yang
dibentuk oleh beberapa nenek setempat.
Perjalanan
yang mereka tempuh sudah sangat jauh. Mereka
melakukan perjalanan sejauh 800 kilometer
ke arah utara untuk menuju
Swaziland, sejauh 1.000 kilometer ke arah barat laut untuk menuju Botswana,
dan ke
arah selatan 1.000 kilometer mengikuti garis pantai untuk
menuju Eastern Cape. Tidak lama ini, mereka
melakukan perjalanan ke arah barat
sejauh lebih dari 2.000
kilometer untuk menuju Namibia.
Di
semua tempat itu ada jejak langkah para nenek. Dari
tahun 2012 hingga kini, total jarak perjalanan para nenek ke negara
lain sudah mencapai hampir 150.000 kilometer. Artinya, mereka
sudah hampir 4 kali mengelilingi Bumi.
Mereka terus melakukan
perjalanan ke negara tetangga. Ini
masih terus mereka lakukan hingga kini.
Nenek
Ci Lei sudah berusia 80 tahun lebih.
Karena kondisi kesehatan
yang kurang baik, beliau sudah lama tidak keluar menjadi
relawan. Kini, dia sudah mulai keluar. Saya
sangat gembira bertemu dengan beliau.
Saya berkata, “Nenek, mengapa
Anda sudah lama tidak datang mencari kami? Saya
sangat merindukan Nenek.” Nenek melihat saya sambil tersenyum. Beliau
berkata, “Ya-chi, kamu jangan khawatir.
Jika suatu hari saya tidak
datang lagi, itu berarti saya akan datang kembali dengan
membawa tekad. Saya akan kembali ke Dunia Tzu Chi dan melakukan kegiatan Tzu Chi bersamamu lagi.”
Selama
lebih dari 20 tahun ini, langkah mereka tidak berhenti. Selain
itu, hati mereka juga sangat dekat dengan saya. Meski
mereka tidak mengerti dialek Taiwan
dan saya tidak dapat
berbicara dalam bahasa Inggris dan bahasa Zulu, tetapi
lewat terjemahan, mereka mampu menyerap ajaran saya ke dalam
hati. Kini saya melihat mereka perlahan-lahan
menua. Kondisi fisik mereka juga sudah melemah. Saya
sungguh sedih dan tidak tega melihatnya,
tetapi apa yang dapat saya
lakukan?
Seiring
berlalunya satu hari, usia kehidupan manusia juga ikut berkurang. Namun,
jiwa kebijaksanaan mereka terus berkembang. Ini
hal yang menggembirakan. Mereka berkata, “Kalian tenang saja. Saya
akan kembali lagi ke Dunia Tzu Chi
dan melakukan kegiatan Tzu
Chi bersama kalian.”
Lihatlah
keyakinan yang dimilikinya. Dia membangun keyakinan yang teguh dan benar. Dia
dapat menyemangati orang lain sekaligus menyemangati diri sendiri. Sudah
seberapa jauh perjalanan yang ditempuh olehnya? Lebih
kurang 4 kali mengitari Bumi.
Mereka melakukan
perjalanan yang sangat jauh.
Bodhisatwa sekalian,
di tempat yang berada jauh
dari kita ada sekelompok relawan yang bagaikan mutiara hitam.
Berbicara mengenai uang, mereka
tidak memiliki uang. Berbicara mengenai kesehatan, beberapa
dari mereka tidak begitu sehat. Berbicara mengenai lingkungan, lingkungan
hidup mereka juga sangat buruk. Meski menghadapi berbagai kesulitan dan
rintangan dalam hidup, tetapi mereka mengatasinya satu per satu.
Demi
mengikuti kelas bedah buku, seorang relawan harus berjalan kaki selama 4
jam. Dia berangkat sebelum matahari terbit dan
berjalan kaki selama 4 jam untuk tiba di kantor Tzu Chi setempat. Usai
mengikuti kelas bedah buku, dia harus kembali berjalan kaki selama 4 jam untuk
pulang ke rumah. Dia berjalan hingga kakinya lecet dan
melepuh. Inilah yang dilakukan relawan setempat. Mereka
sangat menghargai Dharma dan selalu mempraktikkannya dalam keseharian.
Mereka
mengubah hidup mereka dengan menggunakan Dharma. Jika
dibandingkan dengan
mereka kita yang sudah melatih diri dengan tekun dan bersemangat masih
kalah jauh. Mereka mempraktikkan Dharma lewat tindakan. Saya juga sangat gembira melihat
anak muda yang ikut mengemban tanggung jawab.
“Kami bertiga adalah
pengurus fungsionaris
yang
masih muda. Misi kami adalah membantu nenek melakukan pekerjaan yang berat. Jadi, kami harus meneruskan tanggung
jawab ini. Saat ada anak muda yang bersedia, mereka juga dapat lebih mudah bergabung dengan
kami. Kami bukan
hanya membantu orang
sakit atau anak yatim piatu, tetapi juga menginspirasi sesama untuk bergabung
dengan Tzu Chi dalam
melakukan kebaikan,” kata muda-mudi relawan Tzu Chi setempat.
Mereka
adalah anak muda yang terinspirasi oleh relawan lansia. Bukankah
ini sangat menyentuh hati? Saya sering teringat pada mereka. Saya
tidak tahu bagaimana melukiskan sekelompok murid saya ini. Melihat
mereka semakin menua, saya merasa sedih. Namun,
saat melihat jiwa kebijaksanaan mereka bertambah, saya
merasa sukacita.
Saya
sangat mengagumi relawan yang membimbing relawan lokal di sana, seperti
Relawan Pan, Relawan Mei-juan, Relawan Wu, Relawan Huang, Relawan Zhang, dan
banyak relawan lainnya. Mereka adalah
pengusaha Taiwan yang pergi ke sana untuk berbisnis. Benih
benih relawan Tzu Chi bersatu hati untuk
menebarkan cinta kasih dan menggarap ladang di sana.
Lihatlah,
kini padang pasir telah berubah menjadi oasis. Relawan
di Afrika sungguh mempraktikkan ajaran Buddha secara nyata. Sungguh
sulit mengungkapkannya dengan kata-kata.
“Master, terima kasih karena telah membentangkan Jalan Bodhi
untuk kami. Kami bertekad akan terus mengikuti jejak langkah Master,” kata relawan
setempat.
Lihat,
inilah harapan. Meski mereka sangat tidak berdaya karena
terlahir di lingkungan seperti itu,
tetapi mereka dapat
mengubah pola pikir dan pola hidup mereka. Lihatlah,
bukankah Afrika sangat penuh harapan?
Jadi, Bodhisatwa sekalian,
kita harus meneladani
semangat mereka. kita harus meneladani semangat mereka.
“Master, genggamlah erat tanganku agar aku tidak masuk ke rumah yang tengah terbakar.
Jika aku meninggalkan organisasi ini, ke manakah aku dapat mencari Dharma?”
Relawan Tzu Chi di Afrika sangat giat membentangkan Jalan Bodhisatwa
Mengatasi berbagai kesulitan demi mengemban misi Tzu Chi
Anak muda di Afrika turut memikul tanggung jawab
Bertekad untuk datang kembali ke Dunia Tzu Chi
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 September 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina