Ceramah Master Cheng Yen: Cinta Kasih sebagai Panduan Hidup
“Relawan Tzu Chi sungguh sangat baik. Mereka lebih memperhatikan
saya daripada saudara kandung saya,” ujar Dayani, seorang penerima bantuan.
Kita bisa melihat sumbangsih penuh cinta kasih yang
tidak membedakan warna kulit. Insan Tzu Chi mengasihi dan melindungi orang-orang
yang menderita dengan penuh kehangatan meski tidak memiliki hubungan darah. Dengan
cinta kasih yang tidak mementingkan jalinan jodoh serta perasaan senasib dan
sepenanggungan, relawan kita menjangkau semua makhluk yang menderita. Kita bisa
melihat semua itu.
Lihatlah Sri Lanka yang dahulu dilanda bencana
besar, yakni gempa bumi dan tsunami. Di sana, kita bukan hanya membangun desa,
tetapi juga membangun sekolah, pusat pelatihan keterampilan, dan fasilitas
lainnya. Kita juga melihat kantor Tzu Chi dibangun di desa tersebut. Meski relawan
yang mengemban misi di sana sangat sedikit, tetapi mereka sangat bertanggung
jawab. Setiap kali bencana terjadi, mereka selalu menyalurkan bantuan secara
mandiri.
Meski kekuatan mereka terbatas, tetapi semangat
mereka terus meningkat. Mereka mengimbau orang-orang untuk berdonasi semampu
mereka. Meski dana yang terkumpul tidak banyak, tetapi saya sangat bersyukur.
Meski mereka hidup kekurangan, tetapi batin mereka sangat kaya. Mereka
kekurangan secara materi, tetapi memiliki batin yang kaya. Jadi, kita harus
membimbing orang-orang untuk menjadi orang yang kaya batinnya meski hidup
kekurangan.
Ada orang yang kaya secara materi, tetapi miskin
batinnya. Sekaya apa pun, mereka tetap merasa tidak cukup karena ketamakan yang
tak berujung. Orang yang miskin batinnya lebih menderita daripada orang yang
miskin secara materi. Orang yang kekurangan secara materi hanya mengkhawatirkan
ada atau tidaknya makanan. Lain halnya dengan orang berada, mereka
mengkhawatirkan perkembangan bisnis mereka. Memiliki berbagai cabang dalam
negeri masih belum cukup, mereka masih berpikir untuk membuka cabang di luar
negeri.
Mereka berusaha mengembangkan bisnis mereka
seluas mungkin karena khawatir kalah bersaing dengan orang lain. Ketamakan yang
tak berujung ini telah membelenggu batin mereka. Batin yang terbelenggu akibat
ketamakan dapat mendatangkan penderitaan besar. Lihatlah orang-orang yang
kekurangan, tetapi memiliki kelapangan hati. Segala sesuatu di dunia ini dapat
menopang kehidupan manusia. Asalkan bersedia bekerja keras, kita pasti bisa
bertahan hidup. Namun, jika batin kita terbelenggu oleh nafsu keinginan, maka
kita akan sangat menderita.
Jika tidak bisa berlapang hati, maka sebanyak
apa pun kekayaan yang dimiliki, kita tetap tidak akan merasa puas. Kita harus
sangat memperhatikan hal ini. Jika batin kita terbelenggu oleh nafsu keinginan,
maka sebesar apa pun kekayaan kita, kita tidak akan merasa puas. Ini
mendatangkan kerisauan yang membuat orang sangat menderita. Dengan
mengendalikan nafsu keinginan, pintu hati kita akan terbuka dan hidup kita akan
bebas dan tenang.
Selain itu, dengan mengerahkan kekuatan untuk menolong sesama, kita juga akan memperoleh cinta kasih dan kekaguman orang-orang. Bukankah kehidupan seperti ini sangat bermakna? Lihatlah, cinta kasih berkesadaran tidak memandang usia. Banyak relawan lansia yang bersedia bersumbangsih semampu mereka tanpa menyia-nyiakan waktu. Demikianlah semangat relawan daur ulang kita.
Posko daur ulang kita menerima lebih dari
110.000 buah kaset video yang kini sudah tidak dipakai. Jika dibakar, akan
menimbulkan polusi. Jika dikubur, akan melukai bumi. Jadi, bagaimana menangani
tumpukan kaset video tersebut? Dengan penuh kesabaran, insan Tzu Chi mengasihi
sumber daya. Setiap kaset video dipilah dengan sepenuh hati ke dalam tujuh
jenis. Ini sungguh membutuhkan kerja keras dan kesabaran.
“Ia bisa didaur ulang. Sesungguhnya, tidak banyak yang dibuang.
Selain pita kaset, bagian lainnya bisa didaur ulang. Karena ada yang
membutuhkan bantuan, kami pun melakukannya,” jelas Xie Su-zhen, Relawan Tzu Chi.
Para relawan lansia melakukan daur ulang dengan penuh
cinta kasih dan kesabaran demi melindungi bumi. Setiap hari, para relawan kita
berpadu dalam cinta kasih dan selangkah demi selangkah membentangkan jalan
untuk melindungi bumi. Kita juga mendengar kisah seorang nenek. Dia diadopsi
pada usia tiga tahun dan sudah bisa bercocok tanam pada usia lima tahun. Sepanjang
hidupnya, dia sangat bekerja keras. Demi keluarganya, dia bisa mencuci pakaian
di 73 rumah setiap hari. Demikianlah dia menjalani hidupnya.
Pada usia 70-an tahun, dia masih tidak bisa
berdiam diri. Berhubung dia sudah lanjut usia dan banyak yang menggunakan mesin
cuci, maka tiada yang mempekerjakannya lagi. Namun, dia tidak ingin menjadi lansia
yang tidak berguna. Dia menggenggam waktu dan memanfaatkan kehidupannya untuk
menjadi relawan. Dia telah melakukan daur ulang selama 24 tahun dan kini telah
memasuki tahun ke-25.
Setiap hari, dia mengucapkan selamat tinggal
kepada orang-orang karena menganggap setiap hari sebagai hari terakhir dalam
hidupnya. Dia begitu berpikiran terbuka. Tahun lalu, dia berusia 96 tahun dan
kini, dia sudah berusia 97 tahun. Lihatlah, tubuhnya begitu tegap. Dia
menyiapkan segalanya sendiri. Anak-anak dan cucu-cucunya sangat berbakti, tetapi
dia tetap sangat mandiri. Kehidupan seperti ini sangat bermakna.
Bodhisatwa sekalian, kita harus meneladaninya.
Dengan dibukanya “bank usia”, kini dia baru berusia 47 tahun. Dia masih
memiliki banyak waktu untuk bersumbangsih bagi bumi dan sesama manusia. Inilah
Bodhisatwa dunia. Saya sangat bersyukur.
Memulai
hidup baru pascabencana
Menolong
orang kurang mampus dan membangkitkan kekayaan batin mereka
Melakukan
daur ulang dengan sabar demi melindungi bumi
Memanfaatkan
kehidupan dan mengembangkan potensi kebajikan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Februari 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 24 Februari 2018