Ceramah Master Cheng Yen: Cinta Kasih Tak Terhalang oleh Jarak

Sungguh membuat orang tidak tega melihatnya. Saya sangat sedih melihat orang-orang yang tak memiliki tempat berteduh di tengah terpaan angin dan hujan. Penderitaan seperti ini sungguh tak terkira. Sebentar lagi kita memasuki musim dingin. Entah bagaimana mereka bertahan hidup.Orang-orang yang beruntung dapat bertemu dengan sang penyelamat dalam hidup mereka.

Turki menerima pengungsi asal Suriah. Pengungsi yang melarikan diri ke Istanbul dapat menyewa rumah dan tinggal di sana. Namun, demi bertahan hidup di Istanbul, anak-anak pengungsi harus bekerja mencari nafkah. Mereka harus bekerja 12 jam dalam sehari. Selama 12 jam bekerja, mereka hanya beristirahat selama 13 menit, termasuk waktu untuk ke kamar kecil. Sisa waktunya mereka gunakan untuk bekerja. Mendengar kabar seperti ini, saya sangat prihatin dan merasa sedih.

Untungnya, mereka bertemu dengan sang penyelamat. Di Turki, benih relawan Tzu Chi telah bertunas Di Turki, benih relawan Tzu Chi telah bertunas dan bertumbuh menjadi hutan bodhi. Demi mengembangkan cinta kasih untuk anak-anak di sana, relawan Tzu Chi lokal menghubungi kantor pusat Tzu Chi untuk membantu keluarga anak-anak itu memiliki kehidupan yang stabil sehingga anak-anak dapat pergi bersekolah. Di dalam hati anak-anak telah mulai tertanam benih cinta kasih. Anak-anak itu dan relawan Tzu Chi saling merangkul erat bagaikan keluarga.

Kita dapat melihat kekuatan cinta kasih telah terbangkitkan di sana. Semangat cinta kasih relawan lokal juga semakin meningkat sehingga kehangatan di masyarakat juga semakin bertambah. Ini semua sangat menyentuh hati. Inilah kekuatan dari semangat kemanusiaan.

Sesungguhnya, tujuan didirikannya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah demi menggalakkan semangat kemanusiaan dan menjaga keharmonisan antarnegara. Inilah tujuan didirikannya PBB. PBB didirikan tanggal 24 Oktober pada 70 tahun yang lalu. Hari ini adalah hari peringatan PBB yang ke-70. Pada hari ini di 70 tahun yang lalu, PBB resmi berdiri.

Sesungguhnya, Tzu Chi juga memiliki sejarah pada hari ini.  Saya masih ingat di Indonesia, ada seorang Habib Saggaf yang merupakan pendiri pesantren. Pada tahun 1998, saat kondisi di Indonesia tidak aman, beliau menampung banyak anak yatim piatu. Banyak anak yatim piatu yang masih anak-anak dan remaja. Pada tahun 2003, pesantren itu sudah menampung 3.000 anak.

Berhubung kekurangan sumber daya, beliau tidak tahu bagaimana cara untuk bertahan. Pada saat itu, Habib Saggaf memutuskan untuk meminta bantuan kepada Tzu Chi.  Seorang pengusaha setempat, Relawan Sugianto Kusuma, datang memberi tahu saya tentang hal ini. Di pertengahan bulan Agustus, relawan Tzu Chi mengantarkan 2.500 karung beras ke pesentren itu. Kemudian, pada tanggal 24 Oktober, mereka kembali mengantarkan 2.500 karung beras ke sana. Di hari yang sama itu, mereka menandatangani perjanjian berjangka 2 tahun, yaitu setiap bulan, Tzu Chi akan mengantarkan 50 ton beras ke sana.

Setelah dua tahun berlalu, Habib Saggaf meminta kepada Tzu Chi apakah boleh memperpanjang bantuan selama satu atau dua tahun. Relawan Sugianto Kusuma kembali ke Taiwan untuk bertanya kepada saya. Saya berkata padanya, “Bisa.” “Dengan kekuatan Tzu Chi Indonesia, kalian pasti dapat melakukannya.” “Namun, kalian harus membimbing mereka untuk hidup mandiri karena jumlah santri di sana sudah mencapai hampir 10.000 orang.” “Kalian dapat bercerita tentang kehidupan Griya Jing Si yang memegang prinsip kemandirian.” “Bagikanlah cara hidup kami kepada mereka.”

Selain itu, kita juga mengutus orang-orang yang berpengalaman dalam bercocok tanam untuk mengajarkan kepada para santri di sana bagaimana cara membajak sawah, menuai padi, dan lain-lain. Setahun kemudian, mereka sudah memanen hasil tanaman mereka. Selain itu, mereka juga belajar membuat roti sendiri. Mereka juga mengumpulkan barang daur ulang, lalu menjualnya untuk bertahan hidup. Inilah perjalanan yang pernah mereka lalui. Inilah perjalanan yang pernah mereka lalui.

Kini, di pesantren itu terdapat hampir 10.000 santri. Mereka telah membantu banyak anak dari keluarga kurang mampu dan anak yatim piatu. Pengusaha setempat juga membangun ruang kelas dan asrama di pesantren itu. Berhubung ruangan di sana semakin sempit, mereka membantu membangun asrama dan ruang kelas tambahan. Karena itu, pemimpin pesantren ini, Almarhum Habib Saggaf sangat berterima kasih kepada Tzu Chi.

Tentu saja, beliau juga menerima banyak celaan dari umat Muslim lainnya. Beliau menanggung beban yang sangat berat. Namun, beliau selalu berkata pada mereka, “Meski saya menerima bantuan dari organisasi Buddhis dan bantuan beras dari Taiwan, tetapi mereka tidak meminta kami untuk pindah keyakinan.”

Beliau sangat berharap pesantrennya dapat memiliki semangat cinta kasih yang sama seperti Tzu Chi. Karena itu, beliau bersikeras bekerja sama dengan Tzu Chi. Selama itu, Tzu Chi juga mengadakan baksos kesehatan di sana. Selain itu, di saat bulan Ramadan, kita juga pergi untuk memberikan bantuan berupa makanan bergizi untuk anak-anak.

Inilah semangat cinta kasih tanpa membedakan agama dan kewarganegaraan. Lihatlah kini anak-anak itu telah bertumbuh dewasa. Kini, setiap kali Tzu Chi mengadakan kegiatan pemandian rupang Buddha ataupun kegiatan besar lainnya, anak-anak dari pesantren ini selalu datang membantu. Kekuatan seperti ini sungguh membawa keharmonisan. Inilah kekuatan cinta kasih. Di dunia ini terdapat banyak kisah yang indah, bajik, dan baik. Tzu Chi telah membentangkan jalan dengan penuh cinta kasih dan mengukir sejarah di dunia.

Para pengungsi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap

Tzu Chi menyebarkan benih cinta kasih dan menggarap ladang batin

PBB menggalakkan kedamaian bagi dunia

Cinta kasih tidak terhalang oleh jarak dan kewarganegaraan 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 26 Oktober 2015

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 Oktober 2015

Kekuatan akan menjadi besar bila kebajikan dilakukan bersama-sama; berkah yang diperoleh akan menjadi besar pula.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -