Ceramah Master Cheng Yen: Dharma bagai Embun yang Membasahi Bumi


Hari demi hari berlalu dengan cepat. Tanpa disadari, tahun ini akan segera berlalu. Kita hendaknya bersyukur dapat melewati satu tahun ini dengan aman dan tenteram. Kita juga harus bersyukur kepada orang-orang yang mengasihi satu sama lain serta menciptakan berkah bagi dunia dengan cinta kasih.

Dengan menciptakan berkah bagi dunia, kita akan dipenuhi berkah. Kita bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus sekaligus bersyukur memiliki jalinan jodoh dengan orang yang membutuhkan. Berkat adanya jalinan jodoh, kita dapat mengerahkan kekuatan cinta kasih untuk membantu orang-orang yang kesulitan. Perhatian kalian membawa kehangatan bagi mereka. Jadi, Taiwan sungguh merupakan pulau yang penuh cinta kasih.

Saya merasa bahwa Taiwan merupakan ladang pelatihan Bodhisatwa. Taiwan tidaklah luas. Namun, di pulau yang kecil inilah, terdapat banyak kunang-kunang yang menampilkan keindahan di tengah kegelapan.

Buddha mengatakan bahwa tiga kelompok alam tidaklah tenteram. Alam rupa, alam tanpa rupa, dan alam nafsu, inilah yang disebut tiga kelompok alam. Termasuk alam manakah alam manusia? Alam nafsu. Makhluk di alam nafsu memiliki banyak nafsu keinginan. Ketamakan, kebencian, dan kebodohan merupakan tiga akar noda batin. Jadi, di dunia ini terdapat dua sisi yang bertolak belakang, yakni kebaikan dan keburukan.

Kebaikan dan keburukan terus tarik-menarik di alam nafsu ini. Kebaikan atau keburukan yang akan menang? Jika kebaikan yang menang, dunia ini akan tenteram dan kita akan dipenuhi sukacita dalam Dharma. Kita sangat bersyukur di dunia yang penuh dengan lima kekeruhan ini, ada banyak embun manis yang murni tanpa noda yang membasahi bumi.


“Pada bulan September 2020, kami pergi ke Desa Hanbao untuk menjalankan program peningkatan keamanan rumah. Saat menjalankan program itu, kami baru menyadari bahwa terkadang warga lansia yang jatuh sakit tidak bisa keluar berobat. Kepala Desa berkata bahwa karena wilayah mereka agak terpencil, untuk berobat, mereka harus pergi ke Lugang atau Fuxing, baru ada klinik yang agak besar atau rumah sakit. Berhubung merasa bahwa itu bukan solusi, kita pun berkata kepada Kepala Desa, ‘Kami dapat meminta dokter kami mengadakan baksos kesehatan di sini,’”
kata Hong Xi-zuan relawan Tzu Chi.

“Nenek A-mei menderita penyakit jantung; tekanan darah, kolesterol, dan gula darah tinggi; serta berbagai penyakit kronis. Putranya selalu mengambil obat untuknya dengan membawa resep obat penyakit kronisnya. Setiap kali, obat yang diambil selalu sekantong besar. Nenek A-mei berkata kepada Kepala Desa, ‘Obat yang dibawa pulang banyak sekali. Saya tidak tahu bagaimana aturan minumnya.’ Para dokter dan perawat kita sangat bersungguh hati. Mereka lalu merapikan semua obatnya dan memasukkan obat yang berulang atau sudah kedaluwarsa ke dalam satu kantong. Jadi, yang tersisa hanyalah obat yang saat ini perlu diminumnya,” kata Lin Su-juan relawan Tzu Chi.

“Apoteker kita yang masih muda sangat bijaksana. Dia mengambil spidol dan berkata, ‘Nenek, saya akan menandainya dengan gambar. Jika saya menggambar mata, berarti itu obat sakit mata. Jika saya menggambar hati, berarti itu obat untuk palpitasi jantung. Dengan begitu, Nenek akan tahu obat mana yang harus diminum. Gambar ayam jantan berarti diminum pagi dan gambar bulan berarti diminum malam.’ Beliau tertawa mendengar ucapannya,” lanjut Lin Su-juan.

“Saat kami hendak meninggalkan rumahnya, meski tidak leluasa berjalan, beliau tetap bersiteguh untuk mengantar kami hingga ke depan pintu rumahnya. Beliau berkata, ‘Kalian harus datang lagi, ya.’ Kami berkata, ‘Kami pasti akan datang lagi,’” pungkas Lin Su-juan.


Setiap kali mendengar bagaimana mereka mengasihi dan menjaga orang yang menderita, saya selalu berpikir bahwa mereka sungguh bagaikan Bodhisatwa Avalokitesvara yang menjangkau orang-orang yang membutuhkan. Inilah cinta kasih agung yang murni dan tanpa pamrih. Ke mana pun saya berkunjung kali ini, saya selalu mengingatkan orang-orang untuk menginventarisasi nilai kehidupan. Kini kita sudah tahu bahwa nilai kehidupan kita terletak pada sumbangsih kita.

Bersumbangsih atau berbuat baik berarti menciptakan berkah. Dengan menciptakan berkah bagi dunia, kita akan dipenuhi berkah. Kita akan merasa kesepian jika hanya berbuat baik seorang diri. Bagaikan kunang-kunang, jika hanya seekor kunang-kunang yang terbang di tengah kegelapan, ia akan kesepian. Kunang-kunang pun membutuhkan kawanan.

Kita berjalan selangkah demi selangkah dengan kedua kaki kita. Kita tidak jauh dari bumi. Saat berjalan, langkah kita harus sangat mantap. Jika tidak berhati-hati, batu atau kulit pisang bisa membuat kita terjatuh. Demikian pula dalam menapaki jalan kehidupan kita. Bagaimana agar kita terhindar dari lima kekeruhan? Kita harus memiliki jalinan jodoh baik untuk bertemu dengan orang baik yang membimbing kita memasuki pintu Buddha.

Sesungguhnya, Buddha mengajari kita untuk kembali pada hakikat sejati yang paling murni. Kita tidak perlu mencarinya ke luar. Intinya, kita harus memiliki cinta kasih di dalam hati. Saat ada orang-orang yang ladang batinnya kering dan sangat membutuhkan, relawan kita segera muncul untuk membasahi ladang batin mereka.


Bodhisatwa Avalokitesvara memegang botol dan memercikkan embun manis di tempat-tempat yang kekeringan di dunia yang penuh lima kekeruhan ini. Embun manis ini dapat membasahi dunia yang kekeringan ini. Ajaran Buddha di dunia ini bagaikan embun manis yang membasahi bumi yang kekeringan. Singkat kata, bagaimana melenyapkan nafsu keinginan semua makhluk?

Kita harus membimbing orang-orang menyelami Dharma dan membangkitkan niat baik tanpa pamrih. Niat baik tertinggi adalah niat baik tanpa pamrih. Tanpa nafsu keinginan, kita tidak akan memiliki pamrih. Dengan adanya nafsu keinginan, kita akan diliputi noda batin. Jadi, dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus belajar untuk melenyapkan nafsu keinginan.

Insan Tzu Chi di seluruh dunia bagaikan embun manis. Dengan Dharma di dalam hati, mereka muncul di mana pun dibutuhkan untuk membasahi ladang batin orang-orang bagaikan embun manis.   

Dunia ini merupakan ladang pelatihan Bodhisatwa
Giat menginspirasi kunang-kunang dan menyebarkan kebajikan
Dharma bagai embun yang membasahi bumi
Melenyapkan kegelapan batin dan menampakkan hakikat sejati  

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 08 November 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 10 November 2022
Hadiah paling berharga di dunia yang fana ini adalah memaafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -