Ceramah Master Cheng Yen: Gema Doa yang Tulus Menjangkau Para Buddha dan Bodhisatwa


Belakangan ini, saya merasa bahwa terdapat penderitaan di mana-mana. Ini sungguh membuat saya khawatir dan cemas. Ada berbagai kekhawatiran di dalam hati saya. Saya juga merasa cemas.

Namun, waktu seakan-akan berjalan dengan lambat. Pandemi ini telah berlangsung sangat lama. Kita semua telah berdoa dengan tulus. Semoga gema doa kita dapat menjangkau pada Buddha dan Bodhisatwa. Apakah gema doa kita sudah cukup lantang? Gema doa kita belum cukup lantang karena manusia tidak berdisiplin dan belum tersadarkan.

Pandemi kali ini merupakan pelajaran besar dan hukuman bagi umat manusia, tetapi bagaikan anak-anak yang bandel, orang-orang tetap tidak memperbaiki diri. Saya terus berpikir, "Mengapa orang-orang begitu keras kepala dan tidak patuh?" Bagaikan ayah yang penuh cinta kasih, Buddha terus membimbing dan mengajari orang-orang dengan lembut, tetapi orang-orang enggan mendengarkan dan menerima ajaran-Nya.

Sejak berkalpa-kalpa yang lalu, dalam jangka waktu yang sangat panjang, manusia selalu sangat keras kepala serta enggan mendengarkan dan menerima ajaran-Nya. Jadi, meski Buddha berulang kali memberikan bimbingan, tetapi manusia yang bandel tetaplah bandel.

Dalam sebuah kisah di Sutra, seorang ayah berkata pada anak-anaknya, "Kalian sedang sakit. Aku memberikan obat pada kalian, tetapi kalian enggan meminumnya. Obatnya ada di sini. Aku ada urusan dan harus pergi ke tempat lain. Saat kalian sungguh membutuhkan, minumlah obat ini." Sang ayah lalu meninggalkan rumah dan pergi ke tempat yang jauh.


Setelah itu, dia mengutus orang ke rumahnya untuk berkata pada anak-anaknya, "Ayah kalian berada di tempat yang jauh dan tidak bisa kembali karena sudah meninggal dunia." Anak-anaknya tiba-tiba tersadarkan, "Kami sedang sakit. Ayah kami adalah tabib yang baik. Kami membutuhkan obat dari Ayah. Di mana obatnya?" Berhubung sudah tidak bisa meminta bantuan ayah mereka, mereka harus segera menemukan obat tersebut. Dengan prinsip yang sama, manusia juga sangat keras kepala dan enggan menerima ajaran Buddha.

Buddha berulang kali mengajarkan prinsip kebenaran pada kita. Dari sekeliling kita, kita bisa melihat berlakunya hukum alam. Semua ajaran Buddha bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa kehidupan tidak kekal dan penuh penderitaan.

Lihatlah di seluruh dunia, banyak bencana yang terjadi akibat ketidakselarasan unsur tanah, air, api, dan angin.

Beberapa hari belakangan ini, gempa dahsyat mengguncang Qinghai dan Yunnan dan mengakibatkan banyak rumah roboh. Kita juga melihat bencana akibat ulah manusia. Timbulnya kegelapan batin memicu terjadinya bencana akibat ulah manusia yang menimbulkan dampak serius.

Bencana alam bisa menimbulkan dampak serius, tetapi setelah bencana berlalu, orang-orang dapat memulihkan sendi kehidupan karena memiliki semangat dan tenaga. Saat seseorang tenang, dia akan memiliki semangat dan tenaga untuk memulihkan sendi kehidupannya. Segala sesuatu yang rusak akibat bencana alam akan menjadi lebih baik dari sebelumnya setelah diperbaiki. Namun, lain halnya dengan bencana akibat ulah manusia. Dampaknya bisa terus berlanjut dari generasi ke generasi.


Manusia memiliki cinta kasih yang egois yang dilandasi oleh nafsu keinginan dan kegelapan batin. Dengan cinta kasih seperti ini, orang-orang akan menginginkan sesuatu. Saat tidak bisa memperoleh apa yang diinginkan, timbullah kebencian dalam hati mereka. Mereka lebih memilih untuk menghancurkannya daripada membiarkan orang lain mendapatkannya.

Semua makhluk di Dunia Saha ini tidak bisa membebaskan diri dari penderitaan. Satu-satunya obat mujarab untuk bebas dari penderitaan adalah Dharma. Kita harus yakin pada ajaran Buddha yang bijaksana.

Makhluk berkesadaran hendaklah mengembangkan kebijaksanaan dan tidak terbelenggu oleh cinta kasih yang egois. Untuk mencapai kebuddhaan, yang terpenting ialah memiliki benih cinta kasih yang murni tanpa noda. Di Jalan Bodhisatwa ini, kita harus menggunakan cinta kasih yang murni untuk memperpanjang jalinan kasih sayang dan memperluas cinta kasih universal. Mari kita bersungguh hati dalam hal ini.

Intinya, kita harus meningkatkan dan menghargai nilai kehidupan kita. Tidak peduli berapa usia kehidupan kita, asalkan masih bisa bernapas dan berbicara, kita harus berusaha untuk bertutur kata baik dan menyebarkan kebenaran sejati. Kita harus menggenggam kehidupan kita untuk melakukannya.


Kita datang ke dunia ini dengan tangan kosong, juga akan pergi dengan tangan kosong. Jadi, kita harus memahami kekosongan sejati agar bisa memperoleh sukacita dalam Dharma yang merupakan eksistensi ajaib. Semoga setiap orang dapat menerima Dharma dan dipenuhi sukacita dalam Dharma. Terima kasih.

Ingatlah bahwa setiap orang harus bermawas diri dan berhati tulus. Mari kita berdoa dengan tulus agar gema doa kita dapat menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa. Ini menunjukkan bahwa kita telah menerima Dharma. Kita bukan anak-anak bandel yang tidak patuh.

Orang-orang di dunia ini hendaknya mendengar dan menerima Dharma. Kita harus bertobat kepada langit atas kesalahan masa lalu dan bersyukur kepada bumi. Semua orang, baik dia, Anda, maupun saya, hendaknya menyatukan hati dan tekad. Semua orang hendaklah senantiasa menggaungkan suara yang sama agar suara ini dapat menjangkau pada Buddha dan Bodhisatwa.

Memohon ampun kepada langit berarti bertobat. Kita juga harus bersyukur kepada bumi yang menopang kehidupan kita sehingga kita dapat mengembangkan nilai kehidupan kita.         
              
Memahami ketidakkekalan, penderitaan, kekosongan, dan hukum sebab akibat
Dharma sebagai resep mujarab untuk membimbing orang-orang
Mengendalikan nafsu keinginan dan membina cinta kasih yang murni tanpa noda
Gema doa yang tulus menjangkau para Buddha dan Bodhisatwa    
 
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 24 Mei 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 26 Mei 2021
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -