Ceramah Master Cheng Yen: Giat dan Bersemangat Melindungi Bumi

Pada 10 April 2016, Afganistan, terjadi gempa berkekuatan 6,6 skala Richter. Tiga hari kemudian, tepatnya pada 13 April 2016,  Myanmar diguncang gempa berkekuatan 6,9 SR. Akibat gempa tersebut India dan Bangladesh juga mengalami kerusakan. Keesokan harinya, 14 April 2016 di Kumamoto, Jepang, terjadi gempa berkekuatan 6,5 SR dan pada tanggal 16 kembali terjadi gempa berkekuatan 7,3 SR yang menyebabkan 42 orang meninggal dunia dan hampir 2.000 orang mengalami luka-luka.

Enam hari belakangan ini,gempa bumi dahsyat terus terjadi. Di Jepang, dalam waktu 2 hari itu, gempa bumi terus mengguncang. Akibatnya, banyak akses jalan yang terputus. Selain itu, hujan lebat juga terus mengguyur. Entah kapan baru akses jalan dapat normal kembali agar kita dapat menjangkau korban gempa untuk memberi penghiburan dan bantuan kepada mereka. Ekuador juga diguncang gempa berkekuatan 7,8 skala Richter. Kabarnya, kekuatan gempa itu 20 kali lipat lebih kuat dari gempa di Kumamoto, Jepang. Melihat semua itu, saya sungguh khawatir. Mengapa ini bisa terjadi? Karena Bumi telah terluka parah. Aktivitas manusia telah menyebabkan struktur geologi menjadi rentan. 

Di beberapa zona seismik aktif terus terjadi gempa bumi. Ini sungguh mengkhawatirkan. Namun, khawatir saja tiada gunanya. Kita harus membangkitkan ketulusan untuk melindungi dan mengasihi bumi. Manusia harus bertobat atas tindakan eksplotasi yang berlebihan sehingga menyebabkan bumi mengalami kerusakan. Manusia sungguh harus bertobat. Sekarang kita harus setulus hati dan berusaha untuk memulihkan kondisi bumi.

Kemarin, para Bodhisatwa daur ulang dari delapan negara dan wilayah mengikuti pelatihan bersama-sama. Banyak relawan daur ulang dan relawan Tzu Chi senior yang telah melakukan daur ulang selama 10 hingga 20 tahun. Cinta kasih mereka terhadap bumi ini sangat dalam. Terhadap segala kehidupan di bumi ini, baik terhadap tanaman, manusia, maupun binatang, mereka memperlakukan semuanya dengan penuh cinta kasih. Mereka bersumbangsih tanpa takut bekerja keras. Para Bodhisatwa lansia itu sangat berpengalaman. Mereka sudah melakukan daur ulang selama lebih dari 20 tahun. 

Mereka tahu bahwa plastik dan kertas dapat didaur ulang untuk dipergunakan kembali. Mereka dapat menjelaskan dari mana asal secarik keras. Ia berasal dari sebutir benih. Dengan perpaduan berbagai sebab dan kondisi, setelah puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun, benih itu bertumbuh menjadi pohon besar. Demi mengejar keuntungan pribadi, manusia menebang pohon secara berlebihan dan melukai struktur pegunungan sehingga merusak konservasi tanah dan air. Akibatnya, saat turun hujan lebat dan lain-lain, kerusakan struktur pegunungan semakin parah. Jumlah pohon untuk menyerap karbondioksida pun semakin berkurang. Lingkungan hidup yang baik di dunia ini telah dirusak. Para relawan daur ulang kita memahami semua hal yang terjadi ini. Meski harus bekerja keras, mereka tetap rela melakukan daur ulang. Seiring berlalunya waktu, manusia pun terus menua.

Selama puluhan tahun ini, meski banyak relawan lansia yang menderita penyakit, kesulitan untuk bergerak dan berjalan, tetapi mereka tetap berpegang teguh pada tekad. Lihatlah, mereka mengikuti ritual namaskara dengan penuh ketulusan. Bodhisatwa lansia bahkan sulit untuk melangkahkan kaki mereka. Meski demikian, mereka tetap bersikeras untuk melanjutkannya. Mereka memiliki keinginan yang kuat.Inilah Bodhisatwa. Meski sudah berusia lanjut, menderita sakit pinggang, bahkan kesulitan untuk berjalan, mereka tetap terus melangkah maju. Sekelompok Bodhisatwa ini sangat tulus dalam melindungi dan mengasihi bumi. Dengan cinta kasih tanpa pamrih, mereka menggenggam waktu untuk bersumbangsih. Hati mereka sangat polos dan murni. Mereka bersumbangsih tanpa memiliki pamrih. Dengan hati yang tulus, mereka berdoa semoga dunia bebas dari bencana.

Dengan cinta kasih yang tulus dan tanpa pamrih, mereka melindungi bumi. Mereka berharap minyak bumi yang disedot oleh manusia ataupun pohon-pohon yang telah ditebang dapat didaur ulang dan dipergunakan kembali. Inilah semangat Bodhisatwa. Mereka melindungi semua barang dan semua kehidupan. Mereka berharap dapat memperpanjang usia barang agar dapat dipergunakan selama mungkin lewat proses daur ulang. Ini sungguh membuat orang tersentuh. 

Kita juga melihat beberapa hari lalu, guru dan murid dari SD Fuh-Shing berkunjung ke Griya Jing Si. Mereka datang berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah membantu proyek rekonstruksi sekolah mereka. Proyek untuk mengurangi risiko bencana lebih baik daripada proyek pascabencana. Untuk mengantisipasi bencana, kita harus bersumbangsih dengan tulus. Ini membutuhkan pembinaan batin.Kita harus bertobat dengan hati yang tulus.

Dengan memiliki pembinaan batin, baru kita dapat menggarap proyek untuk mengurangi risiko bencana. Untuk itu, kita harus senantiasa bersungguh hati. Melihat berbagai bencana yang terjadi di dunia, saya sungguh khawatir. Gempa bumi yang kerap terjadi sungguh membuat orang tidak tenang. Bagaimana kita dapat merasa tenang? Kita harus bertobat dengan tulus baru dapat memperoleh ketenangan batin. Mari kita berdoa dengan tulus semoga dunia bebas dari bencana dan masyarakat dapat hidup harmonis.

Untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis, kita harus menyucikan hati manusia.Namun, untuk menyucikan hati manusia bukanlah hal yang mudah. Saya selalu ingat bahwa upaya menyucikan hati manusia adalah hal yang harus saya lakukan. Akan tetapi, untuk menyucikan hati manusia, kita menghadapi banyak rintangan. Waktu yang kita miliki sangatlah sedikit. Berapa banyak hati orang yang dapat tersucikan oleh kita? Karena itu, saya selalu mengimbau orang-orang untuk bekerja sama menyucikan hati manusia. 

Di dalam Sutra Bunga Teratai, Buddha juga mengimbau kita untuk tidak hanya berfokus pada pencapaian pribadi, melainkan hendaknya terjun ke tengah masyarakat untuk menyemangati orang-orang membangkitkan kekuatan cinta kasih. 


Bencana gempa bumi masih terus mengguncang

Menghargai dan melindungi bumi dengan tulus

Bodhisatwa daur ulang bersama-sama mengikuti pelatihan

Mengantisipasi risiko bencana agar dapat hidup harmonis dan tenteram

 

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 18 April 2016

Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI  TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina Ditayangkan tanggal 20 April 2016

Genggamlah kesempatan untuk berbuat kebajikan. Jangan menunggu sehingga terlambat untuk melakukannya!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -