Ceramah Master Cheng Yen: Giat Mendengar Dharma untuk Mengembangkan Kebajikan

“Kami mengikuti ceramah pagi Master setiap hari. Saat ada kepentingan lain, barulah kami tidak datang,” ujar Zhuang Fu-yuan, suami dari Chen Xian-mei saat mengikuti ceramah pagi Master Cheng Yen di Aula Jing Si Taoyuan, Taiwan.

“Sebelum mengikuti ceramah pagi Master, saya mengumpamakan suami saya dengan singa galak. Setelah mengikuti ceramah pagi Master, dia berubah menjadi sangat lembut. Kami selalu berselisih pendapat karena dia selalu mengejar kesempurnaan, sedangkan saya lebih santai. Tidak rapi. Jadi, setiap kali berselisih pendapat, kami mengkritik satu sama lain. Orang lain melatih diri bersama, sedangkan kami mengkritik satu sama lain. Kami tidak benar-benar menapaki Jalan Tzu Chi. Setelah mengikuti ceramah pagi Master setiap hari, barulah kami mulai melatih diri,” sambung Chen Xian-mei, yang berada di samping Zhuang Fu-yuan sambil tersenyum.

Mereka memiliki guru dan tekad yang sama serta melatih diri di Jalan Bodhisatwa yang sama dengan satu tujuan, yakni memahami kebenaran. Suami-istri yang bersama-sama mempelajari prinsip kebenaran ini sungguh sangat menggemaskan. Kita bisa melihat Relawan Zhuang. Selama lebih dari 20 tahun ini, kita bisa melihat jejak langkahnya. Seiring berjalannya waktu, dia mengakumulasi banyak pencapaian. Dia telah mengakumulasi banyak pahala seiring berlalunya waktu. Relawan-relawan yang berdiri di atas panggung telah terinspirasi oleh pasangan suami istri ini. Ini sungguh mengagumkan.

Pagi itu, di lantai dua, saya melihat foto-foto jejak perjalanan Tzu Chi. Dengan melihatnya saja, saya sudah tahu kisah di balik setiap lembar foto, seperti insiden jatuhnya pesawat China Airlines di Dayuan, bencana Topan Xangsane, dan lain-lain. Kondisi di masa lalu kembali terbayang di benak saya saat melihat foto-foto itu. Saya dengan cepat teringat akan penyaluran bantuan banjir pada saat itu. Setiap foto berisi tokoh dan kisah yang menyentuh. Saya juga melihat selembar foto yang sangat klasik, yakni foto anak perempuan usia 9 tahun dan kakeknya. Meski anak itu masih kecil, tetapi kakeknya tetap mengizinkannya ikut.

Anak itu juga sangat giat dan gembira. Bagi anak-anak yang masih memiliki pikiran yang murni dan tidak ternodai, membuat mereka tahu bahwa mereka juga dapat menolong sesama merupakan pendidikan terbaik. 

Setelah berkeliling dan naik ke lantai atas, tiba-tiba, masuk sekelompok Bodhisatwa cilik. Mereka terlebih dahulu menyanyikan sebuah lagu untuk saya, lalu berbagi pemahaman mereka setelah mengikuti ceramah pagi saya. Seorang relawan berusia 10 tahun membuat catatan dalam bentuk tulisan dan gambar. Dia bahkan menyerap Dharma ke dalam hati. Catatan yang dibuatnya saat mendengar Dharma sangat bermakna.

Ada juga seorang relawan yang lebih kecil yang mengajak orang-orang untuk menyumbangkan buku bagi pedesaan. Dia mengajak orang-orang membeli enam buku seharga 1.500 dolar NT. “Halo, Kakek Guru. Saya adalah relawan cilik Jing Si Books & Cafe, Shao-an. Kami mengajak orang-orang untuk menyumbangkan buku. Satu set terdiri atas enam buku, yakni Tiga Kebajikan dan Tiga Ikrar, Tata Krama dan Kebenaran, Bersih dari Sumbernya, Saya Adalah Relawan Cilik, Kampung Halaman Batin, dan Kata Renungan Jing Si. Enam buku ini merupakan satu set dengan harga 1.500 dolar NT. Mari kita antarkan cinta kasih ke wilayah terpencil,” ucap Lü Shao-an, relawan cilik Jing Si Books & Café ini. “Kamu sudah menggalang 33 set, benar tidak?” saya bertanya padanya. Ia pun menjawab dengan senyuman dan anggukan.

Saya juga mendengar tentang Bodhisatwa lansia yang tekun dan bersemangat. Mereka terus mengikuti langkah saya dengan tekad yang teguh. Para Bodhisatwa lansia sangat tekun mempelajari cara menggunakan buku elektronik, termasuk relawan yang sudah berusia 80-an hingga 90-an tahun. Seorang relawan berkata bahwa dia buta huruf. Namun, dia sangat mengasihi saya, menuruti perkataan saya, dan enggan menyerah. Karena itulah, dia mempelajari cara menggunakan buku elektronik Tzu Chi. Dia berkata bahwa meski buta huruf, dia tetap akan berusaha untuk menuruti perkataan saya. Dia tetap berusaha meski buta huruf. Saat saya bertanya kepadanya tentang perkembangannya, dia berkata, “Saya sudah bisa  membaca dan menggunakan buku elektronik. Buku elektronik sangat praktis. Saya bahkan bisa mendengar berita lewat buku elektronik ini.” 

Dia menggunakannya dengan sangat gembira. Dengan membawa buku elektronik,dia bagai membawa seisi perpustakaan ke setiap tempat yang dia datangi. Jadi, dia dapat mempelajari sejarah Tzu Chi, ini sungguh tidak mudah. Kini para Bodhisatwa lansia juga bisa menjawab pertanyaan orang lain. Orang lain bisa bertanya kepada mereka bagaimana cara menggunakan buku elektronik. Mereka bisa mengajari orang lain. Lihat, janganlah kita menyerah pada usia. Kita harus saling melindungi tekad pelatihan.

Kalian telah menggantikan saya untuk bersumbangsih bagi dunia. Saya bisa melihat kalian saling mendukung untuk menapaki Jalan Bodhisatwa dan mendengar Dharma. Dengan menghirup keharuman Dharma, kita dapat mengembangkan kebajikan di dalam hati. Dengan pemahaman yang kita peroleh, kita dapat mengembangkan kebajikan. Pemahaman yang diperoleh saat mendengar Dharma menandakan bahwa kebajikan kita ikut berkembang. Jika kita menyerap Dharma ke dalam hati, maka Dharma tersebut akan menjadi milik kita. Kualitas kebajikan juga akan berkembang jika kita mendalami Dharma. Jadi, dengan mendalami Dharma, kita dapat mengembangkan kualitas kebajikan.

Saya berharap setiap orang dapat lebih bersungguh hati. Selain bersumbangsih bagi masyarakat, kalian juga harus mendengar Dharma agar dapat memahami tujuan Buddha datang ke dunia ini. Bodhisatwa sekalian, saya sangat berterima kasih kepada kalian. Kita memiliki banyak relawan senior. Relawan yang berusia 80-an hingga 90-an tahun telah membentangkan jalan dengan cinta kasih dan mewariskan jalinan kasih sayang sehingga jumlah relawan Tzu Chi bisa sebanyak sekarang. Dengan prinsip yang sama, jika kita semua terus membentangkan jalan dengan cinta kasih, maka tempat yang bisa kita jangkau akan semakin banyak. Inilah arah insan Tzu Chi tahun ini. Kalian harus menghafalnya, memasukkannya ke dalam hati, dan sungguh-sungguh mendengar Dharma. Giat membentangkan jalan dengan cinta kasih dan membimbing ke arah yang benar dengan penuh kasih sayang untuk selamanya.

Saya menambahkan beberapa kata lagi bagi kalian. Dengan ketulusan dan kebenaran, kita dapat mempraktikkan sila, samadhi, dan kebijaksanaan sehingga dapat mewariskan ajaran Jing Si. Jadi, kita harus tulus dan benar serta mempraktikkan sila, samadhi, dan kebijaksanaan untuk mewariskan ajaran Jing Si. Dengan keyakinan dan kesungguhan, kita dapat menyerap semua Dharma yang kita dengar. Inilah yang disebut dengan keyakinan dan kesungguhan menyerap Dharma tanpa celah demi meneguhkan mazhab Tzu Chi. Jika bisa begitu, maka mazhab Tzu Chi akan sangat kukuh hingga ribuan, bahkan puluhan ribu tahun.

Ajaran Jing Si dapat diwariskan karena kita mempraktikkan sila, samadhi, dan kebijaksanaan dengan tulus dan benar. Mazhab Tzu Chi dapat kukuh karena kita menyerap Dharma dengan keyakinan dan kesungguhan.

Bersama-sama mempelajari prinsip kebenaran dan menjadi inspirasi bagi orang lain

Relawan cilik mendengar ceramah pagi Master dan mengajak orang-orang berbuat baik

Relawan lansia giat mempelajari cara menggunakan buku elektronik Tzu Chi

Mewariskan ajaran Jing Si dengan ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 Januari 2016

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan DAAI TV Indonesia tanggal 20 Januari 2016
Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -