Ceramah Master Cheng Yen: Hati Guru dan Murid Saling Bertautan


Kepada seluruh insan Tzu Chi di Kanada saat ini, kita sudah lama tidak berjumpa. Saya melihat kalian berkontribusi kembali bagi masyarakat. Berbicara tentang kontribusi kembali, kita juga seharusnya bersyukur kepada tempat itu. Bukan hanya menyediakan tempat berpijak, tanah di sana juga telah menjadi lahan pertanian cinta kasih yang luas.

Tanah tersebut juga membuat insan Tzu Chi dapat bersentuhan dengan alam seperti di Griya Jing Si. Melihat lahan pertanian itu, saya sungguh merasakan suasana Griya Jing Si. Bukan hanya melihatnya, kita juga dapat merasakan semangat silsilah Dharma Jing Si di sana. Saya melihat kalian semua berusaha meneruskan silsilah Dharma Jing Si di sana.

Selain itu, di tempat itu, pohon-pohon juga ditanam dan dipelihara dengan baik, sehingga tumbuh dengan rimbun dan hijau. Kalian telah memeliharanya dengan sepenuh hati. Menanam pohon membutuhkan kesabaran. Dibutuhkan waktu yang panjang agar pohon dapat berakar dalam dan tumbuh lebat. Begitulah kalian menanam pohon di sana.

Kita sebagai manusia juga harus berlomba dengan pohon. Manusia menanam pohon, juga harus berlomba dengan pohon. Lihatlah pohon, akarnya terus tumbuh ke dalam tanah. Akarnya tumbuh mendalam dan meluas.

Setiap hari, saya selalu berada di lingkungan Griya Jing Si. Setiap hari, saya membuka pintu dan berjalan-jalan. Di luar ruangan ini, saya berkeliling dan melihat dua batang pohon besar. Saya melihat pohon itu sepertinya bertambah tinggi. Meski merupakan pohon tua, ia masih bertumbuh karena masih bertunas dan bercabang.


Kemudian, saya juga melihat ke sekeliling pohon itu. Saya melihat pohon itu juga semakin lebat dan rimbun. Saat melihat ke bawah, saya melihat akarnya juga masih terus bertumbuh dan berada di atas permukaan tanah. Saya terpikir bahwa akarnya itu pasti memanjang ke dalam tanah. Karena itu, pohon itu dapat tumbuh dengan kukuh. Ia tumbuh dengan tegak dan kukuh di sana tanpa takut angin dan hujan. Ia tetap berdiri di sana dengan tegak. Manusia ibarat pohon.

Insan Tzu Chi harus sangat bersungguh hati. Kita tumbuh dari sebutir benih, yakni tekad awal kita. Saat menumbuhkan ranting dan daun, itu sama dengan saat kita bertekad untuk dilantik. Setelah dilantik, kita harus bertumbuh lebih rimbun untuk menaungi banyak orang. Saat cahaya matahari sangat terik dan panas, kita dapat menaungi orang yang berteduh. Insan Tzu Chi sendiri juga perlu berteduh dan dinaungi.

Dalam interaksi antarmanusia, kita mungkin merasa suatu perkataan sangat memotivasi, memberi kehangatan, semangat, serta rasa sukacita. Setelah bergabung dengan Tzu Chi, kita mengikuti pelatihan. Setelah masuk ke Tzu Chi, bertekad, dan berikrar, dengan banyaknya orang, kita mendengar suara sumbang.

Dalam interaksi antarsesama, kita mungkin mendengar kata-kata yang tak menyenangkan. Raut wajah kita pun menjadi tidak enak dipandang. Antara sesama relawan, ada yang saling bermusuhan dan menunjukkan rasa tidak senang. Ini akan mengganggu batin sendiri.

Namun, Tzu Chi adalah sebuah ladang pelatihan diri. Kita harus saling memberi perhatian. Saat ada orang yang batinnya terluka, kita harus segera memberi penghiburan. Kita pun harus memotivasi diri sendiri dan bertekad untuk menjadi Bodhisatwa.


Kita berterima kasih kepada sesama rekan di ladang pelatihan ini yang telah memberi kita kesempatan untuk melatih diri, mengatasi diri sendiri, dan berintrospeksi apakah diri kita memiliki kemurahan hati, cinta kasih, dan welas asih. Namun, kemurahan hati dan welas asih lebih mudah dikembangkan. Bagaimana dengan keberanian?

Untuk memiliki keberanian, kita membutuhkan kesabaran. Tanpa kesabaran, tidak akan ada keberanian. Tanpa keberanian, Jalan Bodhisatwa tak akan bisa kita tapaki.

Bodhisatwa sekalian, selain mengembangkan welas asih, kita terlebih harus mengembangkan kekuatan kesabaran. Inilah Bodhisatwa dunia yang sesungguhnya, mampu memikul tanggung jawab Bodhisatwa.

Saya pernah berpesan kepada Tzu Ching kita agar membantu saya memikul bakul beras bagi dunia. Bakul beras lebih berat. Artinya, kapasitas dan cakupannya lebih besar. Tanggung jawabnya lebih besar.

Berhubung telah lahir di dunia ini, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu yang ada. Tanggung jawab yang berat ataupun ringan harus kita pikul. Saat mampu memikul tanggung jawab yang berat, berarti kita memiliki kekuatan besar.


Kita harus memanfaatkan kehidupan ini untuk menanam jalinan jodoh baik. Terima kasih kepada kalian di sana yang terus menjaga keluarga besar Tzu Chi. Bagaikan sebidang lahan yang ditanami sayuran ataupun pohon, ia pasti mendatangkan hasil bagi kita. Jadi, kita harus menebar benih dengan sepenuh hati. Dengan demikian, lahan ini pasti membuahkan hasil bagi kita.

Kita harus menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia. Bukan hanya menggalang Bodhisatwa baru, kalian juga harus berinteraksi dengan para relawan senior agar dapat saling mendukung. Inilah semangat dan motivasi yang saya berikan dari jauh bagi kalian di Kanada.

Kita memang terpisah oleh jarak yang jauh, tetapi saya percaya hati kalian sangat dekat dengan hati saya. Saya berharap pandemi ini dapat segera berlalu agar kalian dapat secepatnya kembali untuk melihat saya.

Kini, usia saya sudah lanjut. Saya selalu berharap semuanya dapat kembali kemari dan berkumpul dengan sukacita. Saya mendoakan kalian semua.

Tekad kalian harus teguh. Kalian harus saling berinteraksi, memotivasi, dan berterima kasih agar senantiasa bertumbuh di Jalan Bodhisatwa. Terima kasih. Saya mendoakan kalian semua.    

Memperluas ladang berkah dan menumbuhkan benih kebajikan
Menumbuhkan hutan yang berakar dalam dan berdaun rimbun
Memikul tanggung jawab dengan murah hati dan berani
Hati guru dan murid saling bertauan dan menghargai jodoh Dharma

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 23 Oktober 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 25 Oktober 2021  
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -