Ceramah Master Cheng Yen: Hidup Berdampingan bagai Satu Keluarga
Di Yaman, perang dan masalah sanitasi memicu penyebaran penyakit
kolera. Melihatnya, saya sungguh merasa tidak tega. Kita juga melihat di
Myanmar, penyebaran virus flu sangat mengkhawatirkan. Kabarnya, butuh waktu
sebulan lebih agar penyebaran virus ini bisa reda. Karena itu, insan Tzu Chi
Malaysia menyediakan masker N95 bagi Myanmar.
“Kini, di
pasar Yangon dan seluruh Myanmar, agak sulit untuk menemukan masker N95. Karena
kondisi sangat mendesak dan di Malaysia masih terdapat masker dalam jumlah
besar, kita pun mengirimkannya ke Myanmar,” kata Li
Wen-jie, Staf Tzu Chi Kuala Lumpur dan Selangor.
Ketua Pelaksana Lin, Kepala RS Chien, seorang dokter dari RS Tzu
Chi Dalin, dan seorang dokter dari RS Tzu Chi Taichung pergi ke Myanmar karena
tenaga medis setempat membutuhkan bimbingan dokter kita tentang bagaimana
menjalankan proses karantina, menyaring pasien, dan lain-lain. Inilah bantuan
yang sangat dibutuhkan oleh fasilitas medis setempat..
Kemarin, Bodhisatwa yang kembali dari Turki berbagi tentang betapa
menggemaskannya anak-anak di sana. Selama beberapa tahun ini, kita telah
menolong lebih dari 3.000 anak pengungsi Suriah di Turki sehingga mereka bisa menerima
pendidikan dengan tenang. Saat ini, anak-anak itu menerima pendidikan di enam
sekolah. Namun, keenam sekolah itu hanya bisa dipakai setengah hari karena
anak-anak setempat juga bersekolah di sana.
Sekolah setempat tentu tidak bisa meminjamkan tempat mereka untuk
selamanya. Terlebih, agar anak-anak dari Suriah menerima pendidikan yang lebih
menyeluruh, dibutuhkan ruang yang bisa digunakan sepenuhnya. Berhubung ada
seorang pengusaha setempat yang baru mendirikan sebuah gedung, Relawan Hu
Guang-zhong pun menghubunginya. Dia dengan gembira dan penuh sukacita menyewakan
gedungnya pada kita. Selain itu, dengan penuh ketulusan, dia berbuat baik
bersama Tzu Chi.
Jadi, semua orang berbuat baik bersama dengan kekuatan cinta
kasih. Kemarin, mendengar laporan mereka, saya merasa sangat tersentuh. Kita
juga melihat seorang bayi berusia enam bulan yang terlahir dengan kelainan
bentuk jari tangan dan kaki. Orang tuanya ingin dia menjalani operasi plastik. Namun,
mereka tidak memiliki uang, apa yang harus mereka lakukan?
Mereka mencoba untuk meminjam uang. Namun, kenalan mereka juga
pengungsi seperti mereka dan hidup dalam kondisi sulit. Karena itu, mereka
meminta bantuan pada insan Tzu Chi. Kemarin, bayi itu diantarkan ke rumah sakit
dan operasi berjalan dengan lancar. Seperti inilah insan Tzu Chi mempraktikkan kebijaksanaan
yang tidak membeda-bedakan.
Kita semua hidup di Bumi yang sama dan semua orang adalah setara. Jika
ada yang menderita dan kita memiliki jalinan jodoh untuk mengetahui
penderitaannya, maka kita bisa mencapai kesepakatan untuk bersama-sama
menolongnya. Dalam ceramah pagi, saya mengulas tentang Empat Kebijaksanaan. Kebijaksanaan
yang mendukung pencapaian segala aktivitas, kebijaksanaan dalam mengamati, dan
kebijaksanaan yang tidak membeda-bedakan harus dipraktikkan untuk menolong
sesama.
Semua makhluk adalah setara. Jadi, kita harus memiliki cinta kasih
tanpa mementingkan jalinan jodoh serta perasaan senasib dan sepenanggungan. Dengan
bantuan kita, bayi itu bisa menjalani hidup seperti orang-orang pada umumnya. Dengan
demikian, kita akan merasa tenang dan dipenuhi sukacita. Kita tidak memikirkan berapa
banyak bantuan yang telah kita berikan. Singkat kata, kita hanya mendoakannya.
Hati kita terbebas dari kemelekatan dan bagaikan cermin yang
jernih. Jadi, setelah mempelajari Dharma, kita mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Secara sederhana, inilah cara mempraktikkan Dharma dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan senantiasa menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya
dalam kehidupan sehari-hari, kita akan merasa damai serta bisa berinteraksi
dengan orang lain dengan penuh cinta kasih dan rasa syukur.
Di Turki, meski kita menganut agama yang berbeda dengan penerima
bantuan, tetapi kita bisa saling menghormati. Kita semua hidup berdampingan di
Bumi ini sebagai satu kesatuan. Saya sungguh sangat bersyukur melihat orang
yang menderita bisa menolong sesama. Meski mereka adalah pengungsi, mereka juga
bisa menyisihkan koin dan membangkitkan cinta kasih untuk menolong orang yang
lebih menderita dari mereka. Inilah ajaran Buddha yang harus kita praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Kita juga melihat seorang ibu yang sangat tegar di Filipina. Keluarganya
sangat kekurangan dan dia mencari nafkah dengan mendayung perahu. Setelah
mengenal Tzu Chi, dia tahu bahwa bumi harus dilindungi. Di desa tempat
tinggalnya, sampah tidak diolah dan biasanya ditumpuk, lalu dibakar. Kemudian,
dia mulai melakukan daur ulang dengan memanfaatkan waktu luangnya. Setiap hari,
selain mendayung perahu, dia memanfaatkan waktu untuk melakukan daur ulang sekaligus
menginspirasi orang lain.
“Meski
saya adalah orang tua tunggal, tetapi saya tetap bisa melakukannya. Saya bisa
mencari nafkah dengan mendayung perahu di pagi hari dan memanfaatkan waktu
luang untuk melakukan daur ulang. Meski tidak memperoleh keuntungan, saya tetap
melakukannya karena Tzu Chi menolong banyak orang, seperti korban bencana dan
orang yang membutuhkan pengobatan. Tzu Chi bahkan pergi ke rumah sakit untuk
memenuhi kebutuhan pasien,” kata Loreta Sison,
seorang relawan lokal.
“Melakukan daur ulang adalah cara saya membantu mereka. Saat
barang daur ulang terkumpul, akan menjadi bantuan besar bagi orang yang
membutuhkan. Saya bukan satu-satunya orang yang membutuhkan bantuan. Banyak
orang yang membutuhkan bantuan. Yang mereka butuhkan lebih dari yang bisa saya
lakukan. Meski kami juga kekurangan, kami tetap rela berdonasi dan menolong
sesama,” tambahnya.
Meski kondisi hidupnya sangat sulit, tetapi dia memiliki tekad
yang teguh untuk mengembangkan potensi kebajikannya dan telah menginspirasi
banyak orang. Dia juga tengah mengikuti pelatihan relawan. Kisahnya sungguh
sangat menyentuh. Upah yang dia peroleh dengan mendayung perahu hanya sekitar
100 peso Filipina per hari yang setara dengan 60 dolar NT.
Selain mendayung perahu, dia juga menerima pekerjaan mencuci
pakaian dan bisa memperoleh sekitar 200 peso Filipina. Namun, pekerjaan mencuci
pakaian tidak selalu ada. Meski hidup kekurangan, dia tetap bisa memanfaatkan
waktu untuk melakukan hal yang bermakna. Dia merasa bahwa dibandingkan dengan
mencari nafkah, menjadi relawan membuatnya lebih bahagia dan dipenuhi sukacita.
Sesungguhnya, menapaki Jalan Bodhisatwa bukan hanya bermanfaat untuk
orang lain, tetapi juga bermanfaat bagi diri sendiri. Hidup kita menjadi lebih
bermakna dan nilai hidup kita juga meningkat. Melihatnya melakukan praktik
Bodhisatwa, saya sungguh sangat kagum.
Bersama-sama berbuat baik dengan tulus
Menyelamatkan bayi dengan kebijaksanaan yang tidak membeda-bedakan
Turut melakukan daur ulang meski harus mendayung perahu untuk mencari
nafkah
Menapaki Jalan Bodhisatwa dan mengembangkan potensi kebajikan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 12 Agustus 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 14 Agustus 2017