Ceramah Master Cheng Yen: Kebajikan dan Cinta Kasih Membawa Harapan
“Terima kasih, Taiwan.
Terima kasih, Tzu Chi. Saya ingin berterima kasih kepada polisi yang sudah
banyak membantu. Terima kasih juga kepada Pastor,” kata seorang warga Haiti.
Pada gempa bumi besar yang
melanda Haiti, sejak saat itu hingga sekarang, insan Tzu Chi terus menggarap
ladang berkah dengan sungguh-sungguh dan penuh kesabaran. Mereka menggarap
ladang batin warga di sana dan membimbing relawan yang tidak sedikit. Para
relawan lokal ini kaya akan cinta kasih. Selama bertahun-tahun, mereka juga
telah membantu Tzu Chi dalam menyalurkan bantuan. Mereka juga membantu Tzu Chi
menjalankan pelestarian lingkungan.
Mereka juga membantu Tzu Chi menyurvei pasien. Meski mereka juga kekurangan dari sisi materi, tetapi batin mereka sangat kaya. Mereka juga sangat tekun dan bersemangat. Ini adalah prasyarat untuk keluar dari kemiskinan. Asalkan mau berjuang dengan giat, mereka pasti bisa mendapatkan pekerjaan untuk menstabilkan kehidupan mereka dan dapat melihat harapan.
Kita melihat sebuah dataran
rendah di Thailand. Begitu terjadi banjir, maka genangan air akan bertahan
beberapa bulan. Akses transportasi pun terputus. Warga di sana juga sulit untuk
dievakuasi. Jadi, mereka berharap kita dapat menyediakan 30 buah perahu. Selain
itu, tiga buah perahu yang pernah kita tinggalkan di sana pada 2011 juga turut
kita berikan.
“Kami akan meminjamkan
perahu sumbangan Tzu Chi kepada warga. Mungkin tiga keluarga mendapat satu
perahu. Setelah banjir surut, kami akan menyimpannya. Jika banjir kembali
terjadi, perahu itu masih bisa digunakan,” kata Hong Deng-xiong, relawan Tzu
Chi.
“Kami bersiap menjual barang
dagangan dengan perahu. Perahu ini sangat bermanfaat bagi kami. Dengan ini,
kami bisa berdagang dan mencari nafkah. Tanpa perahu, kami tak bisa apa-apa
saat banjir. Bagi kami, perahu sangat membantu. Biasanya, setiap hari Jumat,
Kakak harus berjalan di tengah genangan air untuk dapat sampai ke masjid,” kata
Racha Manamuthi, kepala desa.
Kini, dia dapat menggunakan
perahu. Biasanya, kita membagikan barang kebutuhan, tetapi kini kita
menyediakan sarana transportasi. Dengan begitu, warga tidak perlu khawatir saat
perlu pergi ke luar, juga tidak berbahaya. Mereka juga tidak perlu turun ke
tengah genangan. Ini juga salah satu cara pemberian bantuan. Kita memberikan
kemudahan transportasi.
Kita juga melihat seorang
pemulung di Malaysia yang membuat kita terharu.
“Kami memilah kardus di
sana. Kami memilah dan menumpuknya di sana. Dia bertanya, "Untuk apa
kalian mengumpulkan kardus sebanyak ini?" Saya menjawab, "Ini bukan
untuk saya." Dia kira saya mau menjualnya untuk diri sendiri. Saya
menjawab, "Bukan, setelah dijual, hasilnya akan disumbangkan ke Tzu
Chi." Dia berkata, "Kalau begitu, saya boleh memberikannya untuk
Anda." Saat melihat plastik, saya akan memungutnya. Saya berjalan kaki.
Jika naik sepeda atau mobil, tak akan terlihat jelas. Saya sangat gembira
karena barang-barang ini bisa membantu orang yang sakit atau kekurangan,” kata
Sandiran, seorang relawan Tzu Chi.
Kita juga melihat Indonesia.
Selama bertahun-tahun, insan Tzu Chi Indonesia memberi perhatian bagi warga
kurang mampu serta menyalurkan bantuan bencana. Baksos kesehatan pun diadakan
dalam skala besar. Tzu Chi juga telah memberikan beasiswa bagi banyak anak agar
bisa menyelesaikan pendidikan.
Lihatlah, anak-anak yang
sudah lulus dapat kembali membalas budi. Kini dia telah bergabung dalam badan
misi kesehatan Tzu Chi. Dia sangat bersungguh hati. Dia juga bersumbangsih
dengan penuh budaya humanis dan cinta kasih. Dia sangat bersyukur. Yang memberi
tidak memiliki pamrih, yang menerima dapat membalas budi dengan penuh syukur. Ini
sungguh indah dan menghangatkan hati.
Kita juga melihat di
Jiangsu, Tzu Chi juga memberikan beasiswa bekerja sama dengan pemerintah. Sejak
tahun 2007 hingga kini, selama 10 tahun, kita telah memberi perhatian dan
bantuan pendidikan bagi anak-anak. Ini kita lakukan hingga saat ini. Insan Tzu
Chi juga memperhatikan keluarga anak-anak ini. Para relawan juga mengajarkan
Kata Renungan Jing Si. Secara tidak langsung, ini juga memupuk cinta kasih
dalam hati anak-anak.
Mereka juga memahami
semangat celengan bambu dan mengumpulkan sedikit demi sedikit donasi sehingga
dapat digunakan untuk kembali membantu sesama. Inilah cara membangkitkan cinta
kasih. Semua ini sangat membuat orang terharu. Bukan hanya di luar negeri,
insan Tzu Chi di Taiwan juga senantiasa bersumbangsih tanpa henti. Dari wilayah
utara sampai selatan Taiwan, para anggota Tzu Cheng dan komite selalu berusaha
menjadi teladan.
Saat melihat lansia yang
sebatang kara rumahnya rusak atau menderita sakit tanpa ada yang merawat, insan
Tzu Chi mendampingi mereka dalam jangka panjang. Entah berapa banyak kasus
seperti ini kita terima. Jumlahnya tak dapat dihitung. Jika rumah mereka bocor,
relawan akan memperbaikinya. Kisah seperti ini sangat banyak. Semangat seperti
ini tidak boleh terputus. Karena itu, semangat ajaran Jing Si dan mazhab Tzu
Chi harus terus diselami. Bukan hanya dalam pelatihan, pemahaman terhadap
semangat ini juga terus dipupuk dan diperdalam lewat berbagai kegiatan dan
kamp. Jadi, perasaan dan logika dikembangkan secara sejalan tanpa henti.
Semua ini patut disyukuri. Insan
Tzu Chi senantiasa menjadi teladan. Saya sangat berterima kasih. Terlebih lagi,
insan Tzu Chi di Taiwan sebagai tempat asal mula Tzu Chi harus memikul tanggung
jawab lebih banyak. Kini, baik dari segi waktu dan ruang, dunia sungguh tengah
mengirimkan sinyal darurat. Kita harus sungguh-sungguh memanfaatkan waktu.
Empat unsur alam sudah tidak
selaras. Saya berharap insan Tzu Chi semakin giat dan tidak menyia-nyiakan
waktu sedetik pun. Akhir kata, banyak hal yang menyentuh. Kita dapat melihat
selama ini, di berbagai negara, insan Tzu Chi selalu bersumbangsih dan telah
menginspirasi banyak orang. Setiap hari saya selalu menyerukan untuk menyucikan
hati manusia. Insan Tzu Chi telah menjalankannya. Terlebih lagi, mereka
bersumbangsih dengan giat. Saya sungguh harus berterima kasih kepada para
Bodhisatwa dunia ini.
Menyebarkan benih kebajikan di ladang batin
Bersumbangsih dengan tulus dan tanpa pamrih
Bersyukur dan membalas budi setelah menerima bantuan
Tekun melatih diri tanpa menyia-nyiakan waktu
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina