Ceramah Master Cheng Yen: Kekuatan Ikrar Berlanjut hingga Kehidupan Mendatang


“Mari kita berikan penghormatan kepada Kakek Guru.”

“Halo, Kakek Guru, para guru Griya Jing Si, serta Bibi dan Paman sekalian. Selamat datang. Kakek Guru, silakan naik lift. Kami akan naik tangga.”

Kalian naik tangga?

“Kakek Guru, silakan lewat sana. Berhati-hatilah saat melewati ambang pintu.”

Saat berkunjung ke sekolah kita di Tainan, saya melihat murid-murid kita yang sangat anggun. Seragam mereka sangat rapi dan bersih dan mereka pun penuh tata krama. Murid-murid kita secara bergilir menjadi pemandu tur saya di sekolah. Mereka berdiri di sisi saya dan tangan-tangan kecil mereka menggandeng tangan besar saya. Mereka sungguh menggemaskan.

Saat masuk ke ruang kelas, saya juga melihat edukasi pelestarian lingkungan. Murid-murid kita berebut untuk menjelaskannya. Mereka juga bisa menjelaskan vegetarisme dengan sangat baik. Mereka berkata, "Demi kesehatan tubuh kita, janganlah mengonsumsi makanan nonvegetaris. Kita semua harus bervegetaris. Makanan vegetaris mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh kita."

Saat berada di sekolah kita, saya merasa saya seakan-akan menjadi lebih muda dan ada sekelompok kakak cilik yang mengajari saya hal-hal baru dan makanan apa yang seharusnya dikonsumsi. Mereka menitikberatkan kelestarian lingkungan dan nutrisi makanan sesuai gambar di ruang kelas mereka. Saya merasa bahwa inilah harapan dalam pendidikan. Saya juga berkata kepada kepala sekolah dan guru kita, "Lima menit sebelum makan siang, biarkanlah murid-murid menonton video tentang kehidupan orang-orang yang kekurangan agar mereka dapat membina rasa syukur."


Saya merasa bahwa diri sendiri dipenuhi berkah dan sangat berpuas diri. Karena itu, saya senantiasa bersyukur. Terlebih, saya memiliki jalinan jodoh istimewa untuk mendirikan Badan Amal Ke Nan Tzu Chi pada lebih dari 50 tahun yang lalu. Dari kondisi yang serbasulit, kita maju selangkah demi selangkah hingga kini. Saya memiliki ikrar, tetapi dari mana saya bisa memperoleh kekuatan? Sungguh, saya tidak tahu. Saya tidak tahu dari mana saya bisa memperoleh kekuatan.

Saat melihat warga kurang mampu jatuh sakit dan wilayah timur Taiwan begitu kekurangan fasilitas medis, saya pun memutuskan untuk membangun rumah sakit tanpa mengukur kemampuan diri sendiri. Kita mengadakan baksos kesehatan dan membangun rumah sakit seiring berjalannya waktu.

Di meja saya terdapat sebuah jam kecil dan saya meletakkan seekor semut kecil di sudut jam itu. Setiap hari, saat duduk di sana dan berbicara dengan orang-orang, saya akan melihat jam itu. Yang saya lihat bukanlah waktu, melainkan semut itu. Semut itu berada di sudut jam dan seakan-akan tengah mendaki. Saya bagaikan semut itu.

Sejak masih muda, saya terus mendaki seiring berjalannya waktu. Saya bersusah payah membangun misi Tzu Chi selangkah demi selangkah dan terus berpacu dengan waktu. Karena itulah, kini saya tetap selalu menggenggam waktu.


Kehidupan manusia bagai matahari yang terbit dan terbenam. Setelah menstabilkan misi Tzu Chi, kehidupan saya bagaikan semut yang telah mencapai puncak gunung. Saat ini, saya harus bersiap-siap untuk turun gunung. Sungguh, demikianlah kehidupan. Namun, kelak saya akan memulai segalanya dari bawah lagi. Saya akan kembali memulai kehidupan baru dan memiliki hari esok yang baru.

Seumur hidup bagaikan satu hari. Matahari terbit dan terbenam. Saat matahari terbenam, kita harus bersiap-siap. Kita harus ingat untuk melakukan persiapan guna kembali mendaki gunung di masa mendatang. Saat ini, demikianlah pola pikir saya. Saya sudah mulai menuruni gunung, tetapi tekad saya harus sangat teguh dan bersiap-siap agar setelah mencapai kaki gunung, saya dapat kembali melangkah di masa mendatang. Jadi, di kehidupan sekarang, kita harus memupuk jalinan jodoh bagi kehidupan mendatang.

Saya sering mendengar insan Tzu Chi berikrar untuk mengikuti langkah saya dari kehidupan ke kehidupan. Dalam hati saya, saya selalu mendoakan semoga mereka bisa mengikuti langkah saya dengan erat. Berhubung telah menjalin jodoh di kehidupan sekarang, kita harus tetap menapaki jalan yang sama di kehidupan mendatang. Saat jalinan jodoh matang, kita akan kembali berhimpun untuk menapaki Jalan Bodhisatwa yang makin mulus. Jadi, jalinan jodoh akan terus berlanjut dari kehidupan ke kehidupan.

Melihat murid-murid kita di Tainan, saya berpikir, "Mengapa mereka begitu berjodoh dengan saya?" Mereka mengikuti saya, menyambut saya, dan memperlakukan saya dengan penuh hormat. Ada pula yang terus menggandeng tangan saya. Masing-masing tangan saya digandeng oleh tiga hingga empat anak sehingga saya bagaikan memegang untaian bacang. Mereka sangat menggemaskan. Saya merasakan kekuatan cinta kasih ini di setiap tempat yang saya kunjungi.


Saudara sekalian, kita mungkin belum bisa mempraktikkan prinsip kebenaran yang mendalam. Namun, kita dapat mempraktikkan prinsip kebenaran yang sederhana dengan menapaki Jalan Bodhisatwa. Di Jalan Bodhisatwa ini, mari kita menginventarisasi kehidupan kita.

Saya berikrar untuk memikul bakul beras bagi dunia dan berharap makin banyak orang memikulnya bersama. Ada sebagian orang yang tidak dapat memikul dua bakul di pundak mereka. Meski demikian, mereka dapat memikulnya bersama orang lain sesuai kekuatan masing-masing. Bahkan, orang yang tidak mampu memikul bakul beras juga dapat menjinjing keranjang sayur. Ini cukup dilakukan sesuai kemampuan diri sendiri.

Saya hanya berharap orang yang memiliki jalinan jodoh istimewa dapat mengemban tanggung jawab yang lebih besar. Jika ada yang jalinan jodohnya belum mendalam, kita hendaknya menjalin jodoh dengan mereka agar jalinan jodoh ini dapat terus berlanjut dari kehidupan ke kehidupan.    

Membina kebajikan, mengajarkan tata krama, dan menanamkan akar keluhuran
Orang-orang berhimpun berkat adanya jalinan jodoh
Berikrar untuk memikul bakul beras bagi dunia
Kekuatan ikrar berlanjut hingga kehidupan mendatang  

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 04 November 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Heryanto
Ditayangkan tanggal 06 November 2022
Berlombalah demi kebaikan di dalam kehidupan, manfaatkanlah setiap detik dengan sebaik-baiknya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -