Ceramah Master Cheng Yen: Kekuatan Terhimpun Saat Jalinan Jodoh Matang

Dahulu, saat melihat relawan di wilayah timur Taiwan, seperti Hualien, Yuli, dan Taitung, saya selalu teringat akan perjalanan saya melintasi gunung dan bukit dari wilayah barat Taiwan ke Taitung, lalu datang ke Hualien. Saat itu, saya datang dengan tangan kosong. Orang zaman dahulu menyebutnya “membawa dua lembar jahe”. Sesungguhnya, saat itu, saya bahkan dua lembar jahe pun tidak punya. Hidup saya benar-benar sangat sulit. Awalnya, saya tinggal di pondok kayu. Saya sangat bersyukur kepada Bapak Xu atas cinta kasih dan welas asihnya. Ini juga merupakan jalinan jodoh. Inilah yang membuat saya menetap di Hualien.

Di pondok kayu di belakang Vihara Pu Ming, saya melatih diri dengan sepenuh hati selama setengah tahun. Tanpa saya sadari, sebuah topan menerjang sehingga saya terpaksa meninggalkan pondok kayu. Setelah meninggalkan pondok kayu, saya tinggal di Vihara Ci Shan. Pada Hari Waisak, saat saya tinggal di Vihara Ci Shan, Shao-wei yang kini kalian panggil Guru De Ci dan seorang Bodhisatwa lansia beserta putrinya yang kini kalian kenal sebagai Guru De Rong, datang ke hadapan saya dan berkata, “Master, putri saya berjodoh dengan Master. Tolong terima dia sebagai murid Master. Tentu saja, juga ada orang lain, yakni Shao-en. Mereka berlutut di hadapan saya dan berkata, 'Master, tolong terima kami sebagai murid Master',” Karena itulah, saya menjadi guru mereka.

Awalnya, saat meninggalkan keduniawian, saya berikrar untuk tidak menerima murid. Akan tetapi, inilah yang disebut jalinan jodoh. Lima puluh tahun yang lalu, Tzu Chi berdiri karena adanya jalinan jodoh. Lima puluh tahun yang lalu, tiga biarawati bertukar pikiran dengan saya tentang agama. Lima puluh tahun yang lalu, Taiwan masih menerima bantuan berupa tepung dan susu bubuk. Saat itu, umat Katolik memiliki gereja, panti jompo, dan sekolah. Jadi, mereka melakukan praktik nyata di dunia untuk menolong orang yang membutuhkan. Lalu, bagaimana dengan umat Buddha?

Mereka berkata, “Inilah yang kami lakukan untuk melayani masyarakat. Ajaran Buddha juga sangat baik. Apa saja yang dilakukan oleh umat Buddha?” Saya berkata, “Semangat ajaran Buddha adalah bersumbangsih tanpa pamrih dan berbuat baik tanpa ingin diketahui. Jika Anda membaca di surat kabar bahwa ada orang yang berbuat baik tanpa meninggalkan nama maka mereka pasti umat Buddha.” Lalu, mereka berkata, “Mengapa Anda tidak mengumpulkan orang-orang yang ingin berbuat baik ini? Jika mereka dapat bekerja sama maka akan terhimpun kekuatan.” Perkataan mereka memang benar. Jika mereka yang ingin berbuat baik berkumpul maka akan terhimpun kekuatan. Perkataan ini sungguh-sungguh menginspirasi saya. Pada hari itu juga, saya memanggil Bodhisatwa lansia itu dan empat atau lima orang murid saya untuk mengadakan rapat.

Saat itu, guru saya ingin saya meninggalkan Hualien, tetapi Bodhisatwa lansia itu tidak rela. Saat itu, saya berkata, “Jika bisa mengumpulkan orang-orang yang berniat baik maka saya selamanya tidak akan meninggalkan Hualien. ”Karena itulah, baru ada kisah 30 buah celengan bambu. Berhubung tiga puluh orang ini tidak rela saya meninggalkan Hualien, mereka pun menulis surat kepada guru saya agar menunda kepergian saya selama tiga tahun. Inilah asal mula berdirinya Tzu Chi."

Kali ini, insan Tzu Chi di Ekuador menjalankan program pembersihan dengan memberikan upah 15 dolar AS per hari agar warga setempat dapat bekerja setiap hari. Dengan begitu, selain dapat membantu warga, setelah lingkungan setempat dibersihkan, sendi kehidupan setempat juga dapat pulih kembali. Berkat program bantuan ini, kota pertama dan kedua sudah perlahan-lahan pulih kembali. Karena itu, warga setempat turut menjadi relawan dan bekerja sama dengan insan Tzu Chi untuk menjalankan program bantuan di kota ketiga dan keempat. Saat tiba di kota ketiga, kita melihat sebuah gereja yang di dalamnya terdapat tiga biarawati. Akibat guncangan gempa, gereja ini mengalami kerusakan dan dindingnya hampir roboh. Dengan program bantuan lewat pemberian upah, insan Tzu Chi mengajak sekelompok orang untuk membersihkan gereja bagi tiga biarawati itu. Ini karena manusia membutuhkan tempat ibadah.

Mayoritas warga Ekuador menganut agama Katolik. Karena itu, kita mengajak orang-orang untuk membersihkan gereja terlebih dahulu. Hari itu, saat melakukan telekonferensi dan mendengar tentang tiga biarawati, saya berkata, “Ini sungguh tidak asing.” Kini, kita mengumpulkan banyak orang di Ekuador untuk menolong orang yang membutuhkan. Dengan mengumpulkan orang-orang yang berniat baik, bukankah akan terhimpun kekuatan? Ini sama seperti yang dikatakan oleh biarawati itu lima puluh tahun yang lalu. Karena itu, dalam telekonferensi hari itu, saya sangat tercengang. Hari itu, saya juga mengucapkan kata-kata yang sama seperti tadi kepada relawan kita bahwa ini sesuai dengan perkataan tiga biarawati pada saat itu, yakni dengan mengumpulkan banyak orang, akan terhimpun kekuatan.

Bodhisatwa sekalian, selama hampir 45 tahun, Tzu Chi berdedikasi penuh demi semua makhluk. Kita membentangkan inci demi inci jalan dengan cinta kasih dari Hualien sampai ke 50 hingga 60 negara. Relawan kita bahkan menjangkau lebih dari 90 negara untuk memberikan bantuan. Kita membentangkan setiap inci jalan dengan cinta kasih dan menghubungkan jalinan kasih sayang yang penuh kesadaran hingga ke seluruh dunia. Ini semua dimulai dari Hualien. Hualien merupakan tempat asal mula Tzu Chi. Setiap relawan bersumbangsih dengan penuh cinta kasih. Kini Tzu Chi telah berdiri selama 50 tahun.

Bodhisatwa sekalian, melihat setiap orang memberi persembahan dengan keharmonisan dan cinta kasih, saya merasa sangat gembira. Tzu Chi yang berasal dari wilayah timur Taiwan telah tersebar luas ke berbagai negara. Kita harus mengatur waktu dan mengundang warga untuk berkunjung ke Aula Jing Si kita agar mereka memahami bahwa Tzu Chi berasal dari Hualien. Kini Tzu Chi telah tersebar ke seluruh dunia. Saya berharap setiap orang dapat mendukung kita dan turut menyambut semangat celengan bambu.

Mengenang kala Master Cheng Yen pergi ke Hualien dengan tangan kosong

Kekuatan terhimpun saat jalinan jodoh matang

Menghimpun kekuatan banyak orang untuk membersihkan gereja

Memberi persembahan dengan keharmonisan, rasa hormat, dan cinta kasih

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 5 Juni 2016 

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 7 Juni 2016

Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -