Ceramah Master Cheng Yen: Keluhuran Buddha
“Longsoran tanah di mana-mana.”
“Ya, semuanya hancur. Lihatlah, jika turun hujan, semuanya hancur, termasuk batuan sedimen.”
“Bagian ini meluncur dari atas. Di kedua sisi, tanah longsor terus terjadi. Tanah yang dilalui longsoran tanah turut terbawa dan meluncur ke bawah. Pada dasarnya, ada 2 jenis tanah longsor. Salah satunya terjadi karena setelah puncak gunung dikembangkan, debit air akan meningkat saat turun hujan. Saat air mengalir menuruni lereng, lapisan tanah yang agak lemah akan longsor. Saat longsoran tanah mencapai lembah, ia akan mengikis kaki gunung dan mengakibatkan longsor di bawah,” tutur Yang Guo-zhen, Ketua Asosiasi Lingkungan Hidup.
“Jika melakukan penebangan hutan, risiko tanah longsor akan meningkat 10 kali lipat, sedangkan jika membuka jalan di pegunungan, maka risikonya akan meningkat 100 kali lipat. Namun, risiko di sini mungkin lebih tinggi dari 100 kali lipat karena dibukanya jalan diikuti oleh pengembangan yang berlebihan. Jadi, mungkin lebih parah dari itu,” jelas Hong Ru-jiang, Profesor kehormatan jurusan teknik sipil Universitas Nasional Taiwan.
“Dengan adanya campur tangan manusia, lapisan permukaan tanah akan terkikis. Dalam beberapa hal, meski kita berusaha untuk memulihkannya, tetap tidak bisa,” kata Chen Wen-shan, Profesor jurusan geologi Universitas Nasional Taiwan.
Kita membutuhkan bumi yang sehat. Bumi yang sehat dapat menghasilkan beragam tanaman pangan bagi manusia sehingga hidup kita bebas dari kerisauan. Kita juga membutuhkan gunung yang sehat dan sungai yang bersih. Namun, apakah kini gunung sehat? Apakah kini sungai bersih? Saya masih ingat saat saya muda, air sungai terus mengalir tanpa henti. Namun, kini tidak demikian lagi. Sungai-sungai kering hingga kita bisa melihat dasarnya.
Terlebih gunung, sulit untuk melihat gunung yang sepenuhnya hijau. Kita bisa melihat titik demi titik yang mengalami kerusakan. Saat gunung mengalami kerusakan, konservasi air dan tanah akan terganggu. Begitu turun hujan deras, tanah dan batu akan meluncur dan menimbulkan bencana. Tanah dan batu memenuhi dasar sungai sehingga air sungai meluap. Ini merupakan siklus yang buruk.
Mari kita renungkan secara mendalam. Dalam hidup ini, ada beberapa hal yang selamanya tidak akan kembali begitu kita kehilangan, seperti rusaknya bumi dan keringnya sumber air. Air merupakan sumber segala kehidupan. Begitu hilang, ia tidak akan kembali. Jadi, krisis air sangat mengkhawatirkan. Di seluruh dunia, empat unsur alam tidak selaras. Selama puluhan tahun, saya setiap hari mengulas tentang hal ini.
Sesungguhnya, mengenang apa yang saya katakan dahulu, saya tetap merasa bahwa itu sangat berharga. Sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu, saya sudah menyerukan bahwa air merupakan sumber segala kehidupan. Gunung dan bumi merupakan penopang kehidupan manusia.
“Saya menyusun baskom dan ember untuk menampung air hujan dari atap. Beginilah saya menyusunnya menjadi satu baris. Kata orang, air bagai emas dan uang. Saya berusaha menampung air hujan sebanyak yang saya bisa,” kata Lin Wu Shen, Relawan Tzu Chi.
Kita bisa melihat anggota komite kita menghargai air bagaikan emas. Saya sungguh tersentuh melihatnya. Murid-murid saya menuruti seruan saya untuk menghemat air. Selain menyisihkan uang ke dalam celengan, mereka juga menghemat air. Mereka menggunakan berbagai barang untuk menampung sedikit demi sedikit air. Mereka menggunakan berbagai barang untuk menampung sedikit demi sedikit air. Jika setiap orang bisa menghemat air, maka sumber air tidak akan mengering secepat ini.
Singkat kata, baik dataran tinggi maupun rendah, semuanya menopang kehidupan manusia dan melindungi manusia. Akan tetapi, manusia tidak tahu untuk menghargai. Kini empat unsur alam tidak selaras dan kondisi iklim berubah. Di tempat yang kekurangan air, orang-orang mengharapkan datangnya topan, tetapi juga merasa takut. Mereka membutuhkan air, tetapi juga mengkhawatirkan dampak topan.
Perlu diketahui bahwa kini, gletser dan es laut telah berkurang. Bumi ini mengalami pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Akibat ketidakselarasan pikiran manusia, kondisi iklim dan seluruh alam semesta menjadi tidak selaras. Ketidakselarasan pikiran manusia mengakibatkan bencana akibat ulah manusia dan alam kerap terjadi. Ditambah lagi dengan pikiran jahat dan nafsu keinginan yang tak berujung, manusia terus merusak bumi dan tidak menyadarinya.
Mereka berkata bahwa itu demi membawa manfaat bagi orang-orang dengan menciptakan lapangan kerja agar orang-orang dapat bekerja dengan nyaman untuk menafkahi keluarga. Itu terdengar seperti membawa manfaat bagi masyarakat. Namun, mereka tidak menyadari bahwa mereka telah merusak alam dan memicu terjadinya bencana.
Segala sesuatu bisa hancur dalam sekejap jika empat unsur alam tidak selaras. Guncangan gempa bumi dapat meruntuhkan segalanya, terjangan topan dapat menghancurkan banyak bangunan, dan banjir besar dapat menggenangi lahan yang luas serta merusak banyak rumah. Kita sungguh harus mengingatkan diri sendiri akan hal ini. Jika kita tidak mengingatkan diri sendiri, maka sumber air akan terus berkurang.
Kini teknologi informasi begitu canggih. Kita harus memanfaatkannya untuk menginspirasi cinta kasih orang-orang dan menjauhkan mereka dari nafsu keinginan yang tak berujung. Kini, kita mengimbau orang-orang untuk menghemat air seperti insan Tzu Chi, bahkan air hujan pun kita hargai. Dengan menghemat air dan berbuat baik, kita bisa menciptakan berkah. Jadi, mari kita senantiasa bersungguh hati dan menghargai setiap tetes air.
Terjadi tanah longsor di pegunungan akibat pengembangan yang berlebihan
Khawatir melihat bencana kekeringan
Menampung air hujan dan mendaur ulang air
Menghemat air dan berbuat baik untuk menciptakan berkah
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 4 Juni 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Li Lie