Ceramah Master Cheng Yen: Keluhuran sebagai Warisan Keluarga

Mengapa ada penderitaan di dunia ini? Setelah seseorang mengalami penderitaan, ke mana dia pergi? Mengapa dia datang ke dunia ini untuk mengalami begitu banyak penderitaan? Ke mana pula dia pergi kelak? Kita sungguh perlu untuk mencari tahu tentang siklus lahir dan mati di dunia ini. Sesungguhnya, apa tujuan kita datang ke dunia ini? Apa makna dari interaksi antarmanusia? Inilah yang ada di dalam benak Buddha setelah datang ke dunia ini.

Buddha berusaha untuk mencari tahu dan telah mendapatkan jawabannya. Kemudian, Buddha berbagi dengan orang-orang. Setelah datang ke dunia ini, Buddha merasakan dan memahami penderitaan, lalu berusaha mencari jalan untuk mengakhiri penderitaan. Apa penyebab penderitaan?

Setelah seseorang menabur benih karma, benih tersebut akan berbuah dan menentukan ke mana dia akan pergi kelak. Hukum sebab akibat adalah siklus yang terus berputar. Apa yang dimaksud dengan hukum sebab akibat? Manusia mengonsumsi segala sesuatu di Bumi ini. Bumi menyediakan segalanya untuk kebutuhan manusia. Manusia bergantung pada segala sesuatu di Bumi ini sekaligus melukainya. Manusia merusak dan mencemari alam, juga melukai dan membunuh makhluk lain. Inilah yang dilakukan oleh manusia.

Segala perbuatan akan mendatangkan konsekuensi. Bagaimana hendaknya kita menjalani hidup? Bagaimana hendaknya kita berpikir? Bagaimana hendaknya kita menghormati dan mengasihi hewan? Semua inilah yang harus kita ketahui.

 

Apa yang kita perhatikan? Apa yang kita renungkan? Sesungguhnya, apa yang kita pikirkan? Saya tidak tahu apa yang kalian pikirkan. Berapa banyak yang kalian pahami dari ceramah saya, saya juga tidak tahu. Saya hanya bisa berbagi yang saya ketahui, tetapi tidak tahu apa yang kalian pikirkan. Jadi, antarmanusia tidak memahami satu sama lain. Namun, ada pula orang yang membangkitkan cinta kasih yang tulus. Mereka tulus dalam bertutur kata, memperlakukan orang lain, dan bersumbangsih.

Di Filipina, ada sebuah keluarga yang merupakan keluarga teladan. Dalam keluarga tersebut terdapat 6 anak yang masing-masing berada di negara yang berbeda dan sangat sukses. Mereka memiliki karier yang sukses dan berpendidikan tinggi. Keluarga ini adalah keluarga Bapak Shi Gong-qi yang penuh cinta kasih.

Saat Topan Haiyan membawa dampak bencana serius bagi Filipina, Tzu Chi berencana untuk mendirikan 3.000 unit rumah rakitan sementara. Setelah mendengar kabar ini, Bapak Shi Gong-qi berkata pada Alfredo Li bahwa beliau ingin menemui saya. Jadi, Alfredo Li mendampinginya kembali ke sini. Beliau pun bertekad untuk bersumbangsih.

“Ajaran Master membuat saya sangat tergugah karena yang ada di dalam pikiran dan hati Master bukan hanya segelintir orang, melainkan orang-orang di seluruh dunia,” tutur Shi Gong-qi, seorang pengusaha.

 

Demikianlah, setiap tahun, beliau memberi tahu saya besarnya dana yang akan beliau sumbangkan untuk Tzu Chi Filipina. Saya sungguh sangat bersyukur. Kontribusinya bagi Filipina sangat besar. Bapak Shi mendidik anak-anaknya untuk berpola hidup hemat. Beliau sendiri juga sangat hemat. Saat datang ke Hualien, beliau tinggal di hotel yang sederhana.

“Saat kami kembali ke hotel, ada satu hal yang meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Saat saya dan istri saya akan masuk ke kamar kami, kami melihat 4 orang di depan kami. Saya masih ingat dengan jelas. Mereka adalah Kakak Ren-mei, adik perempuannya, Ya-ren, suaminya, dan seorang laki-laki, yaitu asisten Kakak Shi Gong-qi. Mereka berjumlah 4 orang. Saat itu saya berpikir bahwa mereka pasti memesan 3 kamar. Namun, tidak disangka, saya melihat kakak beradik itu masuk ke 1 kamar,sedangkan menantu dan asistennya masuk ke kamar lainnya. Saat itu saya sangat terharu,” kata Alfredo Li, relawan Tzu Chi.

Jadi, mereka sangat hemat. Namun, beliau selalu berdana dengan sukarela. Anak-anaknya juga sangat mendukung. Mereka sungguh merupakan keluarga besar yang baik. Beliau sangat bertekad. Kontribusinya bagi Tzu Chi Filipina sangat besar. Beliau juga yakin pada apa yang Tzu Chi lakukan. Inilah kekuatan perhatian.

Apa yang kita perhatikan? Apa yang kita renungkan? Apa yang kita praktikkan? Bagaimana hendaknya kita berpikir? Ini bergantung pada sebersit niat atau pikiran. Setiap pikirannya penuh dengan cinta kasih. Beliau memiliki kekuatan untuk menolong sesama dan selalu berpikir untuk berbuat baik bagi dunia. Demikianlah pikiran beliau.

 

Jika setiap orang berpikiran seperti ini, dunia ini akan harmonis dan bagaikan tanah suci. Apa yang kita perhatikan? Apa yang kita renungkan? Apa yang kita latih? Bagaimana kita melatih diri? Di dunia ini, kita hendaknya melatih keluhuran dan menjadikannya sebagai warisan keluarga. Anak cucunya pun sama dengannya. Beliau menolong orang lain dengan uang dan mewariskan keluhuran pada anak cucunya. Ini juga merupakan pelajaran bagi kita.

Bagaimana hendaknya kita merenung? Bagaimana hendaknya kita melatih diri? Bagaimana pemikiran kita? Saat memiliki pemikiran benar, kita harus bertindak sesuai pemikiran kita. Inilah yang disebut meneladan Buddha dan menapaki Jalan Bodhisatwa. Kita harus memiliki pemikiran untuk menapaki Jalan Bodhisatwa.

Bagaimana hendaknya kita melatih diri? Kita harus melatih keluhuran. Dengan demikian, kita akan tahu apa yang ingin kita lakukan dan tidak akan terintangi.

Buddha memahami segalanya tanpa rintangan. Apa yang dilakukan oleh semua orang, Buddha mengetahuinya dengan jelas. Kita sendiri juga harus tahu jelas. Pemikiran dan perbuatan kita harus benar dan dilandasi oleh cinta kasih. Bersumbangsih dengan cinta kasih seutuhnya tanpa pamrih, inilah yang disebut pelatihan diri.

Memahami hukum sebab akibat dan mencari jalan mengakhiri penderitaan
Melakukan kebajikan dengan hati yang tulus
Orang kaya gemar berdana dan mewariskan keluhuran
Menciptakan tanah suci di dunia yang penuh kebahagiaan dan keharmonisan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 September 2020     
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 27 September 2020
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -