Ceramah Master Cheng Yen: Kembali dengan Membawa Ikrar untuk Melindungi Semua Makhluk

Kemarin adalah hari Festival Kue Bulan. Di Aula Jing Si Hualien, kita bisa melihat para relawan medis yang datang dari Brasil, Argentina, Paraguay, dan berbagai negara lainnya. Selama 20 tahun lebih ini, meski jumlah anggota TIMA di Brasil tak banyak, tetapi mereka telah membawa manfaat bagi lebih dari 170.000 warga setempat yang kurang mampu.

Seiring berjalannya waktu, mereka mengakumulasi kekuatan cinta kasih untuk bersumbangsih bagi yang membutuhkan. Di Brasil terdapat banyak orang yang hidup menderita. Warga kurang mampu tidak berdaya saat jatuh sakit. Beruntung, ada sekelompok dokter yang memiliki hati Bodhisatwa yang bersedia menjangkau mereka, untuk melenyapkan penderitaan mereka. Inilah yang relawan kita lakukan di Brasil, Argentina, dan Paraguay tanpa memandang perbedaan ras.

Sebelumnya, dalam setiap Konferensi Tahunan TIMA, saya selalu melihat dr. Meza dari Paraguay beserta seluruh keluarganya. Tahun ini, saya melihat keluarganya, tetapi tidak melihatnya. Ini membuat saya teringat akan dirinya. Meski di antara kami terdapat kendala bahasa, tetapi hati kami sangat dekat. Dia kembali ke Taiwan setiap tahun. Dalam keluarganya terdapat enam dokter. Dia selalu bersumbangsih dengan penuh cinta kasih meski dia bukan orang kaya.

Meski sudah bertahun-tahun menderita penyakit ginjal, dia terus menahan rasa sakitnya dan berpartisipasi dalam baksos kesehatan dalam jangka panjang. Selain bekerja, dia mendedikasikan semua waktunya untuk Tzu Chi. Setiap tahun, dia mengajak keluarganya kembali ke Taiwan. Meski biaya perjalanan sangat tinggi, tetapi dia berharap keluarganya dapat semakin dekat dengan Tzu Chi dengan kembali ke Taiwan setiap tahun.

doc tzu chi

Dua tahun yang lalu, penyakit ginjalnya semakin parah. Saat kondisi kesehatannya memburuk, dia berharap bisa kembali ke Taiwan dan berada di sisi saya. Dia ingin mengembuskan napas terakhirnya di Hualien. Dia berada di RS Tzu Chi Hualien selama beberapa waktu dan para dokter kita merawatnya dengan sepenuh hati.

Suatu hari, karena tahu bahwa saya berada di Aula Jing Si, dia pun datang dengan duduk di kursi roda untuk bertemu dengan saya. Dia sangat optimis. Dia meminta saya untuk tidak mengkhawatirkannya karena dia sudah memahami kebenaran dan bisa menghadapi hidup dan mati dengan tenang.

Dua atau tiga hari kemudian, dia mengembuskan napas terakhir dengan senyuman di wajahnya. Istrinya berkata bahwa selain menghabiskan waktu terakhir di Hualien, dia juga berharap bisa menyumbangkan organ tubuhnya. Di antara anggota TIMA kita, terdapat seorang dokter seperti ini. Meski terdapat perbedaan bahasa dan ras, tetapi hati kita sangat dekat. Kita semua memiliki tekad yang sama. Setiap orang menyaksikan bagaimana dia mengembuskan napas terakhir dengan damai dan tenang. Dia sungguh mengagumkan.

Begitu pula dengan Relawan Li Guo-ming yang merupakan guru di Kinmen. Dia terkena kanker paru-paru. Dari Kinmen, dia datang ke Taiwan agar bisa menyumbangkan tubuhnya dan bertemu dengan saya. Dia diopname di RS Tzu Chi Taichung. Suatu hari, saya mengikuti rapat di Taichung. Lalu, saya melihatnya berjalan masuk dengan senyum lebar tanpa menggunakan kursi roda.

doc tzu chi

Awalnya, saya berniat naik ke atas untuk membesuknya. Dia masih mengenakan pakaian seperti biasanya. Dia masuk dengan mengenakan pakaian relawan dan terlihat sangat damai. Setelah mengucapkan beberapa patah kata, dia pun kembali ke kamarnya. Tidak lama kemudian, saya menerima kabar bahwa dia sudah meninggal dunia dan ingin diantarkan ke Universitas Tzu Chi.

Saat menemui saya, istrinya berkata bahwa sehari sebelumnya, dia masih baik-baik saja. Sekitar pukul 11, istrinya yang berada di samping ranjangnya melihatnya tersenyum dengan mata tertutup. Istrinya lalu membangunkannya dan bertanya padanya, "Apa yang membuatmu tersenyum dan mengapa kamu begitu bahagia?" Dia berkata, "Saya telah kembali ke sisi Master." Istrinya lalu berkata, "Jika kamu kembali ke sisi Master, lalu bagaimana dengan saya?" Dia berkata, "Kembalilah ke Kinmen untuk melakukan daur ulang." Inilah kata-kata terakhirnya. Setelah mengucapkan semua itu, dia menutup mata dan meninggal dunia dengan damai.

doc tzu chi

Singkat kata, kita hendaknya menghadapi hidup dan mati dengan tenang. Buddha mengajarkan pada kita bahwa sesungguhnya, hidup dan mati tidak menderita, karena hidup dan mati merupakan siklus yang tiada akhir. Kita terlahir di dunia ini karena hukum karma. Meski jatuh sakit, Relawan Li bisa mengunjungi pasien lain untuk membawa kegembiraan bagi mereka.

Jadi, kita harus menggenggam setiap detik untuk mengembangkan nilai hidup kita. Kita harus memahami makna sesungguhnya dari kehidupan dan memanfaatkannya dengan baik. Jangan terlalu memikirkan hidup dan mati. Kita hanya perlu menggenggam saat ini dan mempertahankan niat baik yang timbul. Intinya, jangan menyia-nyiakan satu detik pun. Semakin besar upaya, semakin besar pencapaian.

Relawan Li merupakan relawan daur ulang, anggota komite, dan anggota Tzu Cheng. Di Kinmen, setiap orang sangat memujinya. Kini kehidupannya ini telah berakhir dan dia menyerahkan tubuhnya agar para calon dokter kita dapat mempelajari struktur tubuh manusia. Meski tubuhnya telah kembali pada kekosongan, tetapi saya yakin bahwa dia telah kembali dengan membawa ikrar. Dia melatih diri dengan bahagia dan damai. Dia sangat mengagumkan. Jadi, kita harus memahami dan yakin bahwa jiwa kebijaksanaan kita akan berlanjut dari kehidupan ke kehidupan dan hakikat kebuddhaan dalam diri setiap orang tidak akan pernah lenyap. Kita harus senantiasa bersungguh hati.

Warga kurang mampu tidak berdaya saat jatuh sakit
Para dokter mengobati pasien dengan penuh perhatian
Meninggal dunia dengan senyuman tanpa kerisauan
Kembali ke dunia ini dengan membawa ikrar dan jiwa kebijaksanaan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 5 Oktober 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 7 Oktober 2017

Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -