Ceramah Master Cheng Yen: Kondisi Batin Terindah di Jalan Bodhisatwa
“Kami hanya butuh air, bukan yang lainnya. Kami hanya butuh sedikit air. Para perempuan di sini kelelahan mengambil air. Setelah bekerja di gunung, kami mengambil air di sini. Bagi kami, ini sangat sulit. Kami selalu kelelahan setibanya di rumah,” kata salah seorang warga.
“Sehubungan dengan wabah COVID-19, air ini tidak melewati tes kelayakan. Jika sumber airnya terkontaminasi dan orang-orang meminumnya, ini akan menjadi bencana,” kata warga lainnya.
Saya merasa bahwa sebagai manusia, meski kita semua hidup di atas tanah dan di kolong langit yang sama, tetapi di dunia ini, kehidupan setiap orang berbeda-beda. Perbedaan yang ada sangat banyak.
Saya sering mengingatkan bahwa kita hendaknya menyadari berkah. Di saat yang sama, kita harus bersyukur. Selain bersyukur, kita juga harus bertobat. Benar, kita harus bersyukur karena di tempat ini, kita dapat hidup di tengah keharmonisan antara langit, bumi, dan manusia. Karena itu, kita harus senantiasa bersyukur.
Belakangan ini kita sering melihat kondisi Tiongkok.
Cuaca ekstrem telah membawa kerusakan bagi alam. Hujan turun dengan curah yang begitu tinggi dan sangat cepat. Ini menunjukkan ketidakkekalan hidup dan rentannya bumi. Dengan kekuatan alam yang besar, kerusakan terjadi dalam sekejap. Melihatnya, hati saya sungguh turut merasa gelisah bersama warga.
Setelah hujan berlalu, banyak orang yang tengah menanti bantuan. Jadi, kita juga harus segera bergerak.
Sungguh, saat dibutuhkan, kita harus bergerak dengan cepat dan segera. Saat bantuan kita benar-benar dibutuhkan, saat itulah kita dapat bersumbangsih.
Kita melihat insan Tzu Chi meninjau daerah bencana. Mereka melewati jalan yang berlumpur, tetapi tetap melangkah dengan mantap.
“Saat terjadi banjir, hanya perahu yang bisa digunakan sebagai alat transportasi. Tanaman tidak lagi terlihat. Hanya air yang terlihat. Yang lainnya tidak terlihat,” kata Song Chunxi Koordinator warga Komunitas Donghe.
“Rumah kecil ini tidak bocor. Dua rumah kami yang lebih besar malah bocor,” kata salah seorang warga.
“Apa yang ditumpuk di sana?” tanya relawan Tzu Chi.
“Sarung selimut,” jawabnya.
“Bagian yang terendam lapuk semua. Bisa lihat?” kata warga lainnnya.
“Ya,” jawab relawan Tzu Chi.
“Warga ini adalah warga tidak mampu. Dia tinggal bersama ibunya. Bagaimana jika rumahnya roboh? Kami tak berani membiarkan mereka tinggal di sini,” kata salah seorang warga lainnya,” tutup warga.
Melihat para relawan, saya sungguh merasa kagum.
Para Bodhisatwa ini sesungguhnya tidak harus meninjau daerah bencana saat itu juga. Namun, mereka memilih untuk segera bergerak. Saat ada orang yang meminta pertolongan, mereka segera datang untuk menolong dengan mengerahkan potensi bagai Bodhisatwa Avalokitesvara yang memandang semua makhluk dengan cinta kasih dan selalu mendengar suara penderitaan. Demikianlah para Bodhisatwa dunia.
Saya sangat berterima kasih dan memuji mereka. Namun, yang tak kalah penting ialah para relawan juga harus menjaga keselamatan diri. Orang yang menolong juga harus selamat, baru bisa memiliki kekuatan untuk menolong orang lain. Saya selalu meminta para relawan untuk menjaga keselamatan diri sendiri. Namun, saya juga sangat bersyukur dengan adanya para relawan yang bersedia menolong. Inilah sosok Bodhisatwa di dunia. Buddha datang ke dunia dengan satu tujuan mulia, yakni mengajarkan praktik Bodhisatwa.
Belakangan ini saya sering mengatakan bahwa persembahan terbaik ialah praktik nyata, yakni menjalankan ajaran Buddha dengan terjun ke tengah masyarakat untuk menolong orang yang menderita. Dengan tindakan nyata, kita memberi bimbingan, bersumbangsih, dan menolong semua makhluk. Inilah persembahan dalam bentuk praktik.
Persembahan dalam bentuk praktik ini berpulang pada ladang pelatihan. Dengan demikian, tubuh dan batin kita terhubung dengan hati Buddha. Inilah yang disebut samadhi. Dengan kesungguhan hati, kita memberi persembahan Dharma dan praktik serta menghimpun ketulusan.
Saat duduk di sini, pikiran semua orang saling terhubung dengan bahasa hati. Semua orang saling memahami. Semua orang memahami suara hati satu sama lain. Tanpa ketulusan praktik nyata dan berbagai hal yang telah dilalui bersama, bagaimana mungkin semua orang dapat saling memahami bahasa hati masing-masing? Untuk dapat memahami bahasa hati tanpa suara tidaklah mudah.
Kini, para relawan berada di tempat yang jauh, tetapi saya juga mendengar suara hati mereka. Mereka dipenuhi rasa sukacita. Itulah sukacita dalam Dharma. Mereka menjalankan praktik Bodhisatwa secara nyata. Mereka juga mendengar pujian saya bagi mereka. Kini, hanya dengan satu sentuhan di layar ponsel, saya dapat mendengar suara mereka. Begitu panggilan terhubung, mereka dapat langsung melaporkan kondisi setempat dan kita dapat melihat barang-barang bantuan yang hendak dibagikan dan tak asing bagi kita.
“Terima kasih,” kata warga
“Selimut itu boleh dicoba,” kata relawan Tzu chi.
“Ya, karena di atas gunung lebih dingin,” kata relawan lainnya.
“Terima kasih.” Kata warga.
Setiap helai selimut itu adalah hasil dari daur ulang dengan kekuatan cinta kasih. Dengan kebijaksanaan dan teknologi, sumber daya itu dapat diolah kembali menjadi selimut yang dapat dibagikan saat bencana terjadi.
“Tanpa bantuan tempat tidur dan selimut dari kalian, kondisi mereka tidak akan sebaik ini. Mereka berkata bahwa bantuan kalian sangat baik bagi mereka,” kata salah seorang relawan Tzu Chi.
Semua ini terwujud berkat cinta kasih dan kebijaksanaan. Para relawan membagikan selimut itu dan memberi tahu para warga bagaimana selimut itu dibuat dari barang daur ulang yang dipilah dan diolah kembali menjadi biji plastik yang kemudian dibuat menjadi benang hingga akhirnya menghasilkan selimut. Tanpa ada wujud barangnya, penjelasan ini akan sulit dimengerti.
Kita harus menceritakan proses yang telah dilalui dan bagaimana perasaan dalam batin kita. Kondisi batin ini berkaitan dengan apa yang telah kita jalankan dan wujudkan. Kita memberi kesaksian dan menunjukkan hasilnya. Semua ini sungguh perlu kita lakukan. Jadi, kita harus benar-benar bersungguh hati.
Meninjau daerah bencana untuk segera
memberi pertolongan
Welas asih dan kebijaksanaan
menciptakan lingkaran cinta kasih
Menghimpun ketulusan hati dan saling
memahami dalam Dharma
Praktik Bodhisatwa membawa kondisi
batin terindah
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 26 Juli 2020