Ceramah Master Cheng Yen: Kualitas Bajik yang Sejati dan Murni Tanpa Noda
Semua hendaknya bersungguh hati. Berlatih dengan sepenuh hati, bersumbangsih dengan tulus, pikiran inilah yang harus selalu ada di dalam hati kita. Jadi, hati kita harus tulus dan sungguh-sungguh. Inilah yang harus ada dalam hati kita. Hati kita tak boleh lepas dari kesungguhan dan ketulusan. "Kesungguhan adalah kualitas bajik kekekalan." Kesungguhan harus selalu kita miliki dan praktikkan.
Kualitas bajik ini harus senantiasa ada. Ini berkaitan dengan kualitas bajik dan moralitas di dalam hati kita. Artinya, segala perbuatan kita kita senantiasa dilandasi kesungguhan dan ketulusan. Inilah kualitas bajik kesungguhan. Kesungguhan ini adalah kualitas bajik. Kesungguhan dan kebajikan ini selalu langgeng tanpa pernah terhenti. Kita selalu memiliki kesungguhan dan ketulusan.
Kita bukan hanya berkata, "Saya sungguh-sungguh, saya tulus, saya bajik." Kualitas bajik yang dilandasi kesungguhan dan ketulusan harus diwujudkan ke dalam perbuatan. Ini baru disebut sebagai kebajikan. Kualitas bajik adalah sesuatu yang kita peroleh. Jika kita dapat bersumbangsih dengan tulus, itulah wujud kebajikan dari dalam hati kita. Ini yang disebut kualitas bajik. Kita memperoleh kualitas bajik dalam hati. Inilah ketulusan.
Kita harus mempertahankan kualitas seperti ini. Inilah yang disebut "memperoleh". Jadi, "Kemurnian adalah kualitas bajik kesucian." Kemurnian ini melandasi perbuatan yang tulus. Kita tidak bertindak demi nama, keuntungan, ataupun tujuan tertentu. Niat ini murni tanpa noda. Inilah kualitas bajik kesucian.
Kesucian ini bebas dari noda dan kemelekatan. Saat bersumbangsih, kita tidak mencari keuntungan. Tidak. Kita bersumbangsih karena ada yang membutuhkan. Ini bermanfaat bagi semua makhluk. Karena itu, kita rela bersumbangsih.
“Saya senang bisa mendapatkan tikar. Jika tidak, kami terpaksa tidur di atas kardus tebal. Anak saya masih kecil, kasihan sekali. Terima kasih atas bantuan Tzu Chi,” kata Reshill Larce, warga korban kebakaran.
“Saya sangat gembira menerima beras ini. Anak-anak saya akhirnya bisa makan nasi,” ujar Juselyn Udarbe, warga korban kebakaran.
“Inilah ikrar saya di Tzu Chi. Saya ingin bersumbangsih bagi saudara-saudara kita yang membutuhkan dan tidak berdaya. Master sering berkata kepada kita bahwa kita harus bersumbangsih demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk. Jadi, kita sendiri juga harus menjaga diri dari virus. Meski merasa takut, tetapi kami tulus ingin membantu orang,” tutur dr. Reynaldo Torres, Anggota TIMA.
Hanya berharap semua makhluk bebas dari derita, tidak mencari kenyamanan bagi diri sendiri. Jadi, saat ada orang yang mengalami kesulitan, sesulit apa pun, kita tetap rela bersumbangsih. Apakah kita memiliki pamrih? Tidak. Kondisi tanpa pamrih ini disebut kesucian, sangat murni dan bersih. Karena itu, ini disebut kualitas bajik kesucian.
Kita hanya bersumbangsih agar semua makhluk mendapat manfaat. Inilah kualitas bajik kesucian. "Dengan adanya kekekalan dan kesucian, bagaimana mungkin tiada Aku dan sukacita?" Inilah kualitas Buddha yang sering kita bahas, yakni kekal, sukacita, Aku, dan suci.
Saat kita tak memiliki pamrih atau keinginan apa pun, inilah kedamaian. Jika kita dapat bersumbangsih tanpa pamrih, kita akan memperoleh kedamaian lahir batin. Inilah kemurnian. Karena tiada lagi keinginan yang dikejar, tubuh dan batin kita menjadi murni.
Kemurnian lahir batin paling membahagiakan. Jadi, mengenai kekekalan dan kesucian, saat batin kita murni, kita akan senantiasa bersukacita. Dengan batin yang suci, bagaimana mungkin kita tidak bahagia? Kita tidak lagi memiliki kemelekatan. Tiada lagi hal yang membuat kita risau. Karena itu, kita sangat sukacita.
Namun, untuk mempertahankan semua kualitas bajik ini tanpa terputus, tanpa ada gejolak pikiran, sungguh sulit. Jadi, setelah menerima ajaran Buddha ini, kita hendaknya menyerukan agar semua orang mengubah pola pikir dan tidak bersikap perhitungan.
Kita harus berfokus untuk memberikan cinta kasih kepada lebih banyak orang. Orang-orang menderita akibat karma masa lampau. Dalam kehidupan ini, kita memiliki berkah. Melihat orang yang menderita dan kekurangan, kita yang mampu hendaknya bersumbangsih untuk membantu mereka. Ini berarti kita menjalin jodoh baik. Lewat sumbangsih dan jalinan jodoh baik itu, kita menumbuhkan berkah kita. Karena itu, kita harus bersyukur.
Jadi, selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga harus mengucap syukur. Saat memberi, kita tidak menuntut balasan. "Di kehidupan mendatang kamu harus membayar saya." Bukan begitu. Kita harus bersyukur. Di kehidupan mendatang, jika berjodoh, kita dapat bertemu kembali dalam kondisi yang bahagia tanpa saling berutang. Yang ada hanya cinta kasih berkesadaran. Inilah yang kita lakukan saat ini.
Kita berusaha untuk saling mendukung dan membantu dengan sukacita, tiada yang lain. "Saya bersumbangsih untukmu dengan tujuan." "Kamu bersumbangsih untuk saya dengan pamrih." Tidak seperti itu. Inilah yang disebut kelompok Bodhisatwa yang memiliki cinta kasih berkesadaran. Para Bodhisatwa dengan cinta kasih berkesadaran ini adalah gambaran insan Tzu Chi. Ini tak pernah berubah, maka disebut langgeng atau kekal.
Kita tidak pernah memiliki pamrih. Kita memiliki tekad dan tujuan yang sama, yakni bersumbangsih. Tekad ini tidak ternoda. Inilah kemurnian. Kemurnian adalah kualitas bajik kesucian. Kita semua hanya memiliki satu niat, yakni membantu orang. Dalam mempelajari ajaran Buddha, kita selalu berniat untuk membantu orang.
Berhubung kita selalu memiliki hati yang berniat untuk membantu orang lain dan tidak memperhitungkan untung rugi, maka dengan kemurnian yang selalu ada ini, bagaimana mungkin kita tidak bahagia? Setelah bersumbangsih, kita sangat bahagia. Setelah bersumbangsih tanpa pamrih, barulah kita merasakan kedamaian dan kebahagiaan.
Jadi, Bodhisatwa sekalian, kita berhimpun untuk bersumbangsih bagi semua makhluk. Inilah yang paling membuat saya bahagia. Cinta kasih tanpa pamrih adalah kemurnian yang paling tulus. Dengan hati yang murni, semua orang bersatu hati dan bekerja sama untuk bersumbangsih bagi umat manusia.
Sungguh-sungguh berlatih dan tulus
bersumbangsih
Senantiasa mempertahankan kualitas
bajik
Bodhisatwa terjun ke masyarakat demi
semua makhluk
Kualitas kekal, sukacita, Aku, dan
suci didasari oleh batin tanpa pamrih