Ceramah Master Cheng Yen: Mata Air di Tengah Kekeringan

Kali ini, tim baksos kesehatan melaporkan kegiatan yang mereka jalankan selama beberapa hari di Yordania. Dari laporan mereka, kita dapat membayangkan panasnya cuaca di daerah beriklim gurun itu.

Kita juga melihat kondisi di sana amat kering. Namun, sekelompok Bodhisatwa yang penuh cinta kasih mengeluarkan biaya sendiri dan menyisihkan waktu mereka untuk menempuh perjalanan ribuan kilometer ke daerah yang bercuaca panas itu demi meringankan penderitaan warga di sana.

Ada warga yang menderita penyakit, tetapi tidak mampu berobat atau tidak tahu ke mana harus berobat. Meski Tzu Chi mengadakan baksos di sana, bagaimana orang-orang yang menderita itu dapat menjangkau tempat kegiatan? Mereka berada sangat jauh, terlebih juga menderita penyakit dan sudah berusia lanjut. Bagaimana mereka datang ke lokasi baksos?

Para relawan harus mencari cara dengan cinta kasih. Mereka menjemput warga satu persatu dengan menggendong atau menggunakan kursi roda. Melihat mereka, kita merasakan adanya cinta kasih di dunia. Terlebih lagi, para relawan ini bukan hanya bersumbangsih bagi pasien, tetapi juga saling memberi perhatian kepada sesama relawan.

Melihat para dokter bermandi keringat saat menangani para pasien, para relawan di samping mengambil karton untuk mengipasi mereka. Inilah wujud cinta kasih antarsesama di daerah yang bercuaca panas dan kering itu. Cinta kasih ini bagaikan tetesan embun di gurun yang kering dan panas.

“Panas sekali, tetapi relawan Tzu Chi mengipasi saya dengan karton. Saya sangat gembira. Setelah dikipasi, kondisinya tetap panas, tetapi hati saya merasa sejuk,” kata Mohammad, dokter berkewarganegaraan Yordania.

Setibanya di daerah itu, relawan Tzu Chi juga harus terlebih dahulu memeriksa kondisi lokasi baksos, apakah aliran listriknya cukup, di mana perlu ditambah lampu atau saluran air. Dokter gigi tentu perlu air. Selain memeriksa aliran listrik dan air, mereka memasang kursi gigi. Di tengah berbagai kesulitan yang ada, para relawan bekerja sama dengan cinta kasih dan kebijaksanaan. Mereka berusaha mengatasi panasnya cuaca, mengatasi segala keterbatasan di lokasi, dan mengatasi kendala bahasa. Kita juga menghormati budaya setempat. Dengan banyaknya pasien perempuan, banyak aturan yang harus diperhatikan. Kesulitan yang ada sungguh banyak.

Di Yordania juga ada insan Tzu Chi. Jumlah relawan di sana tidak banyak, tetapi wilayah negara itu sangat luas. Meski mereka ada memberi perhatian di sana, tetapi bantuan yang diberikan masih sangat terbatas.

 

Kedatangan tim relawan dari Taiwan ke sana kali ini sungguh bagaikan embun di tengah gurun. Kedatangan insan Tzu Chi bagaikan sebuah mata air di tengah gurun yang kering. Kali ini, cukup banyak relawan yang pergi dengan berbagai spesialisasi. Sumbangsih mereka di sana sungguh bagaikan tetesan embun segar.

Kita juga mendengar cerita tentang penderitaan anak-anak di sana. Mereka bertelanjang kaki di tanah yang panas. Ada pula yang hanya mengenakan alas kaki sebelah, bukan sepasang. Ketika ditanya mengapa, jawabannya sangat mengejutkan. Dia menjawab, "Sepatu dipakai bergantian agar lebih tahan lama." Anak-anak di sana telah terbiasa dengan kondisi seperti itu meski telapak kaki mereka sering terluka. Insan Tzu Chi dan para dokter merasa tak tega. Namun, karena sudah terbiasa merasakan penderitaan, anak-anak itu menganggapnya biasa saja.


Kehidupan mereka penuh penderitaan. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Di balik penderitaan, apa yang disebut kebahagiaan, mereka mungkin tidak mengetahuinya. Mereka terus hidup dalam kondisi seperti itu. Saya sungguh tak sampai hati. Jadi, saat memiliki sumber daya yang cukup, kita harus sungguh-sungguh memperhatikan orang-orang yang menderita. Sedikit demi sedikit sumbangsih dapat dihimpun menjadi bantuan yang berarti bagi mereka. Beginilah kita mengembangkan cinta kasih untuk membantu orang-orang yang menderita.

Para relawan Tzu Chi sering pergi ke daerah-daerah yang membutuhkan. Mereka mengeluarkan biaya sendiri. Mereka juga harus cuti dari pekerjaan, tetapi tidak pernah cuti menjalankan Tzu Chi. Inilah cinta kasih yang tulus dari insan Tzu Chi. Mereka merasa bahwa pelayanan ini lebih penting daripada pekerjaan sehari-hari. Mereka bersumbangsih tanpa pamrih, tetapi memperoleh penghiburan batin. Meski kekuatan mereka juga terbatas dan hanya bisa membantu sekitar seribu orang, tetapi mereka berusaha membantu orang-orang yang bisa mereka lihat, dengar, dan jangkau sehingga orang-orang ini juga memperoleh kedamaian batin. Dunia ini sungguh penuh penderitaan.

Insan Tzu Chi berharap  semua makhluk bebas dari penderitaan dan tidak hanya mencari kesenangan bagi diri sendiri. Inilah Bodhisatwa.

Bodhisatwa dunia meringankan penderitaan orang di tempat yang jauh
Bersatu hati memberi pelayanan di daerah yang kering
Membawa kesejukan dan melenyapkan kerisauan
Meneteskan embun segar bagi ladang batin

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 14 Agustus 2019
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, 
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 16 Agustus 2019
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -