Ceramah Master Cheng Yen: Mawas Diri dan Menghargai Berkah untuk Melenyapkan Bencana

Temperatur Bumi sungguh sangat tinggi. Terjangan gelombang panas di India pada bulan April telah mengakibatkan lebih dari 300 orang terserang hipertermia sehingga meninggal dunia. Di wilayah utara India, kita juga bisa melihat kebakaran hutan. Selain itu, India juga dilanda kekeringan. Berhubung sumber daya air terbatas maka pemerintah mengerahkan pasukan bersenjata untuk berpatroli di sekitar tanggul karena khawatir petani dari negara tetangga akan mencuri air mereka.

Vietnam juga tengah dilanda kekeringan. Kemarin, insan Tzu Chi Vietnam berkata kepada saya bahwa dari tiga musim bercocok tanam, para petani mengalami gagal panen satu musim dan memberikan lahan pada dua musim lainnya. Karena itu, kehidupan para petani menjadi sangat sulit. Pemerintah setempat juga meminta Tzu Chi untuk memberikan bantuan kepada mereka berupa tangki untuk menyimpan air. Saya lalu bertanya kepada relawan kita, “Bagaimana mereka bisa menyimpan air jika tidak turun hujan?” Relawan kita juga tidak tahu harus bagaimana. Kini kita berusaha mencari cara untuk membantu mereka karena seluruh lahan di sana mengalami salinisasi sehingga tidak bisa ditanami. Saya sungguh sedih melihatnya. Untuk memberikan bantuan darurat, kita harus menemukan cara yang tepat. Untuk itu, kita harus menggunakan welas asih dan kebijaksanaan kita.

Kini Vietnam dan India tengah dilanda kekeringan. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana petani setempat bisa bercocok tanam? Tanpa air, semua tanaman pangan tidak bisa bertumbuh. Beberapa hari ini, kita terus mengulas tentang menabur benih kebajikan. Agar benih kebajikan dapat bertumbuh, dibutuhkan adanya air Dharma. Agar tanaman pangan bisa bertumbuh, juga dibutuhkan adanya air hujan. Keduanya memiliki prinsip yang sama. Melihat kondisi Vietnam dan India, saya sungguh merasa tidak tega dan sangat sedih. Saudara sekalian, bolehkah kita memboroskan air? Tentu saja tidak boleh. Setiap tetes air bagaikan emas. Karena itu, kita harus menghargai air. Sejak bertahun-tahun yang lalu, saya terus mengimbau orang-orang untuk menghargai air. Saat itu, hal ini tidak begitu diperhatikan, tetapi kini, kita sudah bisa melihat dan merasakan akibat dari kekurangan air.

Tahun lalu, Taiwan juga mengalami krisis air. Dari 9 patung kodok di Danau Matahari Bulan yang menandakan level air, sudah terlihat 8 patung. Ini membuat orang merasa sangat khawatir. Beruntung, hujan turun tepat pada waktunya sehingga masalah krisis air ini terselesaikan. Ini merupakan peringatan dari alam, tetapi manusia tidak memedulikannya dan tetap berbuat sesuka hati. Jika suatu hari nanti, bumi benar-benar tidak ada air, bagaimana umat manusia bertahan hidup? Jadi, saya berharap manusia dapat tersadarkan. Jika tidak, maka akan sulit bagi umat manusia untuk hidup aman dan tenteram.

Kemarin, saya melakukan telekonferensi dengan tim tanggap darurat Tzu Chi di Ekuador. Berhubung barang bantuan kita terbatas, para relawan kita harus melakukan survei dengan sangat teliti. Warga yang harus dibantu dan warga yang masih bisa bertahan sendiri, semuanya didata dan dipisahkan ke dalam kategori yang berbeda dengan mengadakan kunjungan secara langsung. Relawan kita telah mulai membuat rencana untuk mengumpulkan barang bantuan. Kita juga mengajukan permintaan kepada pemerintah setempat untuk menjalankan program bantuan lewat pemberian upah dengan harapan lingkungan setempat dapat segera bersih kembali dan sendi kehidupan setempat dapat segera pulih. Jika bisa demikian, barulah negara ini memiliki harapan. Pejabat pemerintah setempat sangat memuji kita setelah mendengar tentang beberapa program bantuan lewat pemberian upah yang memperoleh pencapaian yang gemilang. Mereka sangat setuju dengan program ini. Jadi, kini kita harus segera menjalankan program bantuan lewat pemberian upah dan memberikan bantuan darurat. Telekonferensi kemarin juga sangat menyentuh. Ini berkat matangnya jalinan jodoh.

Beberapa tahun lalu, Relawan Huang dan ibunya kembali ke Taiwan untuk mengikuti kamp pengusaha. Pascagempa di Ekuador kali ini, dia teringat akan Tzu Chi dan kembali menghubungi kita. Setelah insan Tzu Chi tiba di Ekuador, beruntung ada Relawan Huang yang mencurahkan perhatian, menyediakan tempat tinggal, dan mendampingi mereka. Dia juga mengajak para pengusaha Taiwan untuk memberikan bantuan. Semoga benih kebajikan ini dapat bertumbuh menjadi hutan pahala di Ekuador. Saya berharap dia bukan hanya mengajak 30-an orang untuk membantu, melainkan 300-an orang. Saya sangat berharap kelak, akar Bodhi dapat tertanam dalam di Ekuador. Ini merupakan harapan terbesar kita.

Kemarin, saya mendengar insan Tzu Chi AS yang berpengalaman dalam penyaluran bantuan internasional berbagi bahwa beruntung ada tiga anggota komite dari Cile yang mengurus kebutuhan mereka sehari-hari. Selain mengurus kebutuhan sehari-hari, mereka juga mengemban tanggung jawab sebagai penerjemah. Pada saat yang sama, mereka juga melakukan dokumentasi. Mereka semua merupakan benih kebajikan. Di tempat yang begitu jauh, juga ada banyak orang yang bersumbangsih. Hal yang harus kita syukuri sangatlah banyak.

Kita bisa melihat barisan relawan yang panjang di Kuala Lumpur, Malaysia. Insan Tzu Chi melakukan ritual namaskara dengan mengelilingi tempat pelatihan mereka. “Ibu saya juga merasa bahwa mengikuti ritual namaskara dapat melatih tekad dan keuletannya. Karena itu, saya memberinya kesempatan untuk mengikuti ritual namaskara. Selain itu, kemarin merupakan hari ultahnya. Dia berkata bahwa dia menginginkan sebuah hadiah,” ucap Xu Hui-jing, Warga. “Hadiah ulang tahun apa yang kamu inginkan?” “Mengikuti ritual namaskara.”

Lihatlah, di kehidupan yang lalu, anak itu pasti pernah mendalami Dharma sehingga bisa meneruskannya sekarang. Keluarganya memberikan hadiah ulang tahun kepada anak perempuan itu dengan mengajaknya mengikuti ritual namaskara. Lihat, inilah kekhidmatan. Inilah yang kita butuhkan sekarang. Di Penang, Melaka, Singapura, dan Filipina, semua orang membangkitkan kekhidmatan. Namun, apakah cukup dengan hanya membangkitkan kekhidmatan di lingkungan Tzu Chi? Itu tidaklah cukup. Kita juga harus menyucikan hati manusia dan berdoa semoga dunia bebas dari bencana. Untuk itu, kita harus bersyukur dan menginspirasi cinta kasih satu sama lain setiap hari. Yang paling dibutuhkan umat manusia saat ini adalah air Dharma yang mengandung kebenaran. Jadi, kita harus lebih bersungguh hati. Satu benih bertumbuh menjadi tak terhingga dan yang tak terhingga bertumbuh dari satu. Selain menabur benih kebajikan, kita juga harus memercikkan air Dharma. Setiap orang hendaknya memercikkan lebih banyak air Dharma dan menaburkan lebih banyak benih kebajikan.


Bumi terserang demam sehingga bencana kerap terjadi

Kondisi iklim yang tidak selaras membuat banyak negara dilanda kekeringan

Mengatasi kesulitan untuk menyalurkan bantuan bencana

Menabur benih kebajikan dan menjalin jodoh baik

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 03 Mei 2016 

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 05 Mei 2016

Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -