Ceramah Master Cheng Yen: Melakukan Pelatihan ke Dalam Diri dan Praktik ke Luar
Bencana kekeringan akibat Fenomena El Nino telah menyebabkan Republik Madagaskar kekurangan bahan pangan. Warga di sana harus menempuh perjalanan selama 5 jam baru dapat menemukan buah kaktus untuk dimakan. Sementara itu, di negara yang makmur, orang-orang sangat perhitungan dan pemilih dalam hal makanan. Setelah dijual hingga waktu tertentu, roti-roti yang dibuat pada hari yang sama sudah dianggap kedaluwarsa dan menjadi sampah dapur.
Pasar swalayan juga membuang makanan dalam jumlah banyak demi memenuhi persyaratan pemerintah tentang keamanan pangan. Karena itu, terciptalah banyak sampah dapur. Terlebih lagi restoran. Sisa makanan yang tidak habis disantap, semuanya menjadi sampah dapur. Bagaimana cara kita mengajak orang-orang untuk meminimalisasi sampah dapur? Tentu saja, ini membutuhkan usaha yang sangat keras.
Setiap orang hendaknya tahu menghargai makanan. Usahakan untuk memasak makanan sesuai dengan porsi makan. Masaklah makanan sesuai dengan porsi makan. Jika ada sisa sayur, kita dapat memakannya lagi nanti. Kita sungguh harus menghargai berkah. Dengan menghargai berkah, barulah dunia dapat terbebas dari bencana kelaparan. Kita sungguh harus menghargai bahan pangan di bumi ini dan hemat dalam menggunakannya. Selain menghargai makanan dan materi, kita juga harus mengembangkan hati penuh cinta kasih dan welas asih terhadap segala sesuatu.
Saat ada sisa makanan, janganlah kita membuangnya. Ini juga menunjukkan hati penuh welas asih. Melihat banyaknya orang yang menderita kelaparan, kita hendaknya membangkitkan belas kasih. Selain di negara yang jauh, di dalam masyarakat Taiwan juga ada orang yang menderita kelaparan. Relawan Tzu Chi selalu terjun ke masyarakat untuk mengembangkan kekuatan cinta kasih secara maksimal.
Lihatlah relawan Tzu Chi di Xizhi, New Taipei City mencurahkan perhatian bagi sebuah keluarga. Ibu tunggal itu memiliki 4 orang anak. Di antaranya hanya ada 1 anak yang normal. Sang ibu bekerja keras untuk membesarkan anak-anaknya. Kini ibu tersebut sudah berusia lanjut. Ditambah lagi, tahun lalu beliau terserang stroke. Selain itu, beliau juga menderita demensia. Rumah mereka sangat kotor dan berantakan karena tidak ada orang yang membersihkannya. Melihat hal tersebut, relawan Tzu Chi memberanikan diri serta mengembangkan cinta kasih dan welas asih untuk membantu membersihkan rumah tersebut.
“Di dalam sangat kotor. Ketebalan kotorannya sudah mencapai lebih kurang 1 sentimeter. Sangat tebal. Ada selapis kotoran di sini.” ungkap Zhou Shu-hua, salah seorang relawan Tzu Chi. Relawan lain, Hong Mei-li juga mengungkapkan “ Saya terus menyemprotnya dengan cairan pembersih dan terus menyikatnya sekuat tenaga.” Begitu pula dengan relawan Wu Shu-mei “Saya terlebih dahulu mengupas permukaan yang tidak rata. Setelah itu, baru saya mengecatnya kembali agar mereka memiliki rumah yang terang.” ungkapnya. 30 relawan Tzu Chi bekerja sama membersihkan rumah itu sehingga rumah itu tampak seperti rumah baru. Selain membantu membersihkan rumah, mereka juga mengecatnya kembali.
Lihat, inilah relawan Tzu Chi. Relawan Tzu Chi ada di mana-mana. Di mana pun kita dapat melihat relawan Tzu Chi. Mereka menjangkau keluarga yang hidup kekurangan untuk memberi bantuan agar warga dapat hidup aman dan tenteram. Mereka berusaha segenap tenaga untuk membantu. Melihat semua itu, saya merasa sangat bersyukur dan tersentuh. Mereka sungguh adalah Bodhisatwa dunia. Siapa lagi yang dapat melakukan itu? Itulah yang terlihat di Xizhi.
Di Distrik Zhongshan, Taipei, lurah menginformasikan kepada Tzu Chi bahwa ada sebuah keluarga yang memerlukan bantuan. Sepasang suami istri lansia itu menderita penyakit serius. Kondisi rumah mereka juga sangat berantakan. Mereka sungguh tidak berdaya. Karena itu, relawan Tzu Chi pergi membantu. Dengan tersenyum, mereka menyelesaikan misi. Mereka bersumbangsih dengan lemah lembut dan penuh kesabaran. Inilah Bodhisatwa dunia. Melihat kontribusi mereka, saya sungguh mengasihi dan menghormati sekelompok Bodhisatwa ini. Inilah cinta kasih di dunia.
Sungguh, setiap orang harus melakukan pelatihan ke dalam dan praktik ke luar. Setiap orang hendaknya mendengar Dharma untuk melakukan pelatihan ke dalam sekaligus melakukan praktik ke luar lewat sumbangsih. Mereka sungguh relawan Tzu Chi yang sangat mengagumkan. Selain di Taiwan, kita juga melihat relawan Tzu Chi di Myanmar.
Pascabanjir di Myanmar tahun lalu, relawan Tzu Chi menggelar pembagian bantuan sebanyak lebih dari 40 kali. Lebih dari 10.000 keluarga petani menerima bantuan bibit dari Tzu Chi. Kini banyak petani sudah dapat kembali bercocok tanam. Mereka sangat bersyukur. Kini tidak sedikit petani yang mengikuti pelatihan Tzu Chi. Salah seorang petani pun keluar untuk berbagi kisah tentang upayanya dalam menyisihkan segenggam beras setiap hari untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
Kisah ini akhirnya menginspirasi para warga di desa lain untuk mendukung semangat celengan beras. “Dengan menyisihkan segenggam beras setiap hari, berarti saya membangkitkan niat baik setiap hari. Saya sangat mengagumi cinta kasih universal yang dimiliki Master Cheng Yen. Saya ingin meneladani beliau. Karena itu, saya berkunjung dari rumah ke rumah untuk mensosialisasikan hal ini.” ungkap U San Thein, petani dari Myanmar.
Lihatlah betapa sederhana dan bobroknya rumah mereka. Salah seorang wanita di sana tidak memiliki lahan dan tidak menerima bantuan bibit dari kita. Namun, dia berkata bahwa asalkan para petani dapat bercocok tanam, maka dia pun memiliki pekerjaan. Karena itu, dia sangat bersyukur. Dia juga bersedia menyisihkan segenggam beras sebelum memasak. Di desa itu, yang menerima bantuan bibit padi dari kita hanya ada 50 keluarga, selebihnya adalah pekerja. Namun, ada 90 keluarga di desa itu yang menyambut semangat celengan beras.
Meski mereka hidup kekurangan dan tidak memiliki banyak uang, tetapi dengan menyisihkan segenggam beras setiap kali sebelum memasak, keluarga mereka tetap dapat makan hingga kenyang. Dengan hati penuh sukacita, mereka membantu orang yang membutuhkan. Bayangkanlah, jika semua orang memiliki idealisme yang sama, menyadari berkah setelah melihat penderitaan, serta giat mendengar dan mewariskan Dharma, maka kita dapat menghimpun tetes demi tetes donasi untuk melakukan amal besar.
Selama puluhan tahun ini, saya terus mengimbau bahwa butiran padi dapat memenuhi lumbung dan tetesan air dapat membentuk sungai. Jika setiap orang dapat mengerahkan sedikit tenaga, maka kita dapat menciptakan berkah bagi dunia. Ini membuat kita dipenuhi kebahagiaan dan sukacita dalam Dharma. Selain itu orang-orang yang menderita di masyarakat dapat menerima perhatian dan bantuan. Jika menanam benih baik, maka kita akan menuai buah yang baik. Kita berharap dapat menciptakan dunia yang aman dan bebas dari bencana. Inilah arah tujuan kita. Untuk itu, kita harus bersungguh hati dan lebih bekerja keras.
Menghargai berkah dan meminimalisasi sampah dapur
Mencurahkan perhatian dan membantu keluarga kurang mampu membersihkan rumah
Mensosialisasikan semangat celengan beras untuk membantu sesama
Menghimpun tetes demi tetes niat baik untuk menciptakan berkah
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 06 April 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina