Ceramah Master Cheng Yen: Melangkah Maju dengan Hati Buddha dan Tekad Guru

Saya ingat pada Januari 2007, RS Tzu Chi Taichung mulai beroperasi. Tiga belas tahun sudah berlalu. Waktu berlalu dengan sangat cepat. Dalam kunjungan kali ini, saya mendengar Kepala RS membawa timnya untuk berbagi pengalaman.

Saya mendengar para dokter memiliki tekad yang sama untuk mengobati pasien dengan cinta kasih demi melenyapkan penderitaan fisik pasien. Saya sangat terhibur mendengarnya.

Sakit sungguh menderita. Belakangan ini saya semakin dapat merasakan penderitaan akibat penyakit, terutama penyakit jangka panjang. Banyak hal yang tak bisa tidak dikerjakan. Namun, harus tetap bekerja ketika sakit sungguh menderita. Saya sering berkata bahwa pada siang hari saya bagaikan naga, tetapi pada malam hari saya bagai cacing yang sakit. Menderita sekali.

Singkat kata, inilah derita kelahiran, usia tua, dan penyakit. Saya merasakannya. Saat Buddha berada di dunia, Beliau merasakan penderitaan dunia. Lahir, tua, sakit, dan mati merupakan penderitaan, terutama sakit. Jadi, Beliau merasa bahwa jika manusia hidup tanpa makna, waktu tetap akan berlalu, usia kehidupan tetap tergerus, manusia tetap diliputi noda dan kegelapan batin, dan yang tercipta hanyalah karma buruk.


Ketamakan, kebencian, dan kebodohan mempertebal kegelapan batin dan menambah ketidaktahuan. Jadi, Buddha datang ke dunia ini demi satu tujuan mulia, yakni membuka dan menunjukkan kebenaran agar semua makhluk dapat menyadari dan menyelami pandangan dan pengetahuan Buddha. Dengan pengetahuan Buddha, kita beranjak dari tataran awam menuju tataran kesucian. Untuk itu, kita harus memahami kebenaran. Jadi, menunjukkan kebenaran ini adalah tujuan utama Buddha datang ke dunia.

Peran Buddha adalah membuka dan menunjukkan Dharma. Peran semua makhluk adalah menyadari dan menyelaminya. Buddha menunjukkan Dharma, lalu apakah kita sudah menyerapnya ke dalam hati? Setelah menyerap, memahami, dan mengenal Dharma, sudahkah kita mempraktikkannya? Ini sangat penting.

“Saya Lin Yong-cheng dari Wuri. Dahulu saya hidup dalam kesesatan dan kehilangan arah. Akhirnya, ayah saya meminta saya pulang sehingga kehidupan saya berubah. Ayah, saya ingin berterima kasih kepadamu. Saat ibu saya masih hidup, saya masih sempat berada di sisinya untuk sedikit berbakti. Saat dokter memvonis ibu saya menderita kanker dan usianya hanya tersisa 3 sampai 6 bulan, hati saya merasa tidak berdaya,” kata Lin Yong-cheng relawan Tzu Chi.

“Selama lebih dari setahun saya menemaninya menjalani perawatan, batin saya sangat tersiksa. Ada belenggu yang tak kunjung terurai dalam batin saya. Setelah kepergian Ibu, saya baru paham omelan Ibu berisi perhatian. Ingin mengulang kembali, tetapi Ibu sudah tidak ada,” lanjutnya.


“Bu, dahulu sayalah yang paling membuat Ibu khawatir. Sayang, kini Ibu tak bisa melihat perubahan saya. Selama belasan tahun setelah kepergian Ibu, saya bersungguh hati untuk mendampingi dan berbakti pada Ayah. Kini saya hanya ingin berkata kepada Ibu dan semoga Ibu dapat melihat dan mendengarnya. Saya tidak mengecewakan Ibu,” pungkasnya.

Kita mendengar kisah yang dibagikan di atas panggung. Dia juga pernah hidup dalam kesesatan. Dia berharap dapat mengungkapkan pertobatan kepada ibunya, tetapi tidak sempat lagi. Kehidupan tidak menunggu kita. Kita harus menggenggam waktu yang ada untuk mengembangkan rasa syukur berlandaskan cinta kasih.

Saya juga melihat di sini banyak kerajinan tangan yang amat berguna, salah satunya pembatas buku dengan dua butir biji saga merah yang bisa saya bagikan sebagai cendera mata. Semua ini dibuat oleh para relawan di Dajia, Miaoli, dan Qingshui yang terletak di daerah pesisir.

Pada zaman dahulu, setiap keluarga bisa membuat caping. Saat melihatnya, saya merasa sangat akrab. Orang-orang zaman sekarang, dengan kemajuan teknologi, tidak perlu lagi memakai caping. Sekarang ini menjadi mainan. Caping ini disebut “caping Dajia”. Ada pula untaian bacang. Saya meminta untaian bacang ini dari mereka. Ini melambangkan silsilah Dharma Jing Si. Ini melambangkan mazhab Tzu Chi.

Kita membutuhkan para anggota Tzu Cheng dan komite yang berperan sebagai daun bacang. Berbagai sumber daya di masyarakat bagaikan isi bacang yang perlu dibungkus oleh helai demi helai daun bambu. Daun bambu perlu dicuci agar lembut sehingga bisa membungkus butir-butir beras yang melambangkan sumber daya di masyarakat. Segenggam beras dapat dibuat menjadi sebutir bacang. Semoga semangat ini selalu seperti yang dilambangkan oleh untaian bacang ini.


Semangat kita, silsilah Dharma Jing Si dan mazhab Tzu Chi, harus kita dukung dan jaga bersama. Mazhab Tzu Chi ada berkat kalian yang bagaikan daun bambu yang membungkus butir-butir beras menjadi bacang. Para donatur adalah isi dari bacang tersebut. Tanpa mereka, bacang ini tak akan berisi dan kalian, sebagai daun, tidak akan bisa membungkusnya dengan erat. Dengan begitu, tidak akan ada bacang.

Melihat para relawan dilantik, keluarga Tzu Chi berarti telah bertambah anggota. Ingatlah tulisan yang tersemat di dada kalian. Jadikan hati Buddha sebagai hati sendiri dan tekad Guru sebagai tekad sendiri. Ingatlah ini.

Ubahlah kehidupan masa lalu yang awam ke arah kesucian. Tinggalkan tataran awam yang penuh ketidaktahuan menuju arah yang jelas dan cemerlang. Kita tahu dengan jelas bahwa kita melangkah dari tataran awam menuju Jalan Bodhisatwa yang berujung pada Kebuddhaan. Saya berharap semua orang dapat bersungguh hati, meneladani Buddha, membangun tekad Buddha, dan menapaki Jalan Bodhisatwa.

“Master yang terkasih, kami akan selalu ingat kehangatan antara kita di Kantor Tzu Chi Minquan. Kami juga tidak lupa kesedihan Master pascagempa 21 September 1999 silam. Mengingat jalinan jodoh istimewa antara guru dan murid ini, kami tahu kami membutuhkan Master. Semua makhluk membutuhkan Master. Karena itu, kami ingin selamanya memiliki ikatan dengan Master,” ucap semua peserta Pemberkahan Akhir Tahun, Taichung.

Mengobati penyakit dengan hati dan keterampilan
Menyadari kebenaran dan melenyapkan kegelapan batin
Mengubah kehidupan menuju kesucian
Melangkah maju dengan hati Buddha dan tekad Guru

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 04 Januari 2020          
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 06 Januari 2020

Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -