Ceramah Master Cheng Yen: Melapangkan Hati dan Mempertahankan Pikiran Baik


“Ayo, anak-anak, kita akan mulai berdana. Amitabha. Saya mendoakan kalian. Kita semua punya banyak pakaian. Kalian adalah anak yang baik. Bagaimana kalian akan menggunakan uang yang tadinya akan digunakan untuk membeli pakaian?”
kata Huang Qiu-lan relawan Tzu Chi.

“Menolong sesama.”

“Benar, menolong sesama. Karena ada banyak orang di luar yang tidak punya makanan, benar tidak?lanjut Huang Qiu-lan relawan Tzu Chi.

“Benar. Jadi, kita harus menolong mereka.”

“Ya, kita harus menolong mereka.” Pungkas Huang Qiu-lan relawan Tzu Chi.

Lihatlah betapa menggemaskannya anak-anak itu. Mereka tahu jelas bagaimana menggunakan uang yang mereka peroleh, yakni untuk menolong sesama. Niat untuk menolong sesama sudah ada dalam hati anak-anak usia dini. Asalkan kita bersungguh-sungguh membimbing mereka, benih cinta kasih ini tidak akan lapuk. Ia akan bertemu kondisi pendukung dan bertumbuh menjadi pohon besar.

Bodhisatwa sekalian, setiap hari, kalian mendengar saya mengulas prinsip kebenaran yang tak jauh berbeda. Sesungguhnya, Buddha datang ke dunia ini juga untuk membabarkan kebenaran-kebenaran ini. Empat Kebenaran Mulia, Enam Paramita, dan 12 Sebab Musabab yang Saling Bergantungan, semuanya merupakan kebenaran sejati yang diulas dalam berbagai Sutra.

Empat Kebenaran Mulia berisi kebenaran tentang penderitaan, sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan. Tubuh mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati, ini juga merupakan prinsip kebenaran. Segala materi di dunia ini mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur.


Saya sering mengulas empat fase dari tiga fenomena. Tubuh mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati, sedangkan pikiran mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Sudahkah kita menjaga pikiran dan cinta kasih anak-anak? Sudahkah kita menapaki Jalan Bodhisatwa dengan mantap?

Begitu niat dan pikiran baik timbul, kita harus menjaganya. Baik saat kita berusia dini, berusia paruh baya, maupun berusia lanjut, asalkan niat dan pikiran baik timbul, kita harus menjaganya. Inilah fase timbul yang dialami oleh pikiran.

Setelah niat dan pikiran baik timbul, kita harus menjaganya dengan baik agar bisa dipertahankan atau berlangsung hingga selamanya. Namun, pikiran manusia terus berubah. Untuk mempertahankan pikiran baik ini, kita harus berintrospeksi diri. Apakah kita terus mengejar materi tanpa memikirkan pembinaan diri?

Kita hendaknya senantiasa berintrospeksi diri. Saat sebersit pikiran timbul, kita hendaknya menilai itu merupakan pikiran baik atau buruk. Jika merasa tidak senang saat melihat orang lain, apakah kita menjaga pikiran kita? Jika merasa tidak senang saat melihat orang lain, apakah pikiran kita selaras? Dengan merasa tidak senang saat melihat orang lain, berarti pikiran kita telah bergejolak.

Kita hendaknya memandang setara semua makhluk dan melapangkan hati hingga seluas alam semesta. Jika merasa tidak senang saat melihat seseorang, berarti kita tidak bisa bertoleransi padanya dan tidak bisa mempertahankan pikiran baik. Karena itulah, saat mendengar sesuatu yang tidak benar, terkadang kita tidak ingin membicarakannya.


Saat ada orang yang tidak melakukan hal yang seharusnya dilakukan, kita mungkin juga tidak berkata apa-apa. Saat mendengar seseorang kembali melakukan kesalahan yang sudah diingatkan untuk tidak dilakukan, kita pun tetap diam. Jadi, saya merasa bahwa kondisi akan makin lama makin buruk. Namun, saya juga berintrospeksi diri dan berpikir, “Ini tidak benar. Saya harus meningkatkan daya hidup dan kegunaan saya dengan mengingatkan orang-orang. Saya harus lebih aktif." Singkat kata, selama masih hidup, kita harus aktif.

Tubuh kita ini juga selalu aktif. Jika tidak, setelah menyantap sarapan, mengapa kita masih perlu makan siang? Selama puluhan tahun, kita mengonsumsi banyak makanan, tetapi bentuk tubuh kita tidak banyak berubah. Intinya, ini merupakan hukum alam.

Kita harus menghadapi lahir, tua, sakit, dan mati dengan tenang, tetapi juga harus mementingkannya. Artinya, kita tidak perlu menangis sejadi-jadinya saat menghadapi perpisahan. Ada orang yang menggebu-gebu saat menyayangi seseorang, diliputi kerisauan saat rasa sayangnya tidak berbalas, dan tidak bisa merelakan saat berpisah dengan orang yang disayangi. Semua ini tidaklah perlu. Kita hendaknya menghadapinya dengan tenang.

Kita hendaknya menyayangi mereka dengan cinta kasih tanpa pamrih. Daripada bersikap posesif, lebih baik kita mengembangkan cinta kasih yang lembut. Demikianlah kita menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dan mengubah pengetahuan menjadi kebijaksanaan.

Kita hendaklah memahami betapa luasnya dunia ini dan bagaimana lingkungan tempat tinggal kita. Sesungguhnya, tubuh kita tidak membutuhkan ruang yang luas. Namun, kita harus memiliki wawasan yang luas dan jernih. Dengan wawasan yang luas, secara alami segala sesuatu di alam semesta akan terlihat indah, baik saat siang maupun malam.

Kita bisa melihat dalam video yang dipercepat ini, awan yang bergulung-gulung terus bergerak dengan cepat. Bukankah kehidupan kita juga demikian?


Detik demi detik terus berlalu. Berapa banyak waktu yang kita miliki untuk memahami prinsip kebenaran di dunia ini? Tidaklah banyak. Karena itu, kita harus menggenggam waktu yang ada. Setelah memahami kebenaran dan mengetahui arah tujuan kita, kita harus menuju arah itu dengan mantap.

Setelah mengetahui arah tujuan kita, jika kita tidak menuju arah yang benar dan menyimpang sedikit saja, kita bisa jauh tersesat. Namun, jika menuju arah yang benar, kita bisa mencapai tempat tujuan kita. Intinya, kita harus mempertahankan pikiran baik yang timbul. Inilah yang disebut fase berlangsung.

Dengan mempertahankan niat dan pikiran baik, barulah kita dapat menuju arah yang benar. Di manakah letak nilai kehidupan kita? Nilai kehidupan kita terletak pada sumbangsih kita bagi orang lain. Genggamlah kehidupan kita untuk bersumbangsih.

Di Tzu Chi, kita selalu bisa menapaki Jalan Bodhisatwa dan melatih fisik kita tanpa perlu menghabiskan uang untuk pergi ke pusat kebugaran. Kita hanya perlu menjalankan Tzu Chi dalam kehidupan sehari-hari.

Ada banyak hal yang tidak habis untuk saya sampaikan. Sungguh, saya bersyukur setiap hari. Saya bersyukur semua orang baik bisa berkumpul dan menapaki Jalan Bodhisatwa bersama. Melihat banyaknya penderitaan di dunia ini, kita hendaknya bersyukur karena kita termasuk sangat beruntung.   

Membimbing anak-anak agar memahami kebenaran
Mempertahankan pikiran baik untuk memupuk berkah dan pahala
Melapangkan hati dan memperluas wawasan
Menapaki jalan yang sama dengan kebijaksanaan yang jernih    
                    
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 03 Maret 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 05 Maret 2022
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -