Ceramah Master Cheng Yen: Melapangkan Hati untuk Membawa Manfaat bagi Sesama
Tahun ini, Tzu Chi telah berusia 50 tahun. Perjalanan kita selama lima puluh tahun ini tidaklah mudah. Tzu Chi berawal dari semangat celengan bambu. Lihatlah, kini kisah celengan bambu telah tersebar hingga ke seluruh dunia. Contohnya insan Tzu Chi di Filipina.
Saat memberikan bantuan, relawan kita juga mengajak penerima bantuan untuk menyisihkan uang ke dalam celengan bambu. Mereka dapat berdonasi sesuai kerelaan masing-masing, baik satu dolar maupun lima puluh sen. Relawan kita berbagi dengan mereka bahwa barang bantuan yang mereka terima berasal dari semangat menyisihkan 50 sen ke dalam celengan bambu setiap hari.
Semangat celengan bambu yang dimulai sejak lima puluh tahun lalu ini telah menyebar ke seluruh dunia. Inilah Dharma. Semangat celengan bambu ini bukan hanya bisa dipraktikkan 50 tahun lalu. Setelah 50 tahun berlalu, kini orang kurang mampu juga dapat bersumbangsih seperti itu. Kita memberi tahu orang-orang bahwa barang bantuan yang mereka terima berawal dari semangat seperti ini. Dengan barang bantuan di tangan mereka, berarti mereka telah dibantu orang lain. Namun, dengan menyumbangkan 50 sen, 1 dolar, atau berapa pun yang mereka inginkan dengan niat yang tulus, mereka juga dapat menolong orang lain.
Niat baik mereka bagaikan tetes demi tetes air yang menyatu menjadi lautan dan gelas demi gelas air yang menyatu di dalam guci. Himpunan dana kecil memiliki kekuatan besar. Mazhab Tzu Chi dimulai dengan semangat seperti ini. Lima puluh tahun lalu, Tzu Chi tidak memiliki apa-apa. Kini, Tzu Chi telah tersebar ke seluruh dunia. Tanpa adanya insan Tzu Chi, bagaimana saya bisa menolong begitu banyak orang?
Para anggota komite dan Tzu Cheng memiliki tekad yang sama dengan saya. Kalian menjadikan hati Buddha sebagai hati kalian dan menjadikan tekad saya sebagai tekad kalian. Kita bersama-sama bersumbangsih bagi masyarakat.
Contohnya insan Tzu Chi di Yordania. Mereka telah mendampingi pengungsi Suriah selama lima tahun. Mereka masih memberi pendampingan hingga kini. Mereka memberikan laporan bahwa kini di perbatasan Yordania terdapat pengungsi dari berbagai negara. Berhubung Yordania tidak dapat membuka pintu perbatasan untuk semua pengungsi, para pengungsi pun tertahan di perbatasan. Selain kedinginan akibat terpaan angin dan salju, mereka juga kelaparan.
Berhubung merasa tidak tega, UNHCR meminta bantuan kepada insan Tzu Chi. Saat Ji Hui dan relawan lainnya yang berada di ibu kota Yordania mendengar hal ini, mereka segera mengadakan rapat guna mencari cara untuk memberikan bantuan darurat agar para pengungsi tidak kedinginan dan gizi mereka terpenuhi. Namun, saat kita tiba di perbatasan, penjaga di sana berkata, “Kami tidak menerima informasi ini. Kalian tidak boleh masuk.” Kita terus berkoordinasi dengan mereka dan segera menghubungi UNHCR.
Setelah mereka menerima instruksi, barulah relawan kita diizinkan masuk. Untuk menjadi Bodhisatwa, kita harus bersumbangsih dengan cinta kasih untuk menolong semua makhluk yang menderita.
Memiliki uang saja tidak cukup untuk bersumbangsih. Kita harus memiliki tekad dan keuletan. Selain tekad dan keuletan, kita juga harus memiliki kesabaran terhadap segala hal. Relawan kita harus mengatasi berbagai kesulitan untuk menuntaskan misi. Inilah yang dilakukan insan Tzu Chi di Yordania bagi para pengungsi Suriah. Mereka telah mengemban tanggung jawab ini selama lima tahun dan masih melanjutkannya hingga kini. Inilah Jalan Bodhisatwa. Bodhisatwa menjangkau semua makhluk yang menderita.
Insan Tzu Chi di Yordania tidaklah banyak, tetapi mereka telah menolong banyak orang. Hingga kini, banyak orang yang masih menerima bantuan dari mereka. Begitu pula dengan insan Tzu Chi di Turki.
Tahun lalu, insan Tzu Chi di Turki mendampingi pejabat Turki menemui saya dan memberi tahu saya tentang berbagai kesulitan pengungsi Suriah di Turki. Salah satunya adalah anak-anak tidak dapat bersekolah. Saya menyarankan mereka untuk membantu anak-anak itu bersekolah. Bagi anak-anak yang bekerja, kita dapat membantu keluarga mereka agar mereka dapat bersekolah. Tujuan kita adalah melenyapkan rasa benci di dalam hati mereka.
Untuk menciptakan kedamaian dunia, kita harus menghibur dan menyucikan hati generasi-generasi muda agar mereka tidak berkeluh kesah dan menanam rasa benci di dalam hati. Cinta kasih relawan dari berbagai negara dapat dirasakan oleh anak-anak itu dan telah membuahkan hasil. Setelah mendengar bahwa mereka bukan hanya bisa menerima bantuan, tetapi juga bisa membantu orang lain, anak-anak itu beserta orang tua mereka turut berdonasi untuk menolong sesama. Bukankah ini merupakan lingkaran cinta kasih? Kita melenyapkan rasa benci di dalam hati mereka dan membangkitkan cinta kasih mereka.
Pascagempa di Tainan, Profesor Cuma berkata kepada anak-anak itu, “Taiwan telah membantu kita. Kini di Tainan, Taiwan terjadi gempa bumi. Gempa bumi telah meruntuhkan gedung-gedung. Karena itu, kita harus mendoakan para korban dengan tulus. Kita harus menunjukkan niat baik kita.” Jadi, mereka semua berdoa dengan tulus bagi Tainan, Taiwan.
Mereka juga menyisihkan uang ke dalam celengan dan berhasil menghimpun dana lebih dari 57.000 dolar NT. Bayangkanlah, mereka merupakan pengungsi. Dengan kekuatan cinta kasih relawan dari berbagai negara, kita menghibur mereka agar mereka terbebas dari rasa dendam dan benci. Kita juga terus membimbing mereka untuk membina cinta kasih. Anak-anak itu telah melakukannya. Jadi, menapaki Jalan Bodhisatwa berarti membawa manfaat bagi semua makhluk dan mengubah pola pikir kita. Pola pikir yang sempit dan mendiskriminasi orang lain harus kita lenyapkan.
Kita harus memiliki hati yang lapang yang dapat menampung segalanya dan bersumbangsih dengan cinta kasih.
Bodhisatwa sekalian, bencana akibat ulah manusia terjadi karena konflik antarmanusia yang ditimbulkan oleh kegelapan dan noda batin. Akibatnya, warga di beberapa negara terpaksa mengungsi. Kini, warga di belasan negara di Eropa merasa sangat cemas. Dengan banyaknya pengungsi yang masuk, bagaimana negara mereka dapat bertahan? Ini juga merupakan sebuah isu global.
Bodhisatwa sekalian, kita harus lebih bersungguh hati untuk memahami masalah ini. Untuk menciptakan dunia yang aman dan tenteram, kita harus menyelaraskan pikiran. Kini, kita hanya bisa mengandalkan cinta kasih. Tidak peduli di mana konflik antarmanusia terjadi dan ke mana orang-orang yang menderita mengungsi, asalkan ada insan Tzu Chi, mereka pasti akan bersumbangsih dengan tenaga dan cinta kasih mereka. Relawan kita selalu bekerja sama dengan harmonis untuk bersumbangsih di tengah masyarakat.
Guru dan murid memiliki kesatuan tekad untuk melenyapkan penderitaan
Menuntaskan misi dengan kesabaran dan keuletan
Menciptakan siklus kebajikan dengan melenyapkan rasa benci dan membangkitkan cinta kasih
Menyelaraskan pikiran dan menyucikan hati diri sendiri
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 13 Maret 2016
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan di DAAI TV Indonesia tanggal 15 Maret 2016