Ceramah Master Cheng Yen: Melapangkan Jalan Agung dalam Batin
Kekuatan cinta kasih harus dituangkan dalam interaksi. Pemberian perhatian jangka Panjang terus dijalankan Tzu Chi selama lebih dari 50 tahun ini. Memperhatikan para lansia, membersihkan rumah mereka, serta membawa penghiburan dengan cinta kasih, semuanya tidak pernah berhenti. Kita melihat dunia dipenuhi cinta kasih.
Dua orang anggota komite Tzu Chi di Korea Selatan yang merupakan sepasang suami istri harus menempuh perjalanan dengan mobil menuju daerah yang jauh di sana untuk memberi perhatian kepada lansia.
“Ini adalah bahan makanan yang Anda butuhkan saat kami tidak ada,” kata Park Dong-seob relawan Tzu Chi.
“Anak saya saja tidak menjenguk saya. Kalian yang tak punya hubungan darah dengan saya malah datang memperhatikan saya,” kata Nenek Choi lansia yang hidup seorang diri.
“Kami tahu Nenek di sini pasti kesepian. Kami akan menemani Nenek. Jangan khawatir,” kata Yan Shu-ling relawan Tzu Chi.
Rumah nenek ini pernah mengalami kebakaran sehingga dia harus tinggal di tempat yang menyerupai peti kemas. Mereka terus memberi perhatian kepadanya. Meski jauh, tetapi berhubung sudah berjodoh untuk merawatnya, mereka tetap sering datang untuk memberi perhatian.
Singkat kata, asalkan ada cinta kasih, jarak tak menjadi masalah. Asalkan ada cinta kasih, tidak takut sulitnya jalan. Asalkan ada cinta kasih, tidak takut kotornya kondisi.
Para lansia itu tidak memiliki hubungan dengan kita. Inilah cinta kasih tanpa syarat. Agar para lansia bisa hidup lebih nyaman, para relawan mengerahkan cinta kasih tanpa syarat untuk membersihkan tempat tinggal mereka.
Lihatlah Pulau Gulangyu di Xiamen, Tiongkok. Luasnya mencapai dua kilometer persegi. Pulau kecil itu menjadi situs warisan budaya UNESCO. Sebagian besar penduduknya adalah lansia. Salah satu penerima bantuan Tzu Chi tinggal di sebuah gang di sana. Lebar gang itu hanya muat untuk satu orang.
Para relawan harus bersusah payah saat berusaha masuk untuk membersihkan rumahnya. Namun, mereka tetap melakukannya dengan sukarela. Mereka membersihkan dan menyapu rumah itu dengan sukarela.
“Kamu senang kami datang?” tanya salah seorang relawan Tzu Chi.
“Ya,” jawab Cai Weiguo lansia yang hidup seorang diri.
“Mengapa senang?” tanya relawan Tzu Chi.
“Saya gembira.” Jawab Cai Weiguo lansia yang hidup seorang diri.
“Bagaimana rasanya setelah rumah dibersihkan? Apakah sedikit lebih nyaman?” tanya relawan Tzu Chi.
“Ya.” Jawab Cai Weiguo lansia yang hidup seorang diri.
“Perlahan-lahan, dia bisa berjalan keluar. Jika tidak, dia hanya berdiam di rumah saja. Setiap hari seperti itu, dia akan merasa tertekan. Dia juga bisa berinteraksi dengan kami semua. Ini adalah lingkaran kebajikan,” kata Cai Weiguo relawan Tzu Chi.
“Kita termasuk berjodoh untuk berinteraksi dengannya dan membuatnya merasakan cinta kasih keluarga. Kami berharap di dalam kehidupannya, dia dapat merasa lebih bahagia,” kata Sun Jinhuan relawan Tzu Chi.
Dia hidup seorang diri sehingga insan Tzu Chi memperhatikan dan membantunya. Rumahnya berprasarana sangat minim, bahkan tidak memiliki kamar kecil. Jika ingin pergi ke kamar kecil, dia harus berjalan sekitar 20 menit melewati jalan yang panjang.
“Kadang saya tidak bisa menahan sehingga buang air kecil di celana. Saya harus mencuci kembali celana saya,” kata Cai Weiguo lansia yang hidup seorang diri.
“Dia tentu sering tidak keburu tiba di kamar kecil. Ini sering terjadi. Karena itu, saya mengusulkan untuk membuatkan toilet agar masalahnya dapat terselesaikan,” kata Li Chijun relawan Tzu Chi.
“Saya mengira orang-orang yang tinggal di Gulangyu termasuk golongan menengah ke atas, tidak sampai tidak memiliki kamar kecil. Sebelum Tahun Baru Imlek, dia sudah punya kamar kecil. Melihat sumbangsih kami, seharusnya dia juga gembira,” kata Yang Jinmei relawan ahli saluran air dan listrik.
Tiada yang tak bisa insan Tzu Chi lakukan. Mereka berusaha mengatasi berbagai kesulitan. Sesuatu yang orang lain sulit lakukan, insan Tzu Chi dapat melakukannya. Mereka membantu orang yang tidak punya toilet agar dapat memiliki toilet. Mereka mengerahkan segala usaha demi membantu orang yang menderita. Inilah yang dilakukan insan Tzu Chi di Xiamen.
Setelah dibersihkan, rumah itu terlihat seperti baru. Meski ruangan yang ada tidak besar, para relawan berusaha membuatkan toilet di tempat yang sempit itu agar lansia itu dapat hidup bermartabat. Demikianlah kondisi dunia ini.
Saya selalu menyebut insan Tzu Chi sebagai Bodhisatwa. Seperti namanya, mereka sungguh merupakan Bodhisatwa dunia. Ajaran yang dibabarkan Buddha di dunia ini telah mereka praktikkan dalam keseharian. Setelah mendengar Dharma, mereka menyerapnya dan mempraktikkannya secara nyata. Mereka dapat turut merasakan penderitaan orang lain serta mengembangkan cinta kasih tanpa syarat dan welas asih yang merasa senasib sepenanggungan.
“Mempertimbangkan kondisi dan cuaca di Gulangyu, bahan cat mungkin tidaklah sesuai. Jika menggunakan papan cedar, dikhawatirkan jika dia menyulut api, seperti merokok, akan sangat berbahaya. Jadi, kami memilih bahan komposit yang tahan api dan tahan air,” kata Lin Jinwang relawan Tzu Chi.
“Saat saya membaca 37 Faktor Pencerahan, ada topik tentang mengamati tubuh yang tidak bersih. Melihat semua ini, saya merasa biasa saja, tidak merasa kotor. Saya merasa kondisi ini sedang melatih kita untuk mengikis kekotoran batin yang paling dalam,” kata Li Chijun relawan Tzu Chi.
“Kami rasa dia hanya membasahi pakaiannya. Saat kami datang, semua pakaiannya lengket dan berbau tidak sedap. Jadi, setiap kali datang, kami akan mencuci kembali semua pakaiannya,” kata Zheng Shuchou relawan Tzu Chi.
Di dunia ini, hanya Bodhisatwa seperti insan Tzu Chi yang mau melakukannya. Untuk memuji mereka pun saya sudah kehabisan kata-kata dan hanya bisa menceritakan kembali yang telah mereka lakukan.
Melihat penderitaan di dunia, mereka teringat ajaran yang Buddha babarkan. Mereka mendampingi dan membimbing lansia itu sehingga tangannya dapat berfungsi kembali. Meski lansia itu memiliki masalah mental dan tangannya lamban, para relawan melatihnya sehingga dia dapat melakukan hal-hal seperti orang pada umumnya. Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan cinta kasih. Para relawan bersumbangsih dengan sepenuh hati.
“Kami berempati terhadapnya. Kami harus lebih mengasihinya untuk menggugah dan membimbingnya perlahan-lahan. Seperti yang Master katakan, manusia bisa dibimbing. Kita juga harus sungguh-sungguh mendampinginya agar kelak kehidupannya menjadi lebih baik,” kata Ke Fengjiao relawan Tzu Chi.
Mereka memandang semua makhluk bagai keluarga sendiri. Mereka mampu melakukannya. Lihatlah, ruangannya hanya sebesar itu. Para relawan membersihkan rumahnya dan membimbingnya agar bisa membersihkan rumah sendiri. Saya sungguh memuji mereka.
Sungguh, berbagai hal di dunia ini mengandung kebenaran yang tak habis dikatakan. Saya berterima kasih kepada para Bodhisatwa ini.
Di Xiamen, mereka telah menjalankan Tzu Chi dan membuka jalan yang sangat lapang dan rata. Meski harus menelusuri gang-gang sempit, Jalan Bodhisatwa yang lapang di dalam batin telah mereka buka dan bentangkan dengan rata.
Tidak takut sulitnya perjalanan
asalkan ada cinta kasih
Menjaga para lansia bagaikan
keluarga sendiri
Menyerap Dharma dan
bersumbangsih mengemban misi
Mempraktikkan ikrar welas asih
dengan sukarela
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 31 Juli 2020