Ceramah Master Cheng Yen: Melatih Diri dan Menyebarkan Benih Kebajikan
Kita
melihat Kakak Cuixia. Dia tahun ini telah berusia 85 tahun. Saya berkata
kepadanya bahwa saat kaki masih bisa menapak di tanah, kita harus bersyukur.
Dia benar-benar telah melakukannya. Dia bersyukur dan ingin membalas budi
dengan membimbing semua makhluk. Di Xiamen, di Shishi, dia menjalankan
pelestarian lingkungan dan berbagi tentang Tzu Chi. Dia telah membimbing lebih
dari 250 orang hingga dilantik.
Relawan
di sana sudah mulai berkembang dan terus membimbing relawan baru. Jika
dihitung-hitung, dia telah membimbing tujuh generasi. Ini menunjukkan
bahwa selama ada yang bertekad menyebarkannya,
benih cinta kasih akan tersebar, berakar, tumbuh menjadi pohon besar, dan
berbuah setiap tahunnya hingga menumbuhkan benih-benih baru. Untuk menyucikan
hati manusia, kita harus memulainya satu demi satu. Ini bukan tidak mungkin
asalkan kita memiliki tekad.
Pagi
tadi, staf Da Ai TV bersama Tang Mei-yun juga berbagi cerita. Berhubung saya
membabarkan Sutra Teratai, maka untuk memproduksi opera Taiwan yang bercerita
tentang para guru besar, mereka ingin memahami kondisi zaman Buddha. Jadi,
mereka pergi mengunjungi India untuk merasakan langsung kondisinya. Buddha
adalah makhluk yang telah sadar dan memahami penderitaan di dunia. Di sana
perbedaan kasta sangatlah jelas.
Sejak
kecil, Buddha menganggap bahwa perbedaan seperti itu tak seharusnya ada. Namun,
Beliau tidak berdaya. Saat itu Beliau juga belum memahami mengapa ada
kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian; mengapa ada perbedaan antara yang
kaya dan yang miskin. Beliau tidak memahaminya. Jadi, Beliau meninggalkan
istana untuk mencari pemahaman atas dunia dan menguak misteri kehidupan. Karena
itu, Beliau meninggalkan istana.
Melewati
proses pelatihan yang sulit, Beliau mampu mengheningkan batin dan
sungguh-sungguh merenung. Akhirnya, Beliau mencapai keheningan sempurna. Di
saat-saat itu, batin-Nya mengalami gejolak dan mengalami berbagai kondisi.
Inilah yang disebut "menaklukkan Mara". Menghadapi berbagai kondisi
batin yang muncul, Beliau menggunakan kebijaksanaan-Nya sehingga batin-Nya
bebas dari rintangan. Dengan begitu, tiada lagi ketakutan. Batin-Nya sangat
teguh dan stabil. Akhirnya, gejolak batin berhasil diatasi. Batin-Nya pun
memasuki kondisi yang hening dan jernih sehingga mampu melihat arah yang jelas
dan memahami misteri kehidupan.
Kebenaran
di balik segala sesuatu di alam semesta ini Beliau pahami dengan sangat jelas. Jadi,
di bawah cahaya bintang, batin-Nya menyatu dengan alam semesta. Jadi, pada saat
itu, Beliau menyadari bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Jadi,
Buddha mengajarkan praktik Bodhisatwa. Tentu, sebelum itu, Buddha perlu
membabarkan Dharma selama 42 tahun. Tujuannya adalah memberi arahan agar semua
makhluk memahami ajaran Buddha sehingga mampu melenyapkan berbagai noda dan
kegelapan batin.
Ini
sungguh tidak mudah. Karena itu, dibutuhkan waktu yang panjang. Namun, setelah
42 tahun, waktu yang dimiliki Buddha tidak banyak lagi. Di Puncak Burung Nasar,
Beliau membabarkan Dharma Mahayana agar setiap orang memahami bahwa pelatihan
diri yang sesungguhnya adalah mempraktikkan Jalan Tengah di masyarakat. Diri
sendiri harus membina batin terlebih dahulu. Jadi, kita harus membina batin
sendiri. Kita harus memahami penderitaan.
Dengan
melihat penderitaan dan memahaminya, barulah kita dapat menghargai berkah. Saya
sering mengatakan kepada kalian bahwa dengan melihat penderitaan, barulah kita dapat
menyadari dan menghargai berkah kita. Dengan menghargai berkah yang dimiliki, barulah
kita dapat bersikap pengertian, berlapang dada, dan berpuas diri. Setelah
benar-benar melihat penderitaan, kita akan merasa, "Wah, saya sudah
seharusnya merasa puas." Jika kita mengenal rasa puas, apa lagi yang kita
perhitungkan antarsesama?
Kita
dapat bersikap penuh pengertian. Jadi, setelah menyadari berkah, kita harus
tahu berpuas diri. Orang yang mengenal rasa puas harus bersikap penuh
pengertian. Orang yang penuh pengertian, barulah bisa berlapang dada. Orang
yang bisa berlapang dada, barulah memiliki rasa syukur. Inilah "Empat
Ramuan Tzu Chi". Kita harus "meminumnya" dalam keseharian.
Dengan begitu, barulah kita dapat menumbuhkan jiwa kebijaksanaan.
Kita
juga harus senantiasa membalas budi. Setelah menyadari budi luhur, kita harus
membalas budi. Untuk itu, kita harus mengembangkan berkah. Selain bersumbangsih
tanpa pamrih, kita juga menyampaikan rasa syukur. Inilah praktik di Jalan
Bodhisatwa.
Kemarin
saya mengatakan bahwa untuk mencapai kebuddhaan, kita harus seperti bahan
plastik PET. Bahan PET dapat didaur ulang menjadi produk baru, sama dengan kita
yang dapat kembali pada hakikat sejati kita. Setelah melalui berbagai kelahiran,
batin kita mungkin telah tercemar. Kebijaksanaan kita pun seakan hilang. Kita
telah menjadi makhluk awam. Namun, diri kita ini juga dapat "didaur
ulang". Artinya, kita harus segera sadar dan segera memurnikan batin kita.
Ini
sama seperti kita memilah botol PET dan membersihkannya untuk didaur ulang. Ia
dapat dibuat menjadi serat dan ditenun hingga menjadi selimut. Inilah bahan
PET. Ia berasal dari bahan yang murni sehingga dapat didaur ulang. Jadi,
kehidupan haruslah seperti PET. Kita harus membuang bagian yang kotor agar
dapat menjadi murni kembali dan bermanfaat di Jalan Bodhisatwa. Berjalan di
Jalan Bodhisatwa berarti berlatih untuk menyucikan diri sendiri agar dapat
kembali pada hakikat yang murni.
Janganlah
kita membawa masalah pribadi dan jalinan jodoh buruk ke dalam organisasi
Bodhisatwa ini. Janganlah kita membuat gossip atau kabar angin yang tidak perlu
ada. Ini tidak boleh kita lakukan. Organisasi kita adalah organisasi yang penuh
kebenaran, kemurnian, kebajikan, dan keindahan. Harap kalian dapat membantu
saya menyebarkan lebih banyak benih kebajikan. Ingatlah untuk menyucikan hati
manusia. Jangan biarkan batin kita tercemar. Kita harus menjaga pikiran kita
sendiri serta menjaga sesama relawan. Harap semua selalu bersungguh hati.
Memahami kebenaran
dengan hati yang hening dan jernih
Membimbing semua
makhluk kembali pada hakikat yang murni
Mempraktikkan Jalan
Tengah di masyarakat
Menyebarkan benih
kebajikan secara luas
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 20 Januari 2018
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina