Ceramah Master Cheng Yen: Melatih Diri dan Menyebarkan Kebajikan ke Seluruh Dunia


Ada begitu banyak bencana di dunia ini yang mengingatkan saya bahwa masih banyak yang harus dilakukan. Namun, kehidupan manusia sangatlah singkat dan kekuatan manusia juga sangat kecil. Karena itu, saya sering kali menyebutkan perumpamaan tentang semut kecil dan Gunung Sumeru.

Setiap hari, saya melihat jam digital yang ada di atas meja saya dan kerajinan tangan berbentuk semut kecil yang berada di sudut jam tersebut. Meskipun waktu terus bergulir, semut kecil itu tetap tidak bergerak dan masih berhenti di sudut jam itu. Harus menunggu berapa lama, semut itu baru bisa mencapai puncak Gunung Sumeru? Memikirkan hal ini, saya pun hanya bisa menghela napas.

Kekuatan manusia begitu kecil, sedangkan waktu begitu panjang dan ruang begitu luas. Ruang dan waktu tidak terbatas. Namun, kehidupan manusia sungguh sangat terbatas. Manusia terus bertumbuh dari kanak-kanak hingga dewasa, usia paruh baya, dan usia tua. Ketika memasuki usia tua, kesadaran kita akan berlalunya waktu pun makin meningkat.

Meningkatnya kesadaran ini merupakan hal yang baik karena ketika kita menyadari berlalunya waktu, kita akan menggenggam waktu yang ada. Selama kita memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu, genggamlah waktu yang ada untuk melakukannya. Asalkan sesuatu itu benar, maka lakukan saja.

Saya sering mendengar relawan daur ulang lansia kita berkata, “Master berkata bahwa asalkan sesuatu itu benar, maka kita harus menggenggam waktu untuk melakukannya. Kami sudah lanjut usia. Jika kami tidak melakukannya sekarang, kelak kami tidak akan bisa melakukannya lagi.”


Dengan memiliki pandangan seperti itu, kita akan senantiasa mengingatkan diri sendiri untuk menggenggam waktu yang ada dan memanfaatkan kehidupan untuk memupuk pahala. Dengan bersumbangsih, barulah kita akan dipenuhi berkah. Jika tidak bersumbangsih, berarti kita menyia-nyiakan waktu dan hanya menguras sumber daya alam. Jadi, kita harus menggengam waktu untuk bersumbangsih.

Dengan bersumbangsih, barulah kita dapat memperluas pengetahuan kita. Ketika kita terjun ke masyarakat untuk memperhatikan Bumi dan umat manusia, kita dapat belajar banyak hal dan memperluas pengetahuan kita setiap hari. Jika menyerah pada usia dan menutup diri, kita bagaikan mengurung diri di sebuah rumah kita bagaikan mengurung diri di sebuah rumah yang tertutup semua jendelanya.

Kita tidak dapat melihat sinar matahari dan kondisi di luar serta tidak tahu apakah itu pagi, siang, ataupun malam. Saat kita mengurung diri di dalam rumah, kita tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu, tidak dapat melihat kondisi di luar, dan tidak dapat mengetahui apa yang terjadi di dunia. Karena itu, hati dan pikiran kita menjadi tertutup. Seiring waktu, kita mungkin akan mengalami demensia dan kebijaksanaan kita pun akan menghilang secara perlahan karena kita tidak tahu apa pun.

Setiap hari, saya mendengar bagaimana relawan kita menjalankan misi bantuan bencana di seluruh dunia. Ketidakselarasan unsur tanah, air, api, dan angin telah mendatangkan berbagai bencana.


Setiap kali melihat berita seperti itu, saya selalu sangat khawatir dan cemas. Saya pun akan bertanya kepada staf kita apakah relawan kita di sana baik-baik saja. Setelah mengetahui bahwa relawan kita baik-baik saja, saya pun akan menanyakan seberapa jauh mereka dari lokasi bencana. Saya terus mengingatkan mereka bahwa meskipun berjarak puluhan kilometer dari lokasi bencana, mereka tetap harus memperhatikan keselamatan. Saya juga berpesan kepada mereka untuk lebih banyak memahami situasi bencana, memberi tahu kita jika perlu mengerahkan lebih banyak relawan, dan lebih bersungguh hati untuk mencurahkan perhatian kepada para korban.

Setiap kali mengetahui bencana yang terjadi di mana pun, saya selalu berpesan kepada semua untuk membangkitkan ketulusan. Janganlah kita hanya mementingkan diri sendiri. Kita harus membawa keharmonisan bagi masyarakat dengan cinta kasih.

Kita juga harus memperhatikan tetangga, komunitas, masyarakat, dan seluruh umat manusia. Itu seperti perumpamaan tentang sekawanan semut yang mampu mengangkat dan memindahkan sepotong biskuit yang besar. Bahkan seekor semut pun bisa mencapai puncak Gunung Sumeru asalkan ia memiliki tekad. Namun, jika semut itu tidak bergerak, ia hanya akan berhenti di kaki gunung. Jangankan mencapai puncak Gunung Sumeru, bukit saja tidak terjangkau olehnya. Jika semut itu tidak bergerak sama sekali, bukit kecil saja tidak terdaki, bukit kecil saja tidak terdaki, apalagi Gunung Sumeru.


Dalam melatih diri, kita harus terlebih dahulu memperbaiki pandangan kita, baru bisa memperhatikan sesama dan berbagi Dharma dengan mereka agar mereka dapat memahaminya. Jika kita berhenti melatih diri, sulit untuk menginspirasi orang lain melatih diri. Jadi, kita harus melatih diri sendiri dan mengerahkan kekuatan untuk bersumbangsih bagi semua orang. Hanya dengan begitulah kita bisa menjadi teladan bagi semua orang.

Meskipun hanya memiliki kekuatan kecil bagai seekor semut, kita harus berikrar untuk menjadi teladan. Buddha datang ke dunia untuk membimbing semua makhluk membangun tekad dan ikrar agung.

Setelah bertekad dan berikrar, hendaklah kita sungguh-sungguh melatih diri, menjaga hati dan pikiran kita, menjaga hati dan pikiran kita, dan menghimpun kekuatan semua orang untuk menyebarkan kebajikan ke seluruh dunia. Dengan demikian, dunia akan aman dan tenteram.

Kehidupan manusia sangatlah singkat dan memiliki kekuatan yang terbatas
Semut pun dapat mencapai puncak Gunung Sumeru dengan tekad yang dimilikinya
Melatih diri serta menjaga hati dan pikiran
Mewujudkan ketenteraman dunia dengan melakukan kebajikan bersama

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10 Maret 2022
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 12 Maret 2022
Tiga faktor utama untuk menyehatkan batin adalah: bersikap optimis, penuh pengertian, dan memiliki cinta kasih.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -