Ceramah Master Cheng Yen: Melenyapkan Kekeruhan dengan Kembali pada Sifat Hakiki
Belakangan ini, saya terus menekankan bahwa kita
harus mawas diri dan tulus karena banyak bencana yang terjadi. Ketidakselarasan
pikiran manusia dan unsur alam membawa penderitaan bagi banyak orang di seluruh
dunia. Dapat hidup aman dan tenteram, kita hendaknya bersyukur.
Kita hendaknya membangkitkan rasa syukur dan
kekuatan cinta kasih untuk berdoa dengan tulus semoga dunia aman dan tenteram
serta terbebas dari bencana. Setiap kali melihat orang-orang yang menderita, saya
sungguh merasa tidak tega. Kita juga melihat bahwa sudah dua bulan berlalu sejak
Badai Harvey menerjang Amerika Serikat. Badai dan banjir menimbulkan bencana
besar di Texas. Sejak saat itu, curahan perhatian insan Tzu Chi di Houston tidak
pernah terputus.
“Kami
baru pindah ke sini delapan hari. Kami tidak punya perabot di sini. Tidak ada
apa pun di sini. Kami bahkan tidak punya tempat tidur,” kata Daisha Ball, seorang korban bencana.
“Sekarang kami ingin memberimu kartu debit
senilai 600 dolar. Ingat, kartunya harus diaktifkan dahulu,” kata seorang
relawan Tzu Chi.
“Oh, saya ingin
memelukmu. Terima kasih. Satu-satunya yang menolong kami adalah kalian. Saya sangat menghargainya. Sungguh luar biasa,”
seru Daisha.
“Uang di dalam kartu debit itu berasal dari cinta kasih banyak
orang di seluruh dunia.
Semoga kamu bisa menghargainya,” ujar relawan Tzu Chi.
Dia bukan seorang diri, dia juga punya keluarga.
Karena itu, kita harus memberikan bantuan yang bisa menenteramkan fisik dan
batin mereka. Selain itu, untuk membangkitkan cinta kasih mereka, kita juga
berbagi dengan mereka tentang kisah celengan bambu. Kita berharap mereka
berdonasi semampu mereka untuk menolong orang lain.
Saat tidak berdaya dan menderita, mereka
mendapat curahan perhatian yang dilandasi cinta kasih yang tulus. Jadi, kita
bisa membayangkan betapa terharu dan bersyukurnya mereka. Saya sangat bersyukur
kepada Bodhisatwa dunia di AS yang bersedia mengerahkan kekuatan untuk
menciptakan berkah bagi dunia. Para Bodhisatwa itu menjangkau orang-orang yang
menderita untuk mencurahkan perhatian, bersumbangsih tanpa pamrih, menenangkan
fisik dan batin mereka, dan memperhatikan kelangsungan hidup mereka.
Penyaluran bantuan di AS telah berlangsung
selama dua bulan. Saya sungguh kagum dan bersyukur kepada para relawan kita di
sana. Mereka sungguh merupakan Bodhisatwa dunia. Pascagempa di Meksiko, kita
telah melakukan survei bencana selama sebulan lebih. Keistimewaan di tempat ini
adalah sebelum membagikan bantuan, kita mengadakan pelatihan relawan terlebih
dahulu agar para korban bencana dapat memahami bahwa kita dilandasi cinta kasih
yang tulus.
Mereka juga terinspirasi untuk bersumbangsih
bagi sesama. Mereka turut mengerahkan tenaga untuk melenyapkan penderitaan
warga setempat. Setelah berinteraksi dengan insan Tzu Chi, banyak warga yang
terkena dampak bencana turut melakukan survei bencana. Mereka menyadari bahwa mereka
bukanlah yang paling menderita. Mereka juga bisa menolong sesama karena ada
yang lebih menderita dari mereka.
Jadi, ketulusan cinta kasih relawan kita telah menginspirasi
satu demi satu relawan lokal. Ini merupakan pengalaman istimewa yang belum
pernah ada sebelumnya. Seiring berjalannya penyaluran bantuan, kini warga yang
mengenakan rompi relawan semakin banyak. Namun, mereka bukan mengenakan rompi
relawan begitu saja, melainkan harus mengikuti pelatihan relawan selama
beberapa hari untuk memahami semangat dan filosofi Tzu Chi.
Seperti inilah insan Tzu Chi menapaki Jalan
Bodhisatwa di dunia. Saya sungguh sangat bersyukur. Inilah yang sedang relawan
kita lakukan. Kita juga melihat seorang anak muda yang keluarganya terpecah
belah karena dia mengonsumsi narkoba.
“Saya
pernah menjadi pelanggar hukum. Saya sangat bersyukur kepada Master yang
membantu ibu saya menemukan kembali putranya yang telah “hilang” selama 42
tahun,” tutur Chen Yue-liang, relawan Tzu Chi.
Saya
sangat bersyukur. Sekarang dia sudah berusia 45 tahun. Selama 42 tahun, saya
menutup diri karena merasa sangat malu telah melahirkan seorang sampah
masyarakat. Jadi, saya tidak bisa bercerita tentangnya di hadapan orang lain. Sekarang,
saat dia berusia 45 tahun, saya baru merasa bangga padanya,” kata Chen Mei-yun, Ibu Chen Yue-liang.
“Saya
juga berikrar untuk membantu Master membimbing narapidana. Saya akan mengerahkan
semua kemampuan saya untuk membawa manfaat bagi masyarakat. Semakin sedikit
orang jahat, maka semakin banyak relawan Tzu Chi,” kata Chen Yue-liang, relawan Tzu Chi.
Relawan Chen yang kita lihat ini bukan hanya
bergabung menjadi relawan, tetapi juga berikrar untuk membimbing orang-orang yang
pernah berjalan menyimpang seperti dirinya. Dia ingin memberi mereka kesempatan
untuk kembali pada jalan yang benar dengan menenteramkan fisik dan batin
mereka. Dalam banjir besar di Taipei tahun ini, dia juga mengajak para
karyawannya yang pernah berjalan menyimpang untuk memberikan bantuan.
“Pada
tanggal 4 Juni, saya tahu bahwa keesokan harinya, kami akan turut menyalurkan
bantuan bencana. Keesokan paginya, saat melihat begitu banyak orang di lokasi
bencana, saya sangat tergugah. Saya tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya.
Melihat para relawan Tzu Chi tidak takut bekerja keras dan mengangkat barang-barang
tanpa takut kotor, saya sangat terharu,” kata Bapak Peng, seorang relawan.
“Tanah
longsor kotor atau tidak? Tidak. Sesungguhnya, kondisi batin kami pernah lebih
kotor dari tanah longsor. Dalam kesempatan ini, mereka bisa membuang noda dan
kegelapan batin mereka satu sekop demi satu sekop. Usai membantu membersihkan
lokasi bencana, saya hanya mengucapkan satu kalimat. Saya merasa bahwa dalam
hidup kami, mungkin hari itulah momen yang paling bermartabat. sSaat upaya
pembersihan berakhir, sekelompok relawan biru putih berbaris untuk bersalaman dan
berterima kasih pada mereka. Saya rasa pengalaman seperti itu hanya sekali
dalam seumur hidup,” ungkap Chen
Yue-liang, relawan Tzu Chi.
Mereka merasa dihormati. Mereka merasa bahwa
menolong sesama adalah perbuatan yang bermakna sehingga bersedia turut
berpartisipasi. Kita harus membina berkah sekaligus kebijaksanaan, baru bisa menjangkau
makhluk yang menderita untuk menenteramkan batin dan hidup mereka. Kita harus
bersumbangsih sesuai kebutuhan orang-orang.
Lihatlah, mereka bisa memperbaiki diri, memulai
hidup baru, dan turut bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Buddha mengajari kita
bahwa kita harus percaya diri karena semua orang memiliki hakikat kebuddhaan. Kembali
pada sifat hakiki tidaklah sulit jika kita meneguhkan tekad. Jika kita bisa memperbaiki
pola hidup dan pola pikir kita, maka secara alami, unsur alam akan selaras.
Menstabilkan
kehidupan korban bencana dan membangkitkan cinta kasih mereka
Menjangkau
orang-orang yang menderita untuk bersumbangsih tanpa pamrih
Memiliki jalinan
jodoh istimewa untuk mengadakan pelatihan relawan terlebih dahulu
Berhenti mengonsumsi narkoba dan kembali pada sifat hakiki yang bajik
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 2 November 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina