Ceramah Master Cheng Yen: Melenyapkan Penderitaan dan Mendatangkan Kebahagiaan
“Belakangan ini, curah hujan di
Sungai Gaoping menurun, hanya sekitar 20% dari tahun-tahun sebelumnya. Mulai
tanggal 20 Maret, di wilayah Kaohsiung, kondisi persediaan air akan diubah dari
lampu hijau menjadi lampu kuning. Persediaan air di Waduk Nanhua hanya tersisa
sekitar 31 juta ton. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ini berkurang
sekitar 11 juta ton,” kata Wu Qing-quan, Sekretaris Taiwan
Water Corporation wilayah ketujuh.
“Kami akan terus mengontrol
penggunaan air dari Waduk Nanhua. Saya berharap setiap orang dapat menyadari
bahwa sumber daya air adalah sumber daya yang sangat penting. Janganlah kita
mencemari dan merusaknya. Sebaliknya, kita harus menghargai dan melindunginya.
Hujan tidak turun sehingga persediaan air kita menipis. Karena itu, kita harus
melindungi sumber daya air dan melindungi kualitas air,” ujar Lai Chien-hsin,
Ketua Water Resources Agency.
Kita bisa melihat krisis air di Taiwan. Pada musim semi seharusnya ada musim hujan Asia Timur. Namun, musim semi tahun ini telah berlalu dan mulai memasuki musim panas. Baru memasuki musim panas, persediaan air di waduk sudah tidak mencukupi. Tahun ini, jika setiap orang tidak meningkatkan kewaspadaan dan menghemat penggunaan air, maka kita akan kehabisan air. Itu akan membuat kita sangat menderita.
Karena itu, dalam kehidupan
sehari-hari, kita harus menghargai air bagaikan emas. Saat kehabisan air, air
akan menjadi lebih penting dari emas. Jadi, kita harus menghargai air. Pikiran
manusia harus selaras. Jika pikiran manusia tidak selaras, maka unsur alam juga
sulit untuk selaras.
Kita juga melihat Kolombia,
Ekuador, dan Peru dilanda banjir besar. Saat relawan dari berbagai Negara kembali
untuk menghadiri rapat tahunan, kita berdiskusi tentang ketiga negara ini. Kita
mengevaluasi bagaimana cara menyalurkan bantuan di sana. Akhirnya, kita
memutuskan untuk berfokus menyalurkan bantuan di Ekuador terlebih dahulu karena
tenaga kita terbatas.
Selain itu, pascagempa bulan
April tahun lalu, pendampingan insan Tzu Chi di Ekuador telah menginspirasi relawan
lokal. Para relawan lokal sudah mulai menyurvei kondisi bencana. Begitu tiba di
Ekuador, insan Tzu Chi dari Amerika Serikat dan Amerika Selatan langsung
berkumpul dan bekerja sama dengan relawan lokal. Pada tanggal 7 April, Santa
Ana dan daerah lain dilanda banjir besar karena guyuran hujan deras.
Kemudian, insan Tzu Chi menghubungi saya. Mereka membawa cinta kasih dan sukacita untuk kami. Mereka didasari oleh semangat untuk menolong sesama dan berbuat baik. Inilah yang menyatukan mereka untuk menolong orang-orang yang membutuhkan. Hari ini, kita menjalankan program bantuan lewat pemberian upah. Ini untuk menginspirasi warga Santa Ana bergotong royong memulihkan lingkungan.
“Saat ini, Tzu Chi sedang
membantu membersihkan sekolah. Kami yakin, kesatuan adalah kekuatan,” kata
Bupati Santa Ana.
“Saya sungguh sangat gembira bisa
tiba di sini dalam waktu singkat sehingga warga setempat bisa bergotong royong membersihkan
kampung halaman mereka sendiri,” kata Ji Duo,
Relawan Tzu Chi Amerika Serikat.
Pada hari pertama, relawan kita membersihkan
dua gedung sekolah agar anak-anak dapat kembali bersekolah. Kita terlebih dahulu
membersihkan gedung sekolah. Selanjutnya, kita mengimbau warga untuk saling
membantu membersihkan rumah.
Kamu membantu membersihkan rumah
saya, saya juga membantu membersihkan rumahmu. Dengan saling membantu, hubungan
antarwarga semakin dekat. Mereka sangat tersentuh dan bersyukur. Insan Tzu Chi
juga memberikan upah sebesar 15 dolar AS per hari pada mereka.
“Hari ini, kami diajak untuk
menjadi relawan dan turut membersihkan kampung halaman kami. Bantuan kali ini
membuat saya sangat terinspirasi. Saya juga merasakan kesatuan warga. Ini membuat
saya sangat berpuas diri,” kata Hong Lian-dai, Relawan Tzu Chi Argentina.
“Hari ini, saya turut menjadi
relawan sebagai wujud kesatuan kami. Saya senang bisa menjadi relawan untuk
membantu sesama. Selain itu, dengan berpartisipasi, saya juga bisa mendapatkan
upah untuk kebutuhan hidup. Ini merupakan bantuan besar bagi Santa Ana. Saya
sangat tersentuh dan dipenuhi rasa pencapaian,” kata VanessaVilligua, Relawan
lokal.
“Mari kita bersama-sama
mengerahkan tenaga untuk membersihkan kampung halaman kita. Saya berterima
kasih dari lubuk hati saya atas bantuan kalian. Terima kasih
atas bantuan kalian terhadap Santa Ana. Kalian membantu kami melangkah maju, “
kata Segundo Molina, Partisipan program bantuan lewat pemberian upah.
“Saya dan suami saya masing-masing
mendapatkan 15 dolar AS. Jika dijumlahkan, berarti 30 dolar AS. Kami akan
memanfaatkan uang ini sebagai modal untuk membuka toko. Kami akan mencoba untuk
berdagang. Kami akan terbantu oleh 30 dolar AS ini,” tambah Segundo Molina.
“Tujuan baru kami adalah memulihkan Provinsi Manabi. Lebih dari setengah bulan pascagempa, kita bisa melihat lumpur yang mongering dan sangat keras,” kata Alexandra Bermejo, Partisipan program bantuan lewat pemberian upah.
Setelah menjangkau lokasi
bencana, insan Tzu Chi tahu apa yang harus dilakukan. Relawan kita meminta
bantuan pemerintah untuk menggerakkan alat berat dan berusaha mengimbau warga untuk
berpartisipasi dalam upaya pembersihan. Jika kita tidak pergi ke sana, mungkin
lokasi bencana tidak bisa dipulihkan. Intinya, harus ada yang membangun tekad dan
menggerakkan.
Kita juga melihat kekhidmatan
relawan kita. Baik di Taiwan maupun di luar Taiwan, para relawan menunjukkan
kekhidmatan serta ketekunan dan semangat mereka dalam mendalami Dharma. Selain
itu, mereka juga terjun ke tengah masyarakat. Inilah yang dilakukan oleh relawan
di Taiwan dan di luar Taiwan.
Awalnya, kita hanya memiliki
seorang relawan di Lesotho, yakni Mei-juan yang merupakan pengusaha dari
Taiwan. Kini, dia telah mengakhiri bisnisnya dan berfokus membimbing relawan
lokal. Dia bahkan bisa mencurahkan perhatian ke tujuh negara di Afrika. Selama
ini, dia dan Relawan Pan terus mencurahkan perhatian lintas negara.
“Kami adalah insan Tzu Chi
Lesotho. Ke dalam, membina ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan. Ke
luar, mempraktikkan cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin.
Empat Ramuan Tzu Chi: berpuas diri, bersyukur, bersikap penuh pengertian,
berlapang hati. Empat Sup Tzu Chi: bersatu hati, harmonis, saling mengasihi,
bergotong royong,” ikrar relawan.
Lihatlah bagaimana dia membimbing
para relawan lokal di Lesotho. Dia mengajari mereka bahasa Mandarin, tata
krama, dan lain-lain dengan sangat baik. Di Tiongkok, insan Tzu Chi juga mengemban
misi dengan penuh semangat. Mereka juga mencurahkan perhatian kepada keluarga
kurang mampu.
Relawan kita membimbing seorang
anak yang sangat dikhawatirkan neneknya hingga bisa berlutut dan
mempersembahkan the kepada neneknya. Ini sungguh penuh kehangatan. Sang nenek tersenyum
dengan bahagia. Jadi, kita harus bersumbangsih terlebih dahulu.
Singkat kata, ini dilakukan di
berbagai negara. Begitu pula dengan insan Tzu Chi Taiwan. Kita sering melihat
insan Tzu Chi membersihkan rumah penerima bantuan. Inilah dunia yang penuh
kehangatan dan kasih sayang. Insan Tzu Chi Taiwan menjadi teladan yang penuh
kehangatan dan menginspirasi insan Tzu Chi di seluruh dunia untuk melakukan hal
yang sama.
Ke mana pun insan Tzu Chi pergi, selalu
menciptakan berkah bagi dunia. Inilah yang disebut kesejahteraan sosial. Relawan
kita menciptakan berkah bagi dunia. Kekuatan cinta kasih sungguh menyentuh.
Dunia ini sungguh penuh
kehangatan. Kita harus menyelaraskan pikiran manusia dan menyentuh alam dengan
ketulusan. Semoga keselarasan pikiran manusia dapat membuat dunia ini aman,
tenteram, dan terbebas dari bencana. Inilah harapan terbesar kita.
Bergotong royong untuk membersihkan lingkungan dalam program bantuan lewat pemberian upah
Satu benih bertumbuh menjadi tak terhingga untuk menolong orang yang menderita
Melenyapkan penderitaan dan mendatangkan kebahagiaan
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 April 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina