Ceramah Master Cheng Yen: Melenyapkan Penderitaan dengan Terjun ke Tengah Masyarakat
Hujan deras yang mulai turun di Taiwan sebelum tanggal 1 Juni mengakibatkan tanah longsor di Jalan Raya Suhua. Para petugas segera bergerak untuk memperbaiki jalan tersebut. Mereka menerjang bahaya untuk mengoperasikan alat berat di tepi jurang guna memperbaiki akses jalan yang terputus.
Kita bisa melihat tanah longsor membuat akses jalan terputus. Meski di bawah jalan itu adalah jurang yang curam, tetapi para petugas tetap bekerja di bawah terpaan hujan. Melihat mereka menerjang bahaya, saya merasa tidak tega. Setiap kali jalan mengalami kerusakan akibat turun hujan deras atau terjadi gempa bumi, para petugas harus bekerja keras untuk memperbaiki jalan.
Tanpa takut lelah dan bahaya, mereka bekerja di bawah terik matahari dan terpaan hujan. Lihatlah, meski tanah dan batu masih berjatuhan dari pegunungan, mereka tetap menjalankan tugas mereka. Bukan hanya jalan, setiap orang juga membutuhkan listrik. Di mana pun aliran listrik terputus, para teknisi tetap berusaha untuk memperbaikinya demi kenyamanan semua orang meski harus diterpa angin dan hujan.
“Ada 4 atau 5 batang pohon yang tumbang dan menimpa kabel listrik,” kutipan wawancara warga desa Heya.
“Saya sangat berterima kasih kepada para teknisi Taipower yang berusaha melakukan upaya perbaikan meski turun hujan lebat,” kutipan wawancara Chen Zhen-fu, Kepala desa Heya
Semua orang bisa hidup nyaman berkat kerja keras para pahlawan ini. Bisakah kita memahami kerja keras mereka? Dalam kehidupan sehari-hari, kita hendaknya senantiasa bersyukur kepada mereka. Guyuran hujan deras kali ini telah mendatangkan bencana di utara, tengah, dan selatan Taiwan. Di saat seperti ini, insan Tzu Chi selalu muncul untuk memberikan bantuan.
Kemarin, saya melakukan telekonferensi dengan insan Tzu Chi Taipei. Mendengar laporan mereka, saya sungguh sangat tersentuh. Ada banyak kisah menyentuh yang tidak bisa saya bagikan dalam waktu yang singkat. Saya sungguh merasa bahwa inilah ladang pelatihan bagi para relawan kita karena Bodhisatwa datang ke dunia ini untuk menjangkau semua makhluk yang menderita.
Penyaluran bantuan bencana Tzu Chi, termasuk mengantarkan makanan hangat dan upaya pembersihan, semuanya sangat menyentuh. Saya memberi tahu para relawan kita bahwa inilah pelatihan diri yang sesungguhnya. Saat membabarkan Sutra Bunga Teratai, bukankah saya juga mengulas hal ini? Bodhisatwa menjalankan Enam Paramita dan puluhan ribu praktik dengan menjangkau semua makhluk yang menderita.
Kini, akibat ketidakselarasan unsur air, turun hujan deras sehingga air yang disertai lumpur menggenangi rumah warga dan merusak perabot di dalamnya. Terlebih, kini banyak bangunan bertingkat yang memiliki ruang bawah tanah. Lantai dasar saja tergenang banjir, apalagi ruang bawah tanah? Berhubung hujan deras kali ini membawa dampak bagi wilayah yang luas, kita membutuhkan banyak orang untuk bersumbangsih dengan kekuatan cinta kasih.
Tentu, personel militer juga memberi bantuan. Di saat seperti ini, insan Tzu Chi ada di setiap tempat yang membutuhkan. Para relawan kita sudah terlatih dan bersumbangsih tanpa pamrih sehingga bisa memperoleh kepercayaan warga. Mendengar dedikasi mereka, saya sungguh sangat tersentuh.
“Hari ini, ada relawan Tzu Chi dan personel militer yang membantu. Ini merupakan bantuan besar bagi kami. Tanpa bantuan mereka, upaya pembersihan mungkin membutuhkan waktu lebih dari seminggu,” kutipan wawancara warga, bapak Zhu.
“Kami sungguh tidak tega melihat kondisi para korban bencana karena kami tinggal di komunitas yang sama. Karena itu, apa pun kebutuhan mereka, kami akan berusaha membantu mereka,” kutipan wawancara relawan Tzu Chi, Xu Lu-xun.
“Jangan diisi terlalu banyak air. Jika tidak, akan cepat kehabisan tenaga. Baik./ Karena masih ada banyak air yang harus dikeluarkan,” kutipan wawancara Lurah Xi’an, Li Guo-rong.
“Tzu Chi bukan hanya menyediakan banyak makanan hangat, minuman, dan makanan kering, tetapi yang lebih menyentuh, kalian juga menyediakan tenaga. Ada lebih dari 20 orang relawan Tzu Chi yang datang untuk membantu membersihkan beberapa rumah yang paling membutuhkan hingga hampir pukul 10.30 malam,” kutipan wawancara Ketua RT, Chen Min-jie.
“Di mana letak nilai semangkuk mi? Tadi malam, saat membutuhkan makanan, kami mencium aroma mi vegetaris. Meski merupakan makanan vegetaris, tetapi mi itu adalah mi terharum yang pernah saya makan. Memakan mi sambil berdiri di tengah lumpur dengan memakai sepatu bot, ini sungguh pengalaman yang istimewa,” kutipan wawancara Ketua RT, Chen Min-jie.
“Saya sungguh sangat terharu. Yang pertama datang untuk memberikan bantuan adalah para relawan Tzu Chi,” kutipan wawancara warga desa Xizhen.
“Mendengar pengumuman, saya pun datang untuk mengambil makanan. Sudah kenyang? Sudah, sangat kenyang. Makanan vegetaris enak tidak? Enak,” kutipan wawancara warga, bapak Lai.
“Mereka memberi tahu kita bahwa warga desa membutuhkan 400 kotak makanan. Karena itu, tim tanggap darurat memikul tanggung jawab untuk menyediakannya,” kutipan wawancara relawan Tzu Chi, Liu Guan-sheng.
Kemarin sore, saya mendengar para relawan kita berbagi pengalaman. Setiap relawan berkata bahwa mereka sangat lelah dan kaki mereka sangat pegal. Insan Tzu Chi sangat jarang berkata bahwa mereka lelah dan pegal, tetapi kemarin, mereka berkata bahwa mereka sangat lelah. Dari sini bisa diketahui betapa jauhnya perjalanan yang mereka tempuh untuk menyurvei kondisi bencana dari rumah ke rumah. Saat mendapati lansia yang hidup sebatang kara, relawan kita juga memasukkannya ke dalam daftar penerima bantuan jangka panjang. Insan Tzu Chi sangat bersungguh hati.
Kemarin, saya berkata bahwa ladang pelatihan Bodhisatwa yang sesungguhnya adalah di tengah masyarakat. Setelah mempelajari ajaran Buddha dan menyerapnya ke dalam hati, begitu muncul jalinan jodoh dan ada makhluk yang menderita, kita harus segera menjangkau mereka untuk melenyapkan penderitaan mereka, lalu berbagi Dharma dengan mereka.
Bukankah ini merupakan ladang pelatihan Bodhisatwa yang sesungguhnya? Meski bersumbangsih membutuhkan kerja keras, tetapi melihat mereka terselamatkan, kembali tersenyum, dan menjalani hidup seperti sediakala, inilah penghiburan dan sukacita terbesar bagi kita. Kita bersumbangsih tanpa pamrih.
Setelah penyaluran bantuan berakhir, hati para relawan kita dipenuhi oleh sukacita dalam Dharma. Setiap relawan kita berkata bahwa mereka sangat bersukacita dan tenang. Bukankah ini merupakan sukacita dalam Dharma? Meski sangat lelah, tetapi para relawan kita telah mengukir sejarah dalam hidup mereka dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan dengan bersumbangsih secara nyata.
Singkat kata, saya berkata pada mereka, “Meski sangat lelah, tetapi kini kalian semua berkata bahwa kalian sangat bersukacita dan tenang.” “Inilah yang disebut sukacita dalam Dharma.” Di saat seperti inilah kita mempraktikkan ajaran Buddha. Orang-orang zaman dahulu berkata, “Melatih prajurit dalam jangka panjang agar bisa digunakan saat dibutuhkan.”
Kita telah mendengar Dharma ribuan hari dan suatu hari nanti, kita pasti berkesempatan mempraktikkannya. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mempraktikkan Dharma. Bencana kali ini merupakan contoh yang baik dari Sutra yang saya babarkan belakangan ini. Karena itulah, saya berkata bahwa ladang pelatihan Bodhisatwa yang sesungguhnya adalah di tengah masyarakat.
Bodhisatwa dunia menjangkau orang-orang yang menderita
Terjun ke tengah masyarakat untuk menyalurkan bantuan bencana
Menggenggam waktu untuk mengukir sejarah dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan
Memperoleh sukacita dalam Dharma dan ketenangan dengan bersumbangsih
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 05 Juni 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina