Ceramah Master Cheng Yen: Melewati Setiap Waktu dengan Berkualitas

Dalam perjalanan menuju Taipei kali ini, sejak berangkat dari Hualien, saya sepenuh hati berhitung dari satu, dua, sampai seribu. Setelah seribu, saya mengulang lagi dari satu. Saya ingin mengingatkan diri setiap saat bahwa satu hari terdiri atas 86.400 detik. Waktu terus tergerus. Jadi, dikatakan, "Seiring berlalunya hari ini, usia kehidupan juga berkurang."

Hari ini, satu hari kembali berlalu. Kehidupan saya juga berkurang satu hari. Berapa detik yang masih tersisa di kemudian hari? Berapa banyak daya kehidupan yang mampu saya kerahkan untuk dapat berbicara dengan jelas dan berjalan maju dengan tegap selangkah demi selangkah? Berapa banyak waktu yang masih saya miliki? Memikirkan hal ini, saya harus tekun dan bersemangat.

Saya harus memanfaatkan waktu secara berkualitas dan murni tanpa tercemar sedikit pun. Saya juga tahu jelas bahwa apa yang ingin saya lakukan tidaklah salah. Saya berharap tidak menyia-nyiakan waktu satu hari pun dan tidak melakukan hal yang salah atau menyimpang. Saya hanya berharap kehidupan ini tidak tercemar, sangat murni dan cemerlang. Jika dapat melewati setiap hari seperti ini, saya merasa kehidupan ini sangat bernilai.


Belakangan ini saya sering mengatakan bahwa kita harus bersyukur atas kehidupan kita sendiri karena kita telah mengetahui arah hidup dengan jelas dan telah bergabung dengan Tzu Chi. Tzu Chi adalah sebuah Jalan Bodhisatwa yang sangat jelas. Buddha telah memberi arahan kepada kita untuk berjalan di Jalan Bodhisatwa. Karena itu, kita harus memanfaatkan waktu dengan baik.

Seiring waktu, pikiran kita tak boleh menyimpang. Dalam setiap detik, jangan biarkan sedetik pun pikiran kita menyimpang. Jadi, nilai kehidupan ada pada setiap detik dan menit. Dalam setiap waktu, jangan biarkan diri kita menyimpang. Kita semua memiliki hakikat sejati yang murni tanpa noda. Hakikat sejati yang murni tanpa noda ini adalah hakikat kebuddhaan. Jika kita membuang-buang waktu, itu sungguh disayangkan.

Saat kita sibuk, kesibukan kita juga harus bermakna. Kita harus bersungguh hati. Aksara Tionghoa "sibuk" terdiri atas aksara "hati" dan "mati". Jadi, jangan biarkan batin kita sibuk dengan membuta. Kita harus bersungguh hati. Kita bersungguh hati agar tidak menyesal. Kita bersungguh hati agar tidak melakukan kesalahan.


Dalam kehidupan ini, arah kita sudah benar. Ini adalah arah yang paling esensial. Belakangan ini saya sering berkata bahwa saat sudah lanjut usia, saya semakin menghargai waktu. Dalam berbagai waktu di masa lalu, kita semua telah berjalan di arah yang sama dengan satu hati dan satu tekad. Kalian telah mengikuti arah yang saya tunjukkan dengan satu hati.

Di masa lalu, kita telah melakukannya. Semua orang memiliki hati dan tekad yang sama dengan saya dalam bersumbangsih sehingga terwujudlah Tzu Chi seperti hari ini. Dimulai dari 50 sen pada 55 tahun yang lalu, kini kita dapat bersumbangsih ke seluruh dunia. Semua ini dimulai dari 50 sen. Tanpa 50 sen pada masa itu, bagaimana mungkin ada hari ini? Tetes-tetes sumbangsih yang terhimpun ini membuat kita dapat bersumbangsih bagi seluruh dunia.

Begitu melihat siaran berita Da Ai TV yang melaporkan bencana yang terjadi di suatu tempat, saya akan meminta para staf untuk segera menanyakan apakah relawan Tzu Chi di daerah itu selamat. Pertanyaan selanjutnya ialah apakah relawan setempat telah mengetahui daerah bencana itu dan telah bersiap untuk meninjau daerah itu, dukungan apa yang mereka butuhkan, dan bantuan apa yang bisa kita berikan. Begitulah, setiap hari saya menyaksikan siaran berita Da Ai TV.


Saya sering berkata kepada insan Tzu Chi, "Saya tahu kalian semua sangat sibuk, tetapi kalian harus menyaksikan siaran berita Da Ai TV." Budaya humanis yang disiarkan oleh Da Ai TV mewakili saya untuk menyebarkan arah yang telah saya tunjukkan dan harus kita tuju. Semua orang harus berada di jalur yang benar. Jangan menyia-nyiakan kehidupan kita di dunia ini. Da Ai TV membimbing kita untuk memahami arah hidup.

Kita juga sering melihat relawan Tzu Chi yang mengunjungi warga kurang mampu atau lansia yang hidup sebatang kara. Relawan memasuki rumah-rumah yang usang dan kotor karena telah menempatkan diri di posisi orang-orang itu dan merasa tidak sampai hati. Berhubung para relawan sendiri tidak ingin berada dalam kondisi seperti itu, mereka membersihkan lingkungan di sana sehingga menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Ini disebut empati.

Cinta kasih tanpa syarat dan welas asih atas dasar kesetaraan ini adalah hati Buddha dan praktik Bodhisatwa. Kita semua memiliki hakikat sejati yang sama dengan Buddha. Kita juga ingin mencapai kebuddhaan dan kembali pada hakikat sejati ini. Untuk itu, kita harus berjalan di Jalan Bodhisatwa.


Kita harus terlebih dahulu bersumbangsih. Bodhisatwa muncul karena adanya makhluk yang menderita. Kita harus melenyapkan penderitaan semua makhluk. Dengan demikian, barulah kita bisa melihat hati Buddha, karena hati Buddha senantiasa tertuju pada semua makhluk. Inilah hati Buddha.

Kita harus mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Tanpa melalui Jalan Bodhisatwa, kita tidak akan dapat melihat hati Buddha. Jadi, kita harus memiliki hati dan tekad yang sama di jalan ini, yakni mempraktikkan Jalan Bodhisatwa.

Menjaga pikiran bajik tanpa menyimpang
Melewati setiap waktu dengan berkualitas dan mawas diri
Da Ai TV menyiarkan budaya humanis dan menunjukkan arah
Melenyapkan penderitaan dan memberi kebahagiaan di Jalan Bodhisatwa

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 10 Desember 2020 
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 12 Desember 2020
Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -