Ceramah Master Cheng Yen: Melihat Dedikasi Insan Mulia


“Dengan mata kepala saya sendiri, saya melihat dua pasien meninggal dunia. Saya merasa takut dan tidak ingin hidup lagi,”
kata Abduhai.

“Saat tahu ayah saya putus asa, saya juga sangat takut karena saya pernah melakukan hal-hal yang buruk padanya. Saya tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Saya sangat takut akan kehilangannya dan tidak sempat meminta maaf padanya. Saya bersyukur kepada orang tua saya. Saat mereka masih hidup, kita hendaklah membalas budi mereka,” kata Nur Fardeela Putri Abduhai.

Kehidupan manusia tak lepas dari penderitaan akibat berpisah dengan yang dikasihi dan bertemu dengan yang dibenci. Inilah kebenaran tentang penderitaan yang dijabarkan oleh Buddha.

Lahir, tua, sakit, dan mati merupakan empat penderitaan utama. Berpisah dengan orang yang dikasihi, baik mereka masih hidup maupun sudah meninggal, juga mendatangkan penderitaan dan kesedihan.

Ada pula orang-orang yang tidak saling mengasihi, tetapi harus tinggal bersama di dalam satu ruangan yang sama. Ini membuat mereka sangat menderita karena harus berpisah dengan yang dikasihi dan tinggal bersama dengan yang tidak dikasihi. Inilah penderitaan akibat keinginan yang tidak tercapai dan tinggal bersama dengan orang yang tidak dikasihi. Pikiran adalah pelopor segalanya.


Dalam mempelajari ajaran Buddha, kita harus menyelami kesadaran Buddha. Bagaimana menyelami kesadaran Buddha? Kita harus belajar untuk mengembangkan cinta kasih tanpa kerisauan, tanpa pamrih, dan murni tanpa noda. Cinta kasih yang murni dan tanpa pamrih ini adalah cinta kasih universal.

Namun, dengan cinta kasih universal ini, kita pasti akan mengkhawatirkan dunia ini. Bagaimana membebaskan diri dari kerisauan? Saat kita merasa risau atau khawatir, bagaimana cara kita menaklukkannya?

“Berkat sumbangan Tzu Chi, perawatan pasien bisa lebih efektif. Terima kasih,” kata Saifudin Koordinator RS Tuanku Fauziah.

“Kita berkali-kali mengantarkan peralatan medis karena kita tahu bahwa rumah sakit itu sangat membutuhkannya. Ini bukan tentang banyak atau sedikitnya peralatan yang disumbangkan. Kita hanya menggenggam kesempatan untuk menyelamatkan nyawa pasien,” kata Lee Teow Kooi relawan Tzu Chi.

Pandemi Covid-19 sungguh sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Meski demikian, kita tahu jelas bahwa pandemi ini telah mendatangkan penderitaan bagi manusia. Namun, seberapa buruk perkembangannya kelak dan sampai kapan ia akan berlangsung, kita tidak tahu.

Saya sangat sedih karena pandemi ini tidak bisa dilihat, diraba, ataupun dihentikan. Jadi, sulit untuk menghentikan perebakannya. Berhubung pandemi ini sudah merebak, kita hendaklah menenangkan hati dan pikiran. Saya sering berkata bahwa sulit untuk menenangkan hati dan pikiran orang-orang. Namun, kita bisa melihat para staf medis kita yang bukan hanya melindungi kesehatan pasien, tetapi juga mencurahkan cinta kasih demi meringankan beban pasien agar pasien dapat merasa tenang. Ini sungguh tidak mudah.


Jadi, bagaimana mengakhiri pandemi kali ini? Satu-satunya cara ialah semua orang bermawas diri, saling menjaga jarak fisik, mengendalikan nafsu keinginan, serta menjaga tubuh, pikiran, dan mulut. Kita hendaknya mengendalikan ketamakan di dalam pikiran kita, menjaga tindakan tubuh kita, dan mengendalikan nafsu makan mulut kita.

Mari kita meningkatkan kewaspadaan untuk mengendalikan nafsu keinginan dari mulut, tubuh, dan pikiran kita serta membangkitkan ketulusan. Setiap orang hendaknya menunjukkan ketulusan lewat tubuh, mulut, dan pikiran. Untuk itu, kita harus bermawas diri dan menaklukkan nafsu keinginan. Untuk menunjukkan ketulusan kita, kita harus mengerahkan cinta kasih.

Setiap hari, saya berkata bahwa kita hendaknya mengerahkan cinta kasih yang utuh dan menyeluruh dengan melindungi dan tidak membunuh hewan. Saya harus mengatakannya setiap hari karena kita hendaknya senantiasa meyakini, menerima, dan menjalankannya.

Saya tidak bisa tidak mengatakannya dan kita tidak bisa tidak menjalankannya. Karena itulah, saya selalu mengulas hal ini. Saya berharap semua orang dapat memahaminya.


Pandemi kali ini sungguh telah merebak ke mana-mana dan mendatangkan dampak serius. Jadi, setiap orang hendaklah sungguh-sungguh menaati protokol kesehatan. Para tenaga medis bukan hanya harus melindungi diri sendiri, tetapi juga harus menghentikan perebakan pandemi.

Para dokter dan perawat kita telah sangat bekerja keras. Berkat kerja keras kalian, kesehatan masyarakat bisa terjaga. Terima kasih.

Saat orang-orang istirahat di hari libur, kalian malah mendedikasikan diri dan mengembangkan potensi kebajikan kalian. Karena itulah, belakangan ini saya terus berkata bahwa kita bisa menjadi insan mulia dengan bersumbangsih bagi masyarakat. Inilah kehidupan yang paling bernilai dan mulia.

Kita tidak mengejar kesenangan pribadi, melainkan bersumbangsih demi ketenteraman dunia. "Insan mulia" adalah nama para tenaga medis yang mengembangkan nilai kehidupan dengan membawa manfaat bagi umat manusia. Saya sungguh sangat bersyukur.

Pada masa pandemi ini, para dokter dan perawat sangat dibutuhkan. Kerja keras kalian telah mewujudkan ketenteraman masyarakat. Yang ingin saya katakan sangatlah banyak. Saya tetap harus mengucap syukur. Saya berharap kalian dapat melindungi kesehatan serta bersumbangsih dengan penuh kehangatan dan sukacita setiap hari. Saya bersyukur atas kekuatan cinta kasih kalian. Terima kasih.

Belenggu Delapan Penderitaan tiada akhir
Mengembangkan cinta kasih menyeluruh demi menyelami kesadaran Buddha
Mendedikasikan diri untuk menangani pandemi dengan tulus
"Insan mulia" adalah nama para tenaga medis        

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 15 Oktober 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 17 Oktober 2021
Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -