Ceramah Master Cheng Yen: Melihat Penderitaan, Membangkitkan Welas Asih, dan Menggali Mata Air Cinta Kasih


“Sesungguhnya, selain jalan utama yang tengah diperbaiki, sebagian besar jalan lainnya masih dalam kondisi retak. Begitu pula dengan rumah-rumah warga. Ketika kami menanyakan kepada warga setempat mengapa rumah-rumah ini belum dibongkar, mereka mengatakan bahwa 80% rumah warga yang rusak masih berada di sana karena akses jalannya terputus,”
kata Yang Jing-hui Bagian perencanaan Pusat Misi Budaya Humanis Tzu Chi.

“Meski jalannya telah diperbaiki, tetapi tidak ada pekerja yang bisa masuk ke sana untuk melakukan pembongkaran. Sekalipun ada pekerja yang bisa masuk ke sana, mereka tidak memiliki tempat tinggal. Inilah alasan mengapa kondisi daerah bencana masih sama seperti sesaat setelah gempa terjadi,” pungkas Yang Jing-hui.

Saya benar-benar tak sampai hati melihatnya. Meski beberapa bulan telah berlalu sejak gempa terjadi, tetapi kondisi di daerah bencana masih sama. Kita dapat membayangkan bagaimana kehidupan para korban bencana selama beberapa bulan ini. Intinya, setiap hari, saya selalu mengkhawatirkan kondisi di Jepang.

Saya juga sangat berterima kasih kepada Jing-gui. Dia sangat antusias dan selalu bersedia untuk memberikan pertolongan. Ketika gempa mengguncang Jepang pada 11 Maret 2011, dia juga yang pertama pergi untuk memberikan bantuan. Tentu saja, juga ada Relawan Chen yang juga sangat antusias.

Kali ini, kita dapat memberikan pertolongan di sana berkat adanya jalinan jodoh. Ketika para relawan tiba di sana, meski saya merasa tak sampai hati melihat kondisi di sana, tetapi saya sangat mengagumi ketabahan warga setempat yang berjuang untuk menstabilkan kehidupan mereka. Ini adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Berhubung kita memiliki jalinan jodoh untuk menjangkau daerah bencana, saya berharap kita dapat segera bertindak.


Saya juga harus berterima kasih atas dukungan para warga setempat sehingga kita dapat bertindak dengan cepat. Saya sangat berterima kasih kepada Kepala RS Shimanaka dan dr. Chen Wen-bi beserta istrinya yang telah berhimpun bersama untuk mengenalkan banyak pihak kepada kita. Mereka juga berkomunikasi dengan pihak pemerintah sehingga kita dapat segera memahami kondisi bencana di sana dan berinteraksi dengan para korban bencana. Saya sangat bersyukur.

Meski insan Tzu Chi di Jepang tidak banyak, tetapi mereka mengemban tanggung jawab yang berat, termasuk menyiapkan makanan hangat. Merasa simpati terhadap para korban gempa yang sudah lama tidak mengonsumsi makanan hangat, para relawan kita segera menyiapkan nasi dan mi hangat untuk mereka. Intinya, ini sungguh menghangatkan hati.

Meski datang dari tempat yang jauh, para relawan dengan hati yang penuh cinta kasih menjalin kasih sayang yang erat dengan para korban bencana. Terlebih lagi, ada seorang nenek yang telah lama menyisihkan uang logam satu per satu dan menyumbangkannya dengan cinta kasih yang tulus. Ini benar-benar menyentuh hati. Saya sangat bersyukur.

Jadi, bukan hanya orang kaya saja yang dapat bersumbangsih dengan kekuatan cinta kasih. Intinya, dengan menyisihkan uang sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang panjang, setiap orang dapat berdonasi dan bersumbangsih. Nenek ini sungguh dipenuhi kasih sayang. Cinta kasih beliau sangatlah tulus.


Kali ini, saya sangat berterima kasih kepada dr. Chen dan istrinya atas dukungan dan cinta kasih yang mereka berikan kepada Tzu Chi sehingga kita memiliki kekuatan untuk menjalankan misi dengan hati yang tenang. Ke depannya, jika kita perlu menyalurkan bantuan ke sana lagi atau membantu pembangunan kembali, kita dapat terus bersumbangsih.

Orang-orang di seluruh dunia sama-sama memiliki hati yang penuh cinta kasih dam bersedia memberi dukungan kepada Tzu Chi. Saya berterima kasih kepada Li-xiang dan para relawan senior di Jepang serta para pelajar luar negeri yang merupakan relawan muda kita. Mereka adalah insan Tzu Chi generasi pertama dan kedua.

Saya berharap insan Tzu Chi dapat mewariskan cinta kasih dari generasi ke generasi. Jangan lupa bagaimana gempa dahsyat mengguncang Jepang pada 13 tahun yang lalu. Perjalanan yang harus ditempuh penuh dengan rintangan dan tidaklah mudah. Terlebih lagi, gempa pada saat itu juga memicu terjadinya bencana nuklir. Meski semua orang merasa ketakutan, tetapi insan Tzu Chi tetap melangkah maju.

Mengenang kembali masa lalu, saya mengingat dengan jelas kejadian tersebut. Kali ini, kita seharusnya dapat pergi ke sana lebih awal, tetapi karena kondisi negara yang berbeda dan harus menghormati aturan di Jepang, kita pun hanya bisa menunggu. Ketika jalinan jodohnya sudah matang, para Bodhisatwa setempat pun bermunculan untuk memberikan pertolongan.

Saya benar-benar berterima kasih kepada warga setempat yang telah memberikan kemudahan bagi insan Tzu Chi. Salah satunya, Ibu Minami Satomi. Dia tidak mengenal kita, tetapi setelah melihat antusiasme para relawan, dia pun mendukung apa yang sedang kita lakukan.


Belakangan ini, saya selalu mengatakan bahwa Bodhisatwa memiliki cinta kasih berkesadaran. Berhubung kita semua adalah Bodhisatwa, kita semua tahu bahwa Bodhisatwa adalah makhluk yang memiliki cinta kasih berkesadaran. Kita semua memahami bahwa kehidupan tidaklah kekal dan dipenuhi penderitaan. Ketika ada orang yang menderita, para Bodhisatwa harus segera muncul untuk mencurahkan perhatian dan memberikan penghiburan. Insan Tzu Chi telah melakukan ini dan membangkitkan cinta kasih berkesadaran.

Bagi para relawan di Jepang, harap kalian dapat menggenggam setiap kesempatan. Tidak peduli kalian seberapa sibuk, harap kalian menggenggam waktu dengan baik. Demikianlah jalinan jodoh. Hanya orang-orang yang memiliki jalinan jodohlah yang bisa bergabung dengan Tzu Chi.

Berkat jalinan jodoh kalian dengan orang-orang serta kekuatan dan semangat kalian, barulah kalian dapat menginspirasi orang-orang untuk bergabung dengan Tzu Chi. Kalian harus menggenggam kesempatan ini untuk menginspirasi orang-orang. Jadi, ketika mereka sudah bergabung, kita dapat menjalin kasih sayang dengan mereka dan membantu mereka memahami penderitaan.

Merasakan penderitaan orang lain bagaikan penderitaan diri sendiri merupakan cara kita peduli terhadap orang-orang yang membutuhkan. Saya berharap kita semua dapat menjadi Bodhisatwa yang penuh welas asih. Inilah yang disebut hati Bodhisatwa.   

Bodhisatwa berhimpun untuk memberikan pertolongan di Semenanjung Noto
Bergegas memberikan pertolongan dengan penuh rasa syukur, rasa hormat, dan cinta kasih
Melihat penderitaan, membangkitkan welas asih, dan menyembuhkan luka-luka
Memberikan pendampingan selamanya dan menggali mata air cinta kasih

Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 30 Mei 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet
Ditayangkan Tanggal 01 Juni 2024
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -