Ceramah Master Cheng Yen: Melihat Pewaris Dharma di Afrika

Akibat ketidakselarasan unsur air, sebagian wilayah mengalami kekeringan parah, sedangkan wilayah lainnya kelebihan curah hujan sehingga dilanda bencana besar. Hidup di dunia ini, kita sungguh-sungguh harus mawas diri dan berhati tulus. Jika pikiran manusia tidak selaras maka dunia tidak akan aman dan tenteram. Jadi, kita harus mempercepat langkah kita. Warga Taiwan sangat  penuh cinta kasih.

Minggu lalu, terjadi kebakaran di Distrik Songshan. Insan Tzu Chi bukan hanya segera memberikan penghiburan, tetapi juga membantu korban kebakaran membersihkan tempat tinggal mereka. Hidup di dunia ini sudah seharusnya kita mengasihi sesama tanpa memandang hubungan darah. Hati saya penuh kehangatan dan sangat tersentuh melihatnya.

Di Hualien, insan Tzu Chi juga bergerak untuk melindungi para lansia. Kami yang sudah lansia harus berjalan dengan susah payah. “Saya tidak berani lewat sebelah sini, selalu lewat sebelah sana dan mengambil jalan memutar. Setelah dipasang pegangan, kami tidak perlu mengambil jalan memutar lagi. Ini membuat kami merasa nyaman dan aman,” kata Fu Qing-fang, salah seorang warga. Insan Tzu Chi selalu melindungi lansia. Mereka memperbaiki rumah demi menjaga keselamatan lansia di sembilan kecamatan di Hualien. Mereka telah melakukannya selama bertahun-tahun. Setiap relawan menghimpun kekuatan untuk melakukan hal ini dengan sebaik mungkin. Inilah kekuatan cinta kasih. Relawan kita bahkan pergi ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) dengan harapan hati para narapidana dapat tersucikan dan mereka dapat memahami bagaimana cara mengembangkan nilai kehidupan mereka.

Dengan kekuatan cinta kasih, insan Tzu Chi bersumbangsih di berbagai tempat, bukan hanya di Taiwan. Di Sichuan, Tiongkok, ada seorang bapak berusia 40-an tahun yang menderita ankilosing spondialitis. Tubuhnya membungkuk sehingga dia tidak bisa mengangkat kepalanya untuk melihat jauh ke depan. Setelah menerima kasus ini, relawan kita membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa dan diobati. Setelah menjalani dua kali operasi, tubuhnya telah tegak kembali.

Dia berkata bahwa kini, dia sudah bisa mengangkat kepala untuk melihat jauh ke depan. Dia sudah bisa berdiri tegak. Dia bertekad dan berikrar untuk berbuat baik bersama insan Tzu Chi. Jadi, dengan kekuatan cinta kasih, manusia bisa saling membantu. Benar, kita harus menyebarkan kekuatan cinta kasih dari lingkungan di sekitar kita hingga ke tempat yang jauh. Menolong orang yang menderita, menyucikan hati manusia, dan menginspirasi niat baik setiap orang merupakan tujuan insan Tzu Chi yang tidak pernah berubah selama 50 tahun ini.

Kita bisa melihat di Yordania, banyak orang yang mengikuti upacara pemandian Rupang Buddha dengan hati yang murni dan tulus. Bukan hanya relawan lokal, para pengungsi dari Suriah dan penerima bantuan Tzu Chi juga mengikuti upacara pemandian Rupang Buddha. Insan Tzu Chi juga mengajari anak-anak untuk bersyukur kepada ibu mereka. Relawan kita memanfaatkan momen ini untuk membuka pintu hati dan membangkitkan kekuatan cinta kasih setiap orang. Semoga dengan terbangkitkannya kebajikan dan cinta kasih, rasa dendam dan keluh kesah dapat terhapus. Semakin banyak cinta kasih, semakin sedikit keluh kesah dan noda batin. Upacara pemandian rupang Buddha juga dapat menyucikan hati manusia. Saya sangat tersentuh.

Kita juga bisa melihat sumbangsih yang tulus dan penuh cinta kasih di Mozambik. Upacara pemandian Rupang Buddha di sana dihadiri oleh lebih dari 2.000 orang. Mereka juga berdoa. Isi doa mereka adalah: “Saya bersedia mempersembahkan jiwa dan raga saya untuk menolong orang yang menderita. Saya bersedia mengikuti ajaran Buddha untuk melakukan kebajikan. Semoga gema doa saya dapat menjangkau lapisan langit tertinggi. Ajarilah saya lebih banyak kebenaran untuk menolong orang yang menderita.” Lihatlah, mereka memiliki semangat Mahayana. Doa mereka berisi tekad dan ikrar luhur untuk menolong orang yang menderita.

Pada zaman Buddha, setiap orang memiliki hakikat Kebuddhaan. Pada zaman sekarang, setiap orang memiliki hati Buddha. Jadi, baik dahulu, sekarang, maupun masa mendatang, semua orang memiliki hakikat Kebuddhaan. Saya sungguh sangat bersyukur melihat mereka mempraktikkan ajaran Buddha dalam keseharian. Mereka juga mempersembahkan drama dengan tema berbakti kepada orang tua. Kita bisa melihat cuaca hari itu sangat panas. Tempat duduk di bawah pohon mangga dan tenda diberikan kepada para penerima bantuan dan tamu, sedangkan insan Tzu Chi duduk di bawah terik matahari. Lihatlah, mereka bersusah payah sendiri demi membawa kegembiraan bagi orang lain. Saya sungguh sangat tersentuh.

Mereka juga melakukan ritual namaskara. Lihatlah betapa khidmatnya mereka. Dengan bertelanjang kaki, mereka melakukan ritual namaskara menuju ruang kebaktian. Di depan ruang kebaktian, sandal-sandal mereka disusun dengan rapi. Ini karena mereka tahu bahwa tidak boleh memakai sandal ke dalam ruang kebaktian. Inilah yang kita sebut dengan menaati sila, berasal dari lubuk hati masing-masing. Kita tidak boleh melanggar aturan atau sila. Kita bisa melihat rasa syukur mereka pada langkah pertama, pertobatan mereka pada langkah kedua, dan ketulusan mereka pada langkah ketiga sebelum mereka bersujud. Ini sungguh membuat orang tersentuh.

Singkat kata, inilah yang harus kita pelajari dari mereka. Siapa yang membimbing siapa? Sesungguhnya, merekalah yang selalu membimbing saya. Berhubung dapat merasakan ketulusan hati mereka, saya pun terbimbing oleh mereka. Singkat kata, kekuatan cinta kasih terdapat di mana-mana. Kita harus mengenggam setiap waktu dengan baik. Jangan pernah melupakan tekad awal kita. Lima puluh tahun yang lalu, perjalanan Tzu Chi sangatlah sulit. Meski demikian, kita tetap melanjutkan perjalanan ini dengan penuh kesederhanaan. Baik lima puluh tahun yang lalu maupun sekarang, para praktisi di Griya Jing Si terus bersumbangsih tanpa mengejar kenikmatan hidup.

Kita berharap misi Tzu Chi dapat tersebar ke seluruh dunia agar setiap orang dapat membangkitkan tekad untuk menapaki Jalan Bodhi. Hanya inilah tujuan kita. Kita tidak mengejar ketenteraman dan kebahagiaan pribadi, hanya berharap semua makhluk bisa terbebas dari penderitaan. Saya juga bersyukur setiap waktu. Dengan terjun ke tengah masyarakat, barulah kita bisa menapaki Jalan Bodhi yang lapang dan lurus. Sejak 50 tahun yang lalu, kita terus menapaki Jalan Bodhi hingga sekarang.

Kondisi iklim yang tidak bersahabat merupakan peringatan dari alam

Memperbaiki rumah lansia demi menjaga keselamatan mereka

Membantu meringankan penderitaan pasien

Relawan di Afrika mewariskan Dharma dan menapaki Jalan Bodhi

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 Mei 2016

Sumber: Lentera Kehidupan  - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal  20 Mei 2016

Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -