Ceramah Master Cheng Yen: Melindungi Bumi untuk Mengurangi Bencana
Sejak dahulu, manusia
merusak hutan dan gunung demi kenikmatan hidup. Karena tidak menghormati langit
dan tidak mengasihi bumi, manusia terus menciptakan kerusakan sehingga
lingkungan hidup kini menjadi sangat berbahaya dan kondisi iklim menjadi ekstrem.
Berbagai aktivitas manusia sejak dahulu menyebabkan bencana terjadi silih
berganti.
Kita dapat melihat
hujan lebat di Turki yang menyebabkan banjir. Banyak wilayah di Istanbul yang
tergenang banjir. Keluarga para pengungsi sudah hidup serba sulit sebelum
banjir terjadi. Bencana banjir kali ini membuat kehidupan mereka semakin sulit.
“Saya tidak menyangka
bahwa setelah rumah kami di Suriah terkena bom, kini kami harus kembali
menghadapi banjir,” kata Pengungsi Suriah.
Dia mendengar suara
air di luar dan melihat air menerobos masuk lewat pintu. Karena rumahnya berada
di ruang bawah tanah, dia tidak bisa naik ke atas. Air terus mengalir dan
menggenangi seluruh rumahnya hingga mencapai ketinggian 1 meter.
”Saya segera menyelamatkan
anak saya dari dalam air. Anak sulung saya lebih tinggi dan mudah ditemukan, tetapi
anak bungsu saya tidak mudah ditemukan,” tambah seorang pengungsi.
Setelah susah payah
datang ke Turki dan menyewa sebuah ruang bawah tanah untuk dijadikan tempat
tinggal, tak disangka banjir kali inimenggenangi rumah mereka dan hampir saja
menyebabkan anaknya mati tenggelam. Penderitaan mereka sungguh tak terkira. Untungnya,
relawan Tzu Chi datang mencurahkan cinta kasih untuk mereka. Ada beberapa
relawan lokal yang mencurahkan perhatian bagi para pengungsi Suriah bersama
Relawan Hu Guang-zhong.
Bencana demi
bencana datang hingga membuat kehidupan mereka semakin sulit dan tidak tahu apa
yang harus diperbuat. Dengan penuh kesungguhan hati dan cinta kasih, relawan
Tzu Chi memberikan penghiburan dan pendampingan bagi mereka. Sungguh, beberapa
hari ini kita telah melihat ketidakseimbangan kondisi iklim. Penderitaan para
pengungsi semakin bertambah akibat bencana alam.
Inilah penderitaan
di dunia. Penderitaan di dunia sungguh banyak. Kita sungguh harus meningkatkan
kewaspadaan dan mengasihi bumi ini. Mengasihi bumi adalah tanggung jawab setiap
orang.
Dalam perjalanan
kali ini, saya melihat banyak orang yang sangat mengasihi bumi. Para relawan
lansia sangat menggemaskan. Relawan yang berusia 80-an hingga 90-an tahun berbagi
pengalaman mereka. Mereka adalah sekelompok Bodhisatwa yang melindungi dan
mengasihi bumi.
”Saya bergabung dengan
Tzu Chi saat berusia 65 tahun. Sekarang saya berusia 91 tahun. Di malam hari,
saya selalu merasa sedih karena ayah dan ibu tidak di sisi saya. Namun,
sekarang saya dapat bersandar pada Master. Saya sangat gembira,” kata seorang
relawan lansia berusia 91 tahun.
Saya menjadi tempat
Anda bersandar.
“Saya berusaha keras
untuk melakukan daur ulang. Adakalanya, dalam waktu 1 bulan, saya dapat
mengumpulkan 2 hingga 3 gerobak barang daur ulang. Saya mengumpulkannya bersama
kakak ini. Saya meletakkan kantong daur ulang di empat tempat. Orang-orang
sangat mengasihi saya. Mereka akan mengumpulkannya di dalam kantong, baru menghubungi
saya untuk mengambilnya. Saya akan mendorong gerobak ke sana dan mengangkut 5
kantong pulang sekaligus. Setelah melakukan daur ulang, saya tak lagi merasa
khawatir atau berpikir mengapa nasib saya begitu buruk, mengapa saya tidak
memiliki orang tua. Saya sudah berusia 92 tahun, mana mungkin orang tua saya
masih hidup,” imbuhnya.
Anda sudah berusia 92 tahun.
”Ya, 92 tahun. Mendengar Master akan datang kemari, saya sangat gembira,” kata relawan lansia lainnya.
Dia sangat menggemaskan dan polos bagaikan anak-anak. Kini, saya menjadi sandaran batin baginya. Dia sangat gembira. Relawan yang duduk di sebelahnya memiliki kesehatan yang kurang baik dan sering sakit pinggang. Setelah diajak untuk melakukan daur ulang, dia melakukannya dengan sepenuh hati.
”Kegiatan daur ulang sangat baik. Dahulu, saya harus disuntik setiap hari karena tidak bisa tidur. Punggung saya tidak bisa diluruskan karena saya pernah terjatuh sehingga tulang belakang saya terluka. Meski merasa sakit, saya tetap berfokus melakukan daur ulang. Saya terus melakukan daur ulang. Lalu, ada seorang kakak berkata, “Saya sungguh tidak tega melihat Anda. Bagaimana jika Anda menginjak botol plastik saja? Saat menginjak botol, Anda lafalkan nama Buddha.” Saya tidak mengenal huruf, bagaimana bisa melafalkan nama Buddha?” Relawan itu berkata, “Anda cukup melafalkan ‘Amitabha’. Saat menginjak satu botol, Anda lafalkan ‘Amitabha’ satu kali.” Jadi, saya terus menginjak botol plastik,” kata seorang relawan lansia.
”Suatu kali, saya mendengar suara retak. Saya berpikir tulang belakang saya patah. Setelah suara retakan itu, saya dapat berdiri dengan tegap. Saya bilang, “Buddha sudah menyembuhkan saya.” Posko daur ulang seperti rumah ibu saya. Setiap hari, saya pulang ke rumah ibu saya untuk melihat dan membersihkannya. Saya sungguh gembira. Terima kasih, Master karena telah membangun posko daur ulang sehingga kami dapat menggarap ladang berkah dan tetap hidup sehat. Saya akan terus melakukan daur ulang hingga napas terakhir saya,” tambahnya.
Dia bertekad untuk terus melakukan daur ulang hingga napas terakhir. Bukankah ucapannya sangat menyentuh hati? Ada pula seorang kakek yang sudah berusia 85 tahun. Dia sudah menjadi relawan selama lebih dari 20 tahun. Sebelum RS Tzu Chi Dalin dibangun, lahan itu adalah sebidang kebun tebu. Saat kita membersihkan lahan untuk membangun rumah sakit, dia sudah ikut berpartisipasi.
Setelah lahan dibersihkan, kita mulai menanam pohon kecil usai pembangunan rumah sakit, pohon-pohon itu dapat digunakan untuk membuat lanskap. Relawan ini pun menjaga tunas pohon di sana. Setelah itu, dia mendedikasikan diri untuk melakukan daur ulang. Dia mengendarai truk untuk mengantar barang daur ulang. Dia bertekad untuk mengendarai truk daur ulang hingga usia 80 tahun.
”Berapa usia Anda sekarang?”
“85 tahun. Saya mengendarai truk daur ulang hingga usia 84 tahun. Mulanya, saya hanya ingin mengendarainya hingga usia 80 tahun, tetapi tak disangka saya mengendarainya hingga usia 84 tahun. Sekarang ada kakak lain yang mengendarainya,” kata relawan lansia yang kini berusia 85 tahun.
Semua relawan kita sangat menggemaskan. Mereka berusia 80-an tahun hingga 90-an tahun. Bodhisatwa lansia adalah permata bagi keluarga dan desa. Mereka sangat optimis. Mereka mengasihi bumi dengan hati yang polos. Mereka mengembangkan nilai hidup mereka. Siapa bilang lansia merupakan masalah bagi masyarakat? Sama sekali tidak bermasalah.
Mereka sangat menggemaskan dan dapat mengembangkan potensi yang besar. Sungguh, populasi manusia semakin bertambah. Di tahun 2011, jumlah penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa. Kini, jumlah penduduk dunia sudah mencapai 7,5 miliar. Bayangkan, dalam waktu 6 tahun, jumlah penduduk dunia bertambah 500 juta jiwa. Ini berarti sebentar lagi akan mencapai 10 miliar jiwa.
Populasi penduduk dunia bertambah dengan cepat. Entah Bumi ini mampu menampung berapa banyak jiwa. Singkat kata, hidup di dunia ini, kita harus menghormati langit dan mengasihi bumi.
Pada saat lansia bekerja keras untuk melindungi bumi, banyak anak muda yang bersikap konsumtif sehingga menciptakan sampah dan mendatangkan kerusakan bagi bumi. Sikap seperti ini sungguh memboroskan energi dan menciptakan pencemaran. Lingkaran yang buruk ini dapat mendatangkan bencana besar bagi umat manusia. Kita sungguh harus mawas diri dan berhati tulus.
Bencana terus terjadi karena manusia tidak
menghormati langit dan bumi
Terus mencurahkan perhatian bagi para pengungsi
Melakukan daur ulang dan senantiasa mengasihi bumi
Berdoa dengan tulus semoga bencana di dunia dapat
berkurang
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Juli 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 24 Juli 2017