Ceramah Master Cheng Yen: Melindungi Dharma dan Menolong Semua Orang

Hidup manusia penuh penderitaan. Sama-sama  manusia, mengapa ada yang lebih menderita? Setelah melihat kondisi kehidupan pengungsi, bukankah kita seharusnya bersyukur atas kondisi kehidupan kita?

Selain itu, di seluruh dunia juga terjadi berbagai bencana. Kita bisa melihat di Filipina, sejak awal bulan Agustus, terus turun hujan deras sehingga terjadi banjir besar. Sebelumnya, kita pernah menjalankan program bantuan lewat pemberian upah di Marikina sehingga terdapat relawan lokal di sana. Meski juga terkena dampak banjir kali ini, mereka segera bergerak untuk menyurvei kondisi bencana dan merencanakan penyaluran bantuan.

“Rumah relawan-relawan ini juga tergenang banjir, tetapi mereka mengesampingkannya dan datang ke sini untuk membantu. Mari kita bertepuk tangan untuk mereka,” kata Chen Li-jun, Relawan Tzu Chi.

Saya merasa penuh sukacita. Lewat Tzu Chi, kita bisa menolong sesama dan merasa seperti orang yang mampu.  Meski saya yang menolong orang lain, tetapi sesungguhnya, barang bantuannya berasal dari Tzu Chi,” ujar relawan Tzu Chi, He Mei-hua.

Kita bisa melihat para relawan kita mengesampingkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan orang lain. Mereka memiliki semangat Bodhisatwa. Dengan hati Bodhisatwa, mereka mempraktikkan semangat Bodhisatwa dalam kehidupan sehari-hari. Ini sungguh sangat menyentuh.

Hal-hal yang menyentuh sangatlah banyak. Kemarin, saya mendengar sebuah kabar yang membuat saya merasa sangat kehilangan. Relawan Lee Qing-po di Taipei telah meninggal dunia. Anggota komite dan Tzu Cheng yang lebih senior pasti mengenalnya.

Lebih dari 30 tahun yang lalu, saat menggalang dana untuk pembangunan RS, saya sering pergi ke Taipei. Saat itu, Bapak Zheng meminjamkan tempat tinggalnya di Jalan Jinan kepada Tzu Chi untuk dijadikan kantor Tzu Chi. Di seberang tempat tinggalnya, terdapat sebuah kuil yang dipimpin oleh Guru Nan Ting. Relawan Lee dan istrinya yang merupakan pengikut Guru Nan Ting sering pergi ke kuil itu. Ci Hui mengajaknya dari kuil di seberang ke kantor kita.

Setelah duduk dan mengobrol, dia tahu bahwa saya ingin membangun rumah sakit. Melihat ruang kantor yang begitu kecil, dia bertanya kepada saya, “Apakah Master ingin pindah ke ruang yang lebih besar?” Saya berkata, “Tidak ada ruang lain lagi. Bapak Zheng telah berbaik hati meminjamkan tempat ini kepada saya.”

Relawan Lee berkata, “Master, saya memiliki sebuah tempat di Jalan Jilin dan saya selalu mengundang guru untuk membabarkan Dharma di sana. Saya berharap Master dapat melihatnya. Saya berharap ada guru yang dapat pergi ke sana untuk membabarkan Dharma. Membangun rumah sakit merupakan hal baik. Jika Master bersedia, Master pasti bisa menginspirasi lebih banyak orang. Bersediakah Master pindah ke sana?”

Saya berkata, “Bukankah biasanya ada guru yang membabarkan Dharma di sana?” Dia berkata, “Tempat itu sudah lama tidak digunakan. Mengundang guru untuk membabarkan Dharma tidaklah mudah. Untuk mengundang orang-orang datang mendengar Dharma, saya harus memberi mereka hadiah. Sangat sulit untuk mengundang mereka. Karena itu, saya berhenti melakukannya dan tempat itu tidak digunakan sekarang.”

Saya berkata, “Benarkah?” Ci Hui berkata, “Benar.” Karena itu, saya pun pindah ke sana. Tempat itu pun menjadi kantor cabang Tzu Chi yang pertama di Taipei. Di tempat itu, kita menjalankan semua tugas kita. Selama ini, saat saya melakukan perjalanan ke seluruh Taiwan, Relawan Lee selalu mengemudikan mobilnya untuk mengantar saya. Dia sangat humoris dan tahu banyak hal. Saat saya duduk di sampingnya di dalam mobil, dia berbagi dengan saya tentang kisah-kisah di negara lain. Saya bisa mendengar banyak kisah. Saya bertanya padanya, “Mengapa kamu tahu begitu banyak hal?” Dia berkata, “Saya hanya tahu tentang dunia ini.”

Dia merupakan relawan Tzu Chi yang sangat senior dan selalu mengantarkan saya ke berbagai wilayah di Taiwan. Dia sangat toleran, jujur, dan rendah hati. Dia menjalin jodoh baik dengan semua orang dan tidak pernah berselisih dengan orang lain. Relawan Lee sungguh membuat orang merasa kagum dan hormat.

Mendengar kabar tentang kepergiannya, saya merasa sangat kehilangan. Dalam hidup saya, dia bagaikan sebuah permata hidup. Selama belasan tahun ini, ke mana pun saya akan pergi, dia selalu mengantarkan saya. Dia bahkan mengatur segalanya dengan baik. Contohnya, setiap kali saya akan pergi ke Taichung, dia akan sengaja melewati Qingshui.

Berhubung tahu bahwa orang tua saya sudah lanjut usia, dia sengaja melewati Qingshui agar saya bisa melihat orang tua saya. Dia sungguh sangat pengertian. Kemarin, dia meninggal dunia saat tidur. Dia sungguh merupakan murid saya yang baik dan mengagumkan. Nama Dharmanya adalah Ji Chao. Sungguh, terhadap segala yang berkondisi di dunia ini, dia memiliki pikiran yang sangat terbuka. Tahun ini, dia berusia 86 tahun. Dia meninggal dunia dengan damai saat tidur. Saya mendoakannya, tetapi tetap merasa kehilangan.

Ada banyak hal di dunia ini yang membuat orang merasa risau. Suatu hari nanti, kita pasti akan berpisah dengan orang yang paling kita kasihi. Perpisahan  tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Mari kita bersama-sama mendoakannya. Seluruh keluarganya sangat baik. Saya sangat bersyukur. Dia telah menapaki Jalan Tzu Chi selama lebih dari 30 tahun. Saya sungguh sangat tersentuh dan bersyukur. Dia akan selamanya terukir di dalam ingatan saya.

Besok merupakan peringatan 30 tahun berdirinya Rumah Sakit Tzu Chi Hualien. Dia pasti tahu tentang hal ini. Dia berkata bahwa dia juga menonton Da Ai TV di rumahnya. Dia pasti meninggal dunia dengan damai. Kita semua mendoakannya.

Benih Bodhi bertunas dan bergerak untuk menyalurkan bantuan bencana

Mengutamakan kepentingan orang lain dan mempraktikkan Dharma secara nyata

Melindungi Dharma dan menjalin jodoh baik dengan hati yang tulus

Meninggal dunia dengan tenang dan damai dan meninggalkan nama yang harum

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Agustus 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina Ditayangkan tanggal 18 Agustus 2016

Memberikan sumbangsih tanpa mengenal lelah adalah "welas asih".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -