Ceramah Master Cheng Yen: Melindungi Kehidupan dengan Cinta Kasih


“Kami adalah tim dari RS Tzu Chi Taichung. Hari ini yang anda lihat adalah para kepala departemen. Berkat semangat dan antusiasisme mereka, mereka bersedia datang ke garis terdepan,”
kata Lai Yi-ling kepala administrasi pusat kesehatan komunitas.

“Para tenaga medis di garis depan ada kalanya merasa takut. Lalu, apakah warga masyarakat tidak merasa takut? Hati kita dapat menenangkan hati warga masyarakat. Ini sangatlah penting. Kita tidak boleh hanya berkutat dalam lingkungan rumah sakit untuk memeriksa hasil rontgen pasien positif dan menyatakan bahwa dia telah membaik. Yang harus kita lihat ialah hasil rontgen perasaan tenang di dalam komunitas. Untuk itu kita harus melangkah keluar. Dengan demikian barulah kita dapat melakukan ini,” kata dr. Chien Sou-hsin Kepala RS Tzu Chi Taichung.

“Hari ini entah hasil pemeriksaan anda positif ataupun negative, apakah cara terbaik?” kata relawan Tzu Chi.

Saya sangat berterimakasih atas kasih sayang para staf badan misi kesehatan kita dalam melindungi kehidupan dan cinta kasih.

Mereka benar-benar memiliki cinta kasih berkesadaran seperti Bodhisattva. Mereka merawat pasien tanpa kenal lelah meski harus menghadapi virus dengan tingkat penularan tinggi. Begitulah cinta kasih para dokter. Mereka menjaga dan mengedukasi masyarakat.

Setiap langkah yang mereka tempuh penuh kesulitan. Namun mereka tidak gentar. Mereka sunguh-sungguh melindungi kehidupan dan memberi edukasi dengan tindakan nyata. Inilah pelajaran besar.


Pada momen saat ini para tenaga medis adalah Bodhisattva dunia yang memikul tanggung jawab besar. Selain melindungi kehidupan, mereka juga harus meneruskan jiwa kebijaksanaan lewat paraktik nyata.

Sungguh, kita melihat mereka bertekad untuk menjadi dokter. Mereka juga harus melindungi kehidupan dengan cinta kasih. Mereka sungguh mulia. Saya juga hendak mengatakan bahwa ini adalah semangat yang mulia dalam kehidupan.

Di dalam ajaran Buddha ini disebut pahala atau jasa kebajikan. Jasa itu ada karena di tengah pandemi ini, mereka menggunakan kehidupan dan kesadaran mereka untuk mengamati dan menganalisis berbagai kondisi.

Virus penyakit tak dapat dilihat atau pun diraba. Namun kemunculannya juga pasti berlandaskkan prinsip abadi yang juga tak terlihat dan tak dapat diraba. Semua ini berjalan sesuai hukum alam dan eksis berdampingan dengan kehidupan semua makhluk. Hanya saja biasanya semuanya tentram tanpa masalah karena tidak ada yang saling melanggar atau mengusik. Jadi semuanya berjalan sesuai hukum alam tanpa ada masalah.

Ketika ada yang tidak berjalan sebagaimana mestinya atau terdapat sedikit saja ketidakselarasan, masalah akan muncul. Ibarat sebuah mesin, hanya karena kemasukan debu, mesin sebesar apapun bisa bermasalah.     

Demikian pula halnya di dalam tubuh setiap orang terdapat bakteri dan kuman. Begitu bakteri atau kuman itu terusik, kehidupan manusia akan terganggu.


Saya sering mengatakan bahwa kehidupan hanya sebatas tarikan napas. Biasanya kita tidak menyadari napas kita karena pernapasan kita sangat lancar. Kita tidak menyadari bahwa kita hidup bergantung pada napas.

Kita tidak merasa bahwa di tengah lingkungan besar ini sesuai hukum alam, kita telah memperoleh berbagai karunia yang membuat segalanya berjalan lancar. Kita tidak menyadarinya.

Ini karena segalanya berjalan lancar dan selaras. Sama halnya kita makan setiap hari. Proses pencernaan berlangsung setiap saat. Satu atau dua jam kemudian, saat ada makanan disajikan dihadapan kita selera makan kita bangkit kembali.

Rasa kenyang hanyalah sementara. Begitulah manusia. Dalam seumur hidup entah berapa banyak sumber daya yang dikonsumsi atau dimakan oleh manusia.

Sesungguhnya berbagai sumber daya ini tidak datang dengan mudah. Namun kita menganggap semua itu wajar. Begitu pula dengan napas. Biasanya kita berada di lingkungan yang bersih sehingga kita bisa bernapas dan bertahan hidup tanpa kita sadari. Kitapun lupa untuk bersyukur. Begitu mengalami gangguan pernapasan atau terserang penyakit barulah kita merasa panik.

Begitulah dalam pandemi kali ini. Ternyata di jaman Nya, Buddha telah mengingatkan kita tentang wabah penyakit. Wabah ini tak terlihat dan tak dapat diraba, jadi kini saya terus membahas tentang pelajaran besar untuk mengingatkan orang-orang.


Saya berharap dalam pandemi kali ini semua dapat sungguh-sungguh menerima pelajaran. Ya kita melihat bahwa begitu manusia terserang penyakit, bukan hanya tubuh saja yang merasa tidak nyaman, melainkan juga pikiran.

Manusia bahkan bisa hilang kesadaran. Inilah yang orang-orang jaman sekarang sebut sebagai gangguan fisik dan mental. Ya, makhluk awam pada umumnya memiliki penyakit fisik dan batin. Hanya saja, kondisi dan tingkat keparahannya berbeda-beda. Jadi pandemi kali ini adalah peringatan yang lebih serius. Karena itu kita semua hendaknya waspada.

Selain itu, orang-orang yang memiliki pengetahuan medis hendaknya bukan hanya memeriksa pasien, melainkan juga merawatnya.

Lebih jauh lagi mereka hendaknya memberikan edukasi. Inilah yang disebut pelajaran besar. Prinsip kebenaran ini sangat dalam, tetapi semuanya tak lepas dari kehidupan kita setiap saat.      

Jadi kita harus sungguh-sungguh melindungi kehidupan dan mengembangkan cinta kasih. Untuk melindungi ketentraman hidup manusia, cara paling sederhana dan alami ialah memiliki cinta kasih. Cinta kasih yang alami ini harus kita kembangkan dalam hati.

Virus penyakit yang tidak terlihat menyebar ke berbagai penjuru
Hidup dan mati hanya sebatas tarikan napas
Mmengembalikan skeselarasan alam
Mempertahankan cinta kasih demi menjaga ketentraman

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 Juli 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 20 Juli 2021
Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -