Ceramah Master Cheng Yen: Melindungi Kehidupan dengan Hati yang Lapang, Murni, dan Bajik
“Kebakaran hutan kali ini sulit ditangani. Tiupan angin kencang membuat kobaran api merambat dari satu area ke area lain dengan cepat,” kata Michalis Chrisochoidis Menteri Perlindungan Masyarakat Yunani.
“Tadinya rumah saya di sini. Seperti yang kalian lihat, saya kehilangan segalanya. Kini yang saya miliki hanya pakaian di tubuh saya serta istri dan anak saya. Selain itu, semuanya lenyap,” kata salah seorang warga.
“Di wilayah yang dilanda kebakaran, suhu udara mencapai 45 derajat Celsius dan kelembapan udara kurang dari 10 persen. Semua kondisi ekstrem ini ditimbulkan oleh gelombang panas. Dalam seminggu terakhir ini, kita diterjang gelombang panas,” kata Pejabat Yunani.
Belakangan ini, waktu terasa berlalu dengan lambat karena perubahan iklim dan munculnya pandemi Covid-19. Inilah bencana yang terjadi di seluruh dunia. Apa yang harus kita lakukan? Hanya cemas dan khawatir tidak ada gunanya. Kita harus segera mencari cara untuk menyelamatkan dunia.
Akibat ketidakselarasan empat unsur alam, seperti air, api, dan angin, bencana alam kerap terjadi. Unsur alam tidak selaras karena pikiran manusia tidak selaras. Ketamakan manusia yang tidak berujung bukan hanya memicu perubahan iklim, tetapi juga pandemi yang dapat menyebar lewat udara. Kita semua harus mengenakan masker karena virus penyakit ini dapat menular lewat udara yang kita hirup.
Sesungguhnya, dari mana virus penyakit ini berasal? Bagaimana ia menular dari hewan ke manusia? Bagaimana pula ia menular antarmanusia?
Saat ini, berkerumun sangatlah berbahaya. Karena itulah, dilakukan karantina wilayah dan orang-orang harus menjaga jarak fisik. Sesungguhnya, kapan semua ini bisa berakhir? Dengan menjaga jarak fisik, apakah hati kita bisa tetap dekat?
Saya sering berkata bahwa kita harus memetik pelajaran besar dari pandemi kali ini. Kita hendaknya mengendalikan nafsu keinginan, melenyapkan ketamakan, kebencian, dan kebodohan, serta menghapus semua kegelapan batin dan pikiran mengganggu agar kita dapat memulai hidup baru. Inilah pelajaran besar dari pandemi.
Kita harus menenangkan pikiran serta lebih banyak melihat dan mendengar. Inilah yang selalu saya lakukan.
Saya melihat banyak bencana yang terjadi di seluruh dunia. Melihat bencana kebakaran, hati saya bagai terbakar oleh kecemasan. Seperti para korban kebakaran, saya juga sangat cemas. Melihat bencana banjir, hati saya bagai tenggelam di dalam air. Lihatlah betapa dalamnya air banjir.
“Kondisi yang terlihat dalam survei hari ini sungguh membuat orang tidak sampai hati. Banyak jalan yang rusak dan banyak jembatan yang ambruk. Dalam empat hingga lima hari sebelumnya, warga di sini sepenuhnya putus kontak dengan dunia luar karena tidak ada listrik dan sinyal. Setelah jalan diperbaiki dengan ekskavator, barulah mereka dapat menerima bantuan dari luar,” kata Liu Junling Relawan Tzu Chi.
“Banjir menerjang dari belakang. Saya tidak berani tinggal di sana lagi. Saya tidak berani kembali ke sana. Saya tidak bisa tidur di sana karena sudah terendam banjir,” kata warga.
“Semuanya terendam banjir,” kata salah seorang relawan Tzu Chi.
“Lihatlah, semua sawah terendam banjir. Tidak ada yang tersisa. Tahun ini semuanya gagal panen,” kata warga.
Semua tanaman rusak akibat banjir dan banyak orang yang kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka runtuh. Melihat banyaknya bencana yang terjadi, hati saya bagaikan tenggelam di dalam air. Banyaknya bencana yang terjadi membuat saya sangat cemas dan khawatir. Namun, apa gunanya merasa khawatir?
Saya sering berkata pada diri sendiri seperti ini, "Saya tetap harus mengimbau orang-orang untuk bermawas diri dan berhati tulus. Saya harus mengimbau orang-orang untuk melakukannya." Untuk mewujudkan dunia yang tenteram, kita harus memulainya dari hal-hal kecil.
Kini dunia tengah mengirimkan sinyal peringatan. Lihatlah, ada wilayah yang dilanda banjir karena guyuran hujan deras, sedangkan wilayah lain dilanda kekeringan hingga permukaan tanahnya merekah.
Tanpa air, tanaman pangan tidak bisa bertumbuh. Ini juga merupakan krisis bagi umat manusia. Curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan banjir, tetapi tanpa air, kita tidak bisa bertahan hidup.
Jadi, kondisi iklim harus selaras, barulah dunia bisa aman dan tenteram. Saat dunia bebas dari bencana, barulah hidup manusia bisa penuh berkah, aman, dan tenteram.
Bodhisatwa sekalian, ini bergantung pada pikiran kita. Pikiran adalah pelopor segalanya. Dalam Sutra Avatamsaka dikatakan bahwa segala sesuatu dipelopori oleh pikiran.
Mari kita membina pikiran baik dan membangkitkan niat baik untuk melindungi, membebaskan, dan mengasihi hewan dengan tulus. Dengan demikian, kehidupan kita akan murni tanpa noda. Kita juga bisa hidup tenang karena tidak berutang pada hewan.
Saat semua makhluk di dunia ini hidup aman dan tenteram, secara alami iklim juga akan bersahabat. Ini bergantung pada kita. Jika kita bisa menjaga keselarasan pikiran, kondisi iklim juga akan selaras dan kita bisa hidup aman dan tenteram.
Banyak hal yang tidak habis saya bagikan. Saya berharap semua orang dapat menyerap ajaran saya ke dalam hati dan mempraktikkannya secara nyata.
Mempraktikkan Dharma tidaklah sulit. Setelah mempraktikkan Dharma yang kita dengar, barulah kita bisa memperoleh sukacita dalam Dharma, memiliki hati yang lapang dan murni, serta merasa damai dan tenang setiap hari.
Inilah kedamaian batin yang diperoleh dengan mempraktikkan Dhrama. Inilah kehidupan yang paling dipenuhi berkah. Jadi, mari kita bersungguh hati mendalami dan mempraktikkan Dharma.
Ketamakan dan penyakit batin lainnya mendatangkan bencana
Empat unsur tidak selaras karena pikiran manusia tidak selaras
Melindungi kehidupan dengan hati yang lapang, murni, dan bajik
Kedamaian batin dari mempraktikkan Dharma adalah berkah terbesar
Master Cheng Yen tanggal 05 Agustus 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 07 Agustus 2021