Ceramah Master Cheng Yen: Melindungi Kehidupan Hewan Demi Meredakan Rasa Dendam

Hewan juga memiliki perasaan. Akan tetapi, di seluruh dunia, sebanyak 1.776 ekor hewan dibunuh setiap detik. Dalam waktu sehari, hewan yang dibunuh berjumlah 153 juta ekor hewan. Bayangkanlah, hewan-hewan yang dibunuh ini juga memiliki rasa dendam.

Apakah kalian masih ingat akan pementasan Syair Pertobatan Air Samadhi? Syair Pertobatan Air Samadhi berasal dari kisah Mahabhiksu Wu Da. Saat masih muda, beliau bertemu dengan seorang bhiksu yang sakit parah dan tidak ada yang merawatnya. dan tidak ada yang merawatnya. Karena itu, bhiksu muda ini bertekad untuk merawat bhiksu tua yang tidak dikenalnya itu. Beliau terus merawatnya hingga tubuhnya sehat kembali. Lalu, mereka pun berpisah karena memiliki tujuan masing-masing. Saat itu, bhiksu tua yang merupakan Yang Arya Kanaka itu berkata, “Anak muda, kelak jika kamu berada dalam kesulitan, datanglah ke Gunung Jiulong untuk mencari saya di antara dua batang pohon pinus. Saya akan membantumu.”

Bhiksu muda ini mengunjungi berbagai guru untuk belajar Dharma. Dia melakukan perjalanan sambil berbagi Dharma dan mencari bimbingan dari guru yang terkenal. Dia belajar dengan sangat tekun. Dia sangat bersungguh hati, tekun, serta penuh cinta kasih dan welas asih sehingga bisa berbagi Dharma dengan semua orang. Karena itu, semua orang sangat menghormatinya. Kabar tentang bhiksu muda ini terus beredar hingga ke telinga Kaisar. Lalu, Kaisar berguru padanya dan menjadikannya guru kerajaan dengan nama Mahabhiksu Wu Da. Berhubung sangat menghormati sang guru, Kaisar membuatkan sebuah singgasana dari kayu cendana untuk beliau.

Mahabhiksu Wu Da merasa sangat gembira sehingga kesombongannya terbangkitkan. Kakinya membentur sudut singgasana itu dan terus memborok hingga menjadi luka berwajah manusia. Semua tabib di negeri itu tidak bisa menyembuhkan lukanya. Rasa sakit yang dirasakannya sungguh tak terkira. Tiba-tiba, beliau teringat akan bhiksu tua yang berkata padanya bahwa jika menghadapi kesulitan yang tidak bisa diselesaikan, beliau bisa pergi mencarinya. Karena itu, beliau pergi ke Gunung Jiulong, Sichuan untuk mencarinya.

Setelah tiba di sana dan sedang mengambil air dari sebuah kolam untuk membasuh luka di kakinya, Mahabhiksu Wu Da mendengar sebuah suara yang berkata bahwa pada sepuluh kehidupan yang lalu, beliau adalah Yuan Ang yang telah membunuh Chao Cuo. Selama 10 kehidupan berturut-turut, beliau terus melatih diri dengan sepenuh hati. Arwah Chao Cuo menyimpan rasa dendam terhadapnya dan terus berusaha untuk membalas dendam. Akan tetapi, beliau selalu menaati sila sehingga Chao Cuo tidak memiliki kesempatan untuk membalas dendam. Setelah sepuluh kehidupan, kesombongan beliau membuat Chao Cuo dapat membalas dendam sehingga luka pada kakinya yang hanya terbentur terus memborok.

Suara itu berkata,“Kini Yang Arya Kanaka telah membimbingmu ke sini. Kamu harus menggunakan air Samadhi ini untuk membersihkan luka dan masa lalumu. Saya juga bersedia melepaskan rasa dendam saya. Rasa dendam di antara kita akan berakhir hari ini. Saya tidak akan mengganggumu lagi. ”Mahabhiksu Wu Da lalu memahami bahwa hukum karma sangat menakutkan. Sejak saat itu, beliau tidak pernah meninggalkan gunung itu. Beliau mendirikan sebuah gubuk jerami di sana dan mulai menulis Syair Pertobatan Air Samadhi. Beliau menuliskan kisahnya agar orang-orang tahu bahwa setiap orang akan menerima buah dari karma yang diciptakan. Inilah asal mula Syair Pertobatan Air Samadhi.

Tadi, saya berkata kepada kalian bahwa demi memenuhi nafsu makan, manusia membunuh begitu banyak hewan setiap detik. Akibatnya, dunia ini penuh dengan rasa dendam dan benci. Dari sini kita bisa mengetahui mengapa terjadi begitu banyak bencana. Alam sedang melakukan perlawanan. Semua perlawanan ini ditimbulkan oleh umat manusia. Dalam ajaran Buddha, ini disebut sebagai karma buruk kolektif semua makhluk.

Bodhisatwa sekalian, kita harus sangat bersungguh hati. Demi menyelamatkan Bumi, kita harus bervegetaris. Di seluruh dunia, hewan menghabiskan 90% bahan pangan, sedangkan manusia hanya menghabiskan 10%. Kini kondisi iklim terus berubah. Vietnam telah dilanda kekeringan. Petani setempat tidak bisa bercocok tanam karena lahan telah retak-retak. Myanmar juga dilanda bencana. Banjir besar di Myanmar tahun lalu telah merusak tanaman padi yang hampir bisa dipanen. Karena itu, kita segera membagikan bibit padi. Tahun ini, padi mereka sudah dipanen. Mereka sangat bersyukur atas hasil panen yang berlimpah. Mereka menyebut bibit padi dari Tzu Chi sebagai “bibit cinta kasih”. Berhubung tidak memiliki uang, warga setempat menyisihkan segenggam beras setiap kali akan memasak. Berkat banyaknya orang yang menyisihkan beras, orang-orang yang kurang mampu juga dapat makan nasi. Mereka telah berkali-kali menuangkan celengan beras dan menolong banyak orang kurang mampu.

Jadi, untuk mengasihi sesama, kita harus segera membina cinta kasih. Selain mengasihi sesama manusia, kita juga harus mengasihi bumi. Berhubung bumi sedang terluka, maka kita harus segera menyelamatkan bumi. Kita harus segera melindungi bumi dengan sepenuh hati karena kita sudah tak punya cukup waktu. Selain itu, kita juga harus mengasihi dan melindungi semua makhluk. Semua makhluk memiliki perasaan. Buddha mengajari kita bahwa hati Buddha dan semua makhluk adalah sama. Bukan hanya manusia,semua makhluk juga meliputi hewan. Hewan juga memiliki hakikat kebuddhaan. Membunuh hewan sama dengan membunuh Buddha masa depan. Sungguh, dengan bervegetaris, kita dapat memiliki tubuh yang sehat dan hidup harmonis dengan sesama manusia. Saya berharap kita dapat mengakhiri rasa dendam dengan sesama manusia. Kita juga jangan membangkitkan rasa dendam dan benci antara hewan dan manusia. Jika bisa demikian, maka temperatur Bumi mungkin bisa menurun. Untuk itu, kita harus mawas diri dan berhati tulus.

Karma buruk akibat membunuh menimbulkan banyak bencana

Berhenti membunuh hewan dan bertobat untuk meredakan rasa dendam

Bervegetaris demi melindungi hewan dan menyelamatkan bumi

Bermawas diri dan berhati tulus dengan harapan temperatur Bumi dapat menurun

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 Juni 2016

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 24 Juni 2016

Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -