Ceramah Master Cheng Yen: Memahami Dharma dan Menyebarkan Semangat Tzu Chi

”Hanya segini tepung jagung yang tersisa. Kini saya juga tidak dapat keluar untuk bekerja. Saya tidak tahu nanti kami harus makan apa,” kata Chipo Kanengoni warga.

“Pada masa wabah ini, warga semakin kesulitan. Mereka semakin membutuhkan bantuan. Mereka sungguh tidak punya apa-apa lagi,” kata Sakhinayi Viazhero relawan Tzu Chi.

Setiap kali melihat para relawan Tzu Chi di Zimbabwe, saya merasakan kedekatan dan kehangatan di hati. Mereka juga mengalami pembatasan mobilitas dan tidak bisa keluar rumah. Namun, jika tidak keluar, bagaimana mereka menyalurkan bantuan? Mereka mengerahkan kebijaksanaan untuk menyatakan maksud mereka kepada pihak yang berwenang. Mereka mengatakan bahwa masih banyak tenaga medis di berbagai institusi kesehatan yang harus merawat banyak pasien dan tengah menunggu alat pelindung diri, seperti masker, dan para relawan harus menyalurkannya.

Setelah berhasil diyakinkan, pihak kepolisian mengeluarkan izin bagi mereka dengan batasan waktu dan jarak dalam penyaluran bantuan itu. Para relawan juga memberi perhatian kepada pihak kepolisian. Para polisi juga tersentuh. Para relawan dan polisi saling mendukung, saling membantu, dan saling menginspirasi. Pihak kepolisian memberikan izin bagi kita. Pemerintah Afrika Selatan juga menerapkan penutupan wilayah.

Masker sangat langka di sana. Para relawan sangat pandai dan bijaksana. Mereka belajar membuat masker. Para relawan Tionghoa di sana, yang merupakan pengusaha dari Taiwan, sejak lebih dari dua puluh tahun lalu sebagian besar menjalankan pabrik pakaian. Jadi, kali ini mereka mengerahkan keterampilan untuk membuat masker kain.  Mereka juga mengajari para relawan.

 

Kita melihat relawan kita, Zhang Min-hui. Dia masih sangat terampil dan cekatan. Tangan dan kakinya masih sangat lincah. Dia juga mengajari para relawan. Semua ini terwujud berkat jalinan jodoh yang terpupuk selama hampir dua puluh tahun hingga kini. Para relawan Tionghoa berinteraksi erat dengan warga setempat dan perlahan-lahan membuat mereka mengenal Tzu Chi. Kini kita dapat melihat para relawan di Afrika Selatan sudah sangat matang. Mereka terus bertumbuh dan belajar dalam Jalan Bodhisatwa.

Relawan kita, Ci Ming, hampir menginjak usia 80 tahun, tepatnya 79 tahun. Dia dilarang keluar rumah. Namun, dia menyampingkan kepentingan pribadi dan mengutamakan kepentingan orang banyak. Dia dan relawan lainnya mencari cara untuk memperoleh izin mobilitas. Dengan izin itu, dia ikut menyalurkan bantuan. Kehidupan dan batin mereka telah terisi oleh Dharma.

Pada saat ini, banyak orang membutuhkan bantuan. Para relawan menjalankan praktik nyata dengan mengerahkan kebijaksanaan serta kekuatan mereka untuk membantu.

“Tali jam tangan juga terkena lengan dan pakaian kita. Kita harus membersihkannya luar dan dalam,” kata salah seorang warga.

”Saat ini adalah waktu yang sangat penting. Kami bekerja sama dengan pemerintah dan kepala suku setempat karena hanya dengan perantaraan mereka, barulah kita dapat memasuki komunitas. Semua orang sangat cemas. Kita membutuhkan bantuan kepala suku agar kita dapat menyebarkan informasi yang benar,” kata Shella relawan Tzu Chi.

Kita juga melihat pemerintah Mozambik bekerja sama dengan Tzu Chi.  Mereka memberi arahan kepada Tzu Chi untuk terjun ke berbagai komunitas.  Ini sangat menyentuh. Begitulah para relawan di berbagai negara di Afrika.  Mereka memiliki kebijaksanaan. Mereka mendengar dan menyerap Dharma dengan senang hati. Para relawan di Mozambik menyanyikan lagu.


Lagu itu bercerita bahwa Dharma menemani mereka melewati kesulitan dan membimbing mereka untuk mendekat pada Buddha. "Oh Buddha, ayah yang penuh kasih." Mereka bernyanyi, "Kami datang ke hadapan Buddha dan bertobat dengan hati yang tulus. Kami berlindung kepada Buddha dan bersyukur secara mendalam."

Lewat telekonferensi, mereka mengatakan bahwa saya bagaikan ibu mereka. Saya menjawab, "Kalian adalah anak-anak saya." Meski mereka berada jauh dari saya, tetapi mereka juga mengikuti silsilah Dharma Jing Si.  Meski berada di tempat yang jauh, tetapi mereka berpegang pada silsilah Dharma yang sama untuk membuka pintu mazhab Tzu Chi.

Kita juga melihat seorang relawan di Lesotho, Jennifer Chen. Dia membimbing warga setempat untuk menjadi relawan Tzu Chi. Mereka juga sangat tekun dan bersemangat. Mereka juga mendengar ceramah saya secara rutin tanpa pernah berhenti selama bertahun-tahun. Meski mereka hidup di tengah kekurangan, batin mereka sangat kaya. Mereka tetap bersumbangsih sedikit demi sedikit.

Berhubung telah menerima ajaran Buddha, mereka juga menerima kondisi mereka dengan ikhlas. Mereka telah memahami hukum sebab akibat.  Mereka tahu bahwa benih yang ditanam di masa lalu akan berbuah pada masa kini dan tak bisa dihindari.  Jadi, mereka menerima nasib mereka dengan ikhlas. Mereka telah memahami sebabnya dan menerima buahnya dengan ikhlas. Mereka tetap hidup dengan sukacita.


Para relawan di Afrika sungguh menjalankan praktik Bodhisatwa Tzu Chi. Mereka sangat giat dan tekun. Mereka juga berdoa kepada Buddha dengan harapan dapat memahami dan mengatasi kemiskinan dan penderitaan. Mereka juga menemukan cara untuk berbagi semangat ajaran Buddha. Semangat ajaran Buddha mereka tuangkan ke dalam pertunjukan.

Para relawan di Mozambik mempertunjukkan kisah Pangeran Siddhartha dan mengisahkan bagaimana beliau melihat penderitaan di dunia sehingga berikrar untuk melatih diri sampai tercerahkan, lalu membabarkan Dharma untuk membimbing semua makhluk.  Meski pertunjukan ini hanya dapat mereka mainkan di tanah berpasir, tetapi mereka sangat menjiwainya dan membuat orang tersentuh.  Para penonton bagaikan pendengar Dharma yang duduk dengan tertib.

Dalam pertunjukan itu, mereka mengisahkan bagaimana Buddha mencapai pencerahan. Saat tiba pada bagian Buddha membabarkan Dharma di bawah pohon besar, di sana juga ada banyak penonton yang mendengarkan. Suasananya sungguh sangat mirip dengan zaman Buddha. Para penonton seakan berada di zaman Buddha. Suasananya sangat mengharukan.

Singkat kata, mereka telah menggunakan Dharma sebagai obat mujarab untuk mengubah kehidupan mereka sendiri. Meski kekurangan secara materi, mereka memiliki kekayaan batin. Meski kekurangan, mereka dapat menolong orang-orang yang lebih membutuhkan dari mereka. Mereka telah merealisasikan semangat ini.

Membina benih relawan selama bertahun-tahun
Membuka mazhab Tzu Chi di Afrika
Giat mendengar Dharma dan memahami hukum karma
Mengubah kehidupan dan menolong yang lebih menderita

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 22 April 2020         
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Stella
Ditayangkan tanggal 24 April 2020

Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -