Ceramah Master Cheng Yen: Membangkitkan Hakikat Sejati dan Mengasihi Semua Makhluk
Ajaran Buddha ialah praktik Bodhisatwa. Jalan Bodhisatwa berarti terjun ke tengah masyarakat untuk memahami berbagai hal di dunia. Bukan hanya memahami berbagai hal, tetapi juga menyelami apa itu penderitaan dan dari mana sumber penderitaan. Inilah metode pelatihan diri yang Buddha ajarkan.
Kita harus terjun ke tengah masyarakat untuk menyelami semua ini. Ya, pada masa-masa awal Tzu Chi berdiri, setiap bulan saya pasti keluar untuk mengunjungi para penerima bantuan. Kita memahami kondisi mereka sebelum dibantu. Setelah dibantu, apakah kondisi mereka membaik?
Semua ini dilakukan dengan saksama. Kita mengunjungi setiap keluarga. Saat itu, jalan yang harus ditapaki sudah saya tapaki. Gunung pun sudah saya daki. Desa terpencil juga sudah saya datangi. Daerah-daerah miskin juga pernah saya masuki.
Saat itu ada rumah jerami yang miring. Kita tak dapat memasukinya dengan tubuh tegak. Kita harus membungkuk. Kita tetap harus masuk untuk melihat kondisinya. Di sudut ruangan, sebuah kuali diletakkan di atas batu bata. Batu bata itu ditumpuk sebagai kompor dengan batang ubi jalar kering sebagai kayu bakarnya. Di dalam kuali, buah ubi jalar sedang dimasak. Saya melihat penghuni rumah itu sedang memasak. Dia memasak buah ubi jalar dengan batang ubi jalar. Saya pernah melihat kondisi seperti itu.
Dari sini, kita bisa memahami penderitaan di dunia. Terlebih lagi, orang yang sakit sangatlah menderita. Penyakit dan penderitaan semua makhluk ini, menurut ajaran Buddha, tak lepas dari hukum sebab akibat.
Saat itu, saya menoleh dan melihat beberapa relawan yang mengikuti di belakang saya. Mereka adalah orang yang ingin menolong orang lain. Mereka adalah Bodhisatwa Tzu Chi. Saya meminta setiap orang dari mereka masuk untuk melihat kondisi rumah itu. Dengan begitu, mereka bisa merasakan dan memahami sehingga bisa mengasihi semua makhluk. Mereka dapat menyadari berkah setelah melihat penderitaan. Dengan begitu, mereka lebih bertekad untuk membangkitkan hakikat bajik di dalam diri. Inilah tujuan kita mempelajari ajaran Buddha.
Buddha membimbing kita untuk membangkitkan sifat hakiki kita. Dalam mempelajari ajaran Buddha, kita terjun ke tengah masyarakat untuk melihat penderitaan umat manusia. Banyak orang yang sangat menderita. Lihatlah, saat suatu daerah dilanda bencana, relawan Tzu Chi pergi dan melihat daerah tersebut. Setelah itu, mereka menyadari penderitaan dan segera merangkul warga dengan kasih sayang. Mereka menepuk bahu warga untuk memberi penghiburan. Inilah Bodhisatwa.
Bodhisatwa muncul saat ada makhluk yang menderita. Bodhisatwa berusaha menghampiri, menghibur, dan mengasihi mereka dengan perasaan tak sampai hati. Inilah yang disebut memikul bakul beras bagi dunia. Kita menjadi tempat bagi semua makhluk untuk mengungkapkan penderitaan mereka. Saat mereka membutuhkan sesuatu, kita memenuhi kebutuhan itu.
Bodhisatwa harus memikul tanggung jawab ini. Bodhisatwa harus mendampingi semua makhluk dan harus membangkitkan tekad dari dalam hati. Inilah yang disebut pahala yang hakiki. Bodhisatwa tidak pasif.
Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Untuk mencapai kebuddhaan, makhluk awam seperti kita harus mempraktikkan Jalan Bodhisatwa demi memupuk pahala sedikit demi sedikit. Jadi, dari kehidupan ke kehidupan, Bodhisatwa selalu melatih diri.
Para Buddha dapat mencapai kebuddhaan karena di berbagai kehidupan lampau yang tak terbatas, Mereka telah mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Selain menolong semua makhluk, Mereka melatih diri di ladang pelatihan, memberi persembahan, dan memberi penghormatan.
Saya sering membahas tentang bersyukur, menghormati, dan mengasihi. Dalam sambungan telekonferensi kemarin, ada relawan dari Dongguan dan Shanghai. Mereka pergi ke Jiujiang, Jiangxi untuk meninjau kondisi bencana. Mereka pergi selama tujuh hari. Perjalanannya sangat jauh. Para relawan senior mewariskan pengalaman kepada anggota komite yang lebih baru. Para anggota komite senior datang ke Jiangxi dari jauh untuk membimbing dan mendampingi relawan setempat meninjau daerah bencana.
Kemarin mereka memberi laporan lewat telekonferensi. Para anggota Tzu Cheng dan komite di Jiujiang berbagi tentang proses survei daerah bencana. Mereka semua saling menghormati dan saling berterima kasih. Demikianlah Bodhisatwa. Sejauh apa pun perjalanan yang harus ditempuh, mereka tetap mengikuti aturan yang ada.
Dalam telekonferensi tersebut, mereka berkata, "Terima kasih, Master. Berkat Tzu Chi, kami memiliki kesempatan ini. Terima kasih kepada para relawan senior yang membimbing sehingga kami memahami aturan dan pedoman dalam menyurvei dan menyalurkan bantuan bencana." Inilah pewarisan jiwa kebijaksanaan.
Cinta kasih tanpa syarat dan welas asih yang merasa senasib sepenanggungan telah mereka praktikkan. Dengan demikian, mereka telah membangkitkan hakikat bajik dalam lubuk hati mereka. Inilah pahala yang hakiki.
Pahala ini tidak terbatas. Dharma sangat dalam dan berlapis-lapis. Karena itu, kita harus terus menyelaminya. Intinya, cinta kasih juga tanpa batas. Cinta kasih sangatlah dalam dan luas serta berlanjut dari kehidupan ke kehidupan. Jadi, ia tidak memiliki batas. Kita harus mengembangkan cinta kasih ini selapis demi selapis hingga menjadi tanpa batas. Inilah hati Bodhisatwa.
Melewati medan yang berat demi
menolong orang yang menderita
Memikul bakul beras bagi dunia dan
membawa penghiburan bagi semua makhluk
Mewariskan jiwa kebijaksanaan dan
membangkitkan hakikat sejati
Memperluas dan memperdalam cinta
kasih hingga tak terbatas
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 27 Juli 2020